Trauma

Malam ini aku tidak bisa tidur, bagaimana tidak? Aku merasakan perih akibat luka sayatan yang ada di kedua tanganku, sementara itu kedua tanganku juga terikat oleh tali yang sangat kuat. Sekarang aku hanya bisa berdoa agar ada yang menyelamatkanku. Aku bingung kenapa lelaki itu melakukan ini semua padaku, memang dasar psikopat. Mereka hanya merasa puas karena telah menyakiti orang lain, tak berpikir bagaimana rasanya jika tubuh mereka dilukai. Aku tidak mau berlama-lama disini, bisa-bisa tubuhku akan hancur karena lelaki itu.

Segala cara telah ku pikirkan agar dapat membebaskanku dari sini. Aku baru ingat, ponselku berada di tas dan sepertinya sudah mati, atau sengaja dimatikan oleh laki-laki itu. Oleh karena itu, aku harus menyalakannya dan menghubungi ayahku. Tapi tali yang mengikatku membuat aku susah untuk bergerak bebas, susah sekali. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja, daripada aku terlalu lama disini.

Setelah melakukan berbagai macam cara, akhirnya aku dapat menggenggam ponselku, maka langkah selanjutnya adalah menyalakannya. Ketika aku menekan tanda power di ponselku, dan menyala, ku lihat banyak panggilan masuk dari ayahku dan juga Jevan. Mereka pasti khawatir dan sudah mencariku kemana-mana. Baiklah, aku akan menghubungi ayahku.

Tapi...

Terdengar bunyi pintu terbuka, sontak membuatku refleks melepas ponselku dari genggamanku ini.

...

“Wah wah wah... sudah bangun? Lapar tidak? Saya membelikanmu makanan enak, mau tidak?” Tawar lelaki itu.

“Tidak usah, lepaskan aku saja! Cepat!” Teriakku.

“Hahahah... melepasmu? Tidak akan mungkin, sabar ya...” Jawab lelaki itu.

“Dasar psikopat tidak tahu diri! Coba saja anda sendiri yang disakiti!” Teriakku lagi.

“Berani sekali ya...” Sahut lelaki itu.

Tak lama dari itu, lelaki itu mendekatiku.

Dan...

Tiba-tiba dia mengeluarkan pisaunya lagi, dan...

“Aaaakkkkkkk... aduhhhhhhhhhhh....!!!!” Teriakku sambil merintih.

Lelaki itu menyayat kedua pahaku sampai jeans yang ku pakai terberai sobek.

“Bagaimana? Enak kan? Makanya jangan berani dengan saya, lebih baik diam.” Tutur lelaki itu.

“Aduh.... aw... aaakkk...” Kataku sambil menangis.

“Berisik! Diam tidak!” Teriaknya.

“Tadi saya suruh makan tidak mau, ya sudah. Biar saya saja.” Tambahnya.

Kemudian lelaki itu memakan makanan yang tadinya hendak dia berikan padaku, dan duduk di depanku.

...

“Aduh....” Rintihku.

“Diam! Saya lagi makan, berisik sekali sih!” Teriaknya.

Sementara itu darahku masih bercucuran.

“Sebenarnya anda siapa? Apa ada yang menyuruh anda untuk menyakiti saya?” Tanyaku tiba-tiba.

“Kamu tidak perlu tahu, yang penting saya senang melakukan semua ini.” Jawab lelaki itu.

“Jawab saya!” Kataku.

“Banyak tanya!” Jawabnya singkat.

“Diam! Kalau tidak saya akan melakukan yang lebih dari ini! Mau kamu?” Tanya lelaki itu.

Aku langsung terdiam, aku takut dia akan menyakitiku lagi. Jika tangan dan pahaku telah di sayat, apa coba selanjutnya? Aku jadi semakin takut berada disini, hanya saja aku harus berani melawan orang itu. Ya tuhan, tolong aku.

Lelaki itu keluar setelah mendapat panggilan masuk, dia berbicara di luar ruangan ini. Sepertinya ada seseorang yang menyuruhnya, aku berusaha memasang telingaku dengan baik, walaupun aku masih merintih kesakitan.

“Halo, bos?” Kata lelaki itu.

...

“Iya, bos. Bocah itu sudah ku siksa perlahan, dia cukup berani ya hahah!” Tambahnya.

...

“Tenang saja, bos. Saya gembira sekali melakukan hobi ini, apalagi dibayar seperti ini kan? Hahah!” Tawa lelaki itu.

...

(Di sisi lain)

“Paman, apa yang harus kita lakukan sekarang? Yuri benar-benar hilang.” Kata Jevan panik.

“Iya, Jevan. Saya bingung harus bagaimana mencarinya lagi.” Sahut ayahku.

“Sebentar, aku akan coba hubungi Yuri lagi.” Kata Jevan.

...

“Paman, ponsel Yuri sudah aktif. Tapi tidak ada jawaban.” Kata Jevan lagi.

“Jadi bagaimana, Jev?” Tanya ayahku.

“Baiklah, aku akan melihat GPS. Posisi ponsel Yuri saat ini terlihat.” Sahut Jevan.

“Mana?”

“Ini, paman. Sekarang kita harus kesana.” Ajak Jevan.

“Ayo, cepat.” Jawab ayahku.

...

Setelah Jevan mengetahui posisiku ada dimana, dia langsung pergi ke lokasi tersebut bersama dengan ayahku. Tanpa berlama-lama, dia membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi.

...

“Aduh, apa yang harus aku lakukan lagi?

...

Tiba-tiba terdengar keributan dari luar ruangan, aku jadi semakin takut akan hal itu. Aku takut muncul sekelompok orang lagi yang datang kesini, jika iya habislah aku.

Dan pada akhirnya pintu itu terbuka...

“Ayah? Ayah!!!!!” Teriakku sambil merintih.

“Yuri!!!!!” Jawab ayahku.

“Ayah tolong aku...” Kataku.

“Iya iya, tenang ya nak. Ayo keluar.” Kata ayahku setelah melepas tali itu.

“Sakit, yah. Kakiku sakit, susah sekali.” Rintihku.

...

“Biar aku saja paman, yang menggendong Yuri.” Kata Jevan tiba-tiba.

“Penjahat itu dimana?” Tanya ayahku panik.

“Dia sudah pingsan. Ayo, Yuri.” Jawab Jevan sambil mengangkatku.

...

Setelah aku digendong oleh Jevan, rasanya aku lemas sekali dan pada akhirnya aku pingsan. Ayahku dan Jevan langsung membawaku ke rumah sakit, karena kondisiku yang melemah.

...

“A... ayah...” Panggilku.

“Yuri? Sudah sadar, nak? Tidak apa-apa, tenang ya?” Tanya ayahku.

“Yuri takut... takut, yah.” Jawabku pelan.

“Sudah, tidak apa-apa. Sekarang kamu aman, nak.” Sahut ayahku.

“Tangan dan kakiku, ayah... Sakit...” Kataku lagi.

“Kamu tenang ya, Yuri? Luka itu sudah di obati oleh dokter.” Sahut Jevan.

“Sebenarnya siapa yang melakukan ini semua padamu, nak? Tega sekali dia.” Tutur ayahku.

“Entahkah, yah. Penjahat tadi seperti suruhan orang lain. Yuri mendengar percakapannya di telepon, dan katanya dia di bayar.” Jelasku pelan.

“Gila sekali! Gila! Siapa yang tega melakukan ini?” Tanya Jevan marah.

“Kita harus cari tahu, Jev. Tapi tidak sekarang. Sekarang waktunya kita merawat Yuri, dia pasti sangat shock sekali.” Kata ayahku.

“Ayah ke toilet dulu, Jevan jaga dia ya?” Tanya ayahku.

“Iya paman.”

...

“Yuri, sebenarnya apa yang dilakukan penjahat itu padamu?” Tanya Jevan.

“Dia menyayat kaki dan tanganku, Jev. Menggunakan pisau. Aku tidak mau mengingatnya lagi!” Kataku sambil menangis.

“Iya iya. Kurang ajar sekali! Lihat saja aku akan menjebloskan orang itu ke penjara sana.” Tutur Jevan kesal.

...

“Jev, aku lapar...” Kataku.

“Ya ampun, pasti kamu belum makan dari kemarin ya?” Tanya Jevan.

“Iya.”

“Sebentar lagi makanannya datang kata perawat, sabar ya.” Jawab Jevan sambil tersenyum.

“Terimakasih ya, Jev. Kamu selalu ada dikala aku kesusahan.” Kataku.

“Sama-sama, Yuri. Sekarang kamu tenangkan pikiranmu dulu ya?” Tanya Jevan lagi.

“Iya.”

...

“Yuri, kata dokter... kamu haru dirawat, nak. Tidak apa-apa ya?” Tanya ayahku.

“Baiklah, yah.” Jawabku.

...

“Aku jadi ingat dokter Jae...”

“Yuri, sebenarnya kakakmu menyuruh apa sih? Sampai-sampai kamu seperti ini.” Tanya ayahku.

“Iya ayah. Jadi waktu Yuri pergi ke mall bersama Jevan, tiba-tiba kakak menelepon. Tidak biasanya dia begitu. Ternyata dia sudah pulang ke rumah, tapi di rumah tidak ada makanan sementara kakak lapar. Yuri tidak membuat makanan, akhirnya kakak menyuruhku untuk pulang. Namun sebelum itu Yuri harus membelikannya makanan pesanan kakak. Berdasarkan lokasi yang dikirim, Yuri bingung sekali yah. Dan sampai akhirnya Yuri bertemu dengan penjahat itu dan dikurung di rumah yang gelap dan penuh debu.” Jelasku rinci.

“Ya ampun.... ayah dan Jevan sudah mencarimu kemana-mana, tapi hasilnya nihil. Ayah takut sekali kamu kenapa-napa. Penjahat itu lupa ayah laporkan ke polisi, karena melihat keadaanmu yang melemah.” Jawab ayahku.

“Sudahlah, ayah. Yuri tidak mau membayangkannya, Yuri takut sekali.” Kataku pelan.

“Iya, kamu istirahat dulu ya?”

“Iya, yah.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!