Waktu subuh telah tiba, Sabinna terbangun tepat bus sampai pada tujuannya, Sabinna berjalan keluar dari bus dengan menyeret koper yang tadi ia bawa, kebingungan entah siapa orang yang ingin menjemputnya pada dini hari itu.
Seketika Sabinna merasa menyesal telah memilih meninggalkan keluarganya demi ego dan harga diri yang tinggi, Sabinna berjalan menuruni tangga bus dan melihat sekelilingnya, sunyi sepi dan hanya ada satu dua orang yang berlalu lalang. Sabinna melanjutkan langkahnya menuju mushola kecil yang ada di terminal, meninggalkan koper di depan masjid dan masuk ke dalam kamar mandi.
"Baunya aduh, nggak kuat sekali aku," keluh Sabinna sembari menutup hidung dan pergi menjauh dari kamar mandi.
"Mana bisa suci kalau tempatnya seperti itu," imbuh Sabinna dengan menepuk tangannya berkali kali. Ia langsung meraih ponselnya yang ada didompet dan langsung menelpon kakak sepupunya, mas Zainal.
Sabinna : Mas jemput Binna, Binna ada di terminal sendirian sekarang.
Mas Zainal : Bukannya kamu sudah menikah, kenapa malah ke sini? gak ngurus suamimu ya?
Sabinna : Lagi liburan aja.
Mas Zainal : Uhh kamu ini Binna ganggu orang lagi tidur saja, tunggu di sana dan jangan pergi ke mana mana.
Sabinna : Iya mas, cepetan ya.
Sabinna menutup telponnya dan langsung berjalan menuju warung yang masih buka. Dengan mengelus elus telapak tangan dan pipinya yang ke dinginan, menyambut udara lepas hanya dengan daster panjang dan kerudung berwarna pink, tak ada jaket maupun jas yang menyelimuti tubuhnya.
"Buk saya pesen teh hangat ya, ndak usah manis manis," ucap Sabinna. Sengaja ia memesan teh yang sedikit pahit, untuk mengingat nasehat Kyai Nawawi.
"Iya neng, tumben ya gadis ndak suka manis," ucap ibu warung itu dengan heran.
"Saya sudah bersuami bu, bukan gadis lagi," jawab Sabinna dengan lembut.
"Behh udah nikah to, beruntung ya yang punya istri sampean, sudah cantik lembut pula nada bicaranya," ucap ibu warung lagi.
"Hahaha ibuk bisa aja!." Seru Sabinna malu malu. Menyeruput teh hangat dengan mengingat kenangannya bersama Kyai Nawawi adalah hal ternikmat bagi Sabinna.
"Ngomong ngomong suaminya kok nggak ikut mbak?." Tanya ibu warung membuka percakapannya lagi, agar wanita cantik di depannya tak merasa kesepian.
"Suami saya sedang kerja bu, lagi ngurus Pondok Pesantren Syalafiyah Syafi'iyah As Syauqi di Malang," jawab Sabinna dengan lembut.
"Ohh ustad di sana ya, siapa namanya? Saya dulu ngajar di As Syauqi juga mbak, tapi suami saya minta pindah ke sini jadi ikut suami dan berhenti mengajar ngaji," jelas ibu warung.
"Hasyim An - Nawawi namanya bu," jawab Sabinna dengan senyum singkat.
"Ohh Kyai Nawawi ya?." Tanya ibu warung dengan santai, namun beberapa detik kemudian ibu warung itu memberikan ekspresi kaget melihat Sabinna.
"Kyai Hasyim An - Nawawi itu? Sampean istri mudanya yang ke empat ya? Ya Allah Nyai, sebuah kehormatan warung saya di kunjungi njenengan," imbuh ibu warung dengan Syok.
Otok otok otok, suara sepeda motor yang nyaring dan mengganggu datang dari kejauhan, membuat pandangan dari kedua hamba Allah tersebut berpaling menujunya.
"Sabinna, ayo. Ibu udah nunggu," ucap mas Zainal pada Sabinna yang tengah menyeruput teh hangatnya.
"Saya izin pulang ya bu, kakak saya sudah datang menjemput, Assalamu 'alaikum," sapa Sabinna dengan mengucapkan salam perpisahannya.
...***...
Pagi harinya, Sabinna menjalani kehidupan sehari hari seperti biasanya. Satu hari, dua hari ia bersinggah di rumah budhenya di Jember. Tiba tiba ada mobil datang di pedesaan itu, parkir tepat di depan rumah budhe.
"Assalamu !alaikum, saya hadamnya Kyai Nawawi. Nyai Sabinnanya ada buk?." Tanya kang Rizal dengan sangat sopan.
"Mari mari masuk, Sabinnanya ada di dalam. Ayo semuanya masuk dulu, jauh jauh dari Malang ke Jember," ucap budhe Sabinna dengan ramah tamah.
Sabinna yang mendengar suara mobil mewah kesayangan Nyai Fatma itu langsung tahu bahwa keluarga besar ndalem sedang mencarinya. Akhirnya Sabinna merapikan bajunya kembali dan mengendap endap keluar rumah dari pintu belakang, saat mereka semua titik fokusnya sedang terpacu oleh teh yang di bawa budhe, keluar pelan pelan dan akhirnya bisa lolos kembali setelah melewati situasi yang menegangkan tadi.
"Sekarang aku harus kemana lagi ya Allah, bodohnya aku malah kabur lagi," olem Sabinna dengan menyeret koper besar yang ia genggam.
"Aku mau ke rumah Angela saja, aku capek harus sembunyi sembunyi, misalkan kalau di rumah Angela pun keluarga ndalem juga tidak ada yang tahu," imbuh Sabinna.
Saat jari tangannya hendak menelpon Angela, tiba tiba ponsel Sabinna berdering terlebih dahulu.
Nyai Abibah? tanya Sabinna dalam hati. Ia sedang bingung sekarang, memilih menjawab telpon dari mertuanya lalu mengalah atau harus mematikan ponselnya lagi dan pergi se jauh jauhnya dari keluarga ndalem.
Namun hati Sabinna sepertinya masih terpikat oleh Kyai Nawawi, rencananya yang ingin mematikan ponsel gagal dan malah mengangkat telpon dari sang mertua.
"Assalamu 'alaikum, nduk kesinio, ibu lagi masak rendang buanyak, bawakan buat Wawi nanti ya," ucap Nyai Abibah pada Sabinna. Sabinna heran, mengapa Nyai Abibah mengutusnya untuk memberikan rendang buatannya pada Kyai Nawawi, apakah Nyai Abibah masih belum mengetahui akan kepergiannya.
"Halo, nduk?." Tanya Nyai Abibah lagi pada menantunya.
"Ah enggeh buk, saya berangkat ke sana, saya matikan dulu dan segera berangkat buk," ucap Sabinna.
...***...
"Sudah saya katakan kan bah, Sabinna akan patuh dengan ibuk, Sabinna bukan orang yang tidak bisa menghargai orang lain," ucap Nyai Latifah pada Kyai Nawawi dengan merasa lega.
"Kalau begitu dengan ke berangkatan Rizal, Salsa dan Albab ke rumah budhenya membuat Sabinna berani kabur lagi," ucap Kyai Nawawi heran.
"Sudah sudah Wi, yang penting kan Sabinna sekarang kesini to lee, jangan di ambil pusing lagi dan ayo Latifah, bantu ibu masak rendang biar tidak terkesan bohong pada Sabinna," ucap Nyai Abibah dengan menggandwng tangan menantunya menuju ke dapur.
"Enggeh bu, saya siapkan bahan bahannya dulu," jawab Nyai Latifah dengan hormat.
Semua hadam keluarga ndalem kini ikut andil, di bagi menjadi dua kelompok yang utuh, kelopok satu bertugas mencari keberadaan Sabinna, kelompok kedua berjaga di kediaman nenek Sabinna dan juga kelompok ketiga yang membantu Nyai Latifah dan Nyai Abibah memasakkan rendang.
"Apakah ini tidak terlihat seperti perangkap bu?." Tanya Nyai Latifah pada Nyai Abibah.
"Perangkap itu membuat korbannya merasakan kekalahan dan kesakitan, intinya dia tidak di untungkan sama sekali. Kita hanya membantu hubungan Sabinna dengan Nawawi berjalan lancar saja nduk," jawab Nyai Abibah dengan santai dan memotong cabai besar yang ada di tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
ayatul
lucu Thor....
2020-11-28
3
MARWAH HASAN
thor... ini jember mana, nowo jek tonggo ku?
😁😁
2020-11-04
2
Elly Kurnia
yg kabur 1 orang yang ribet 1 pesantren😆😆
2020-10-28
6