Hilang

Kakakku tiba-tiba meneleponku di mall saat aku masih bersama dengan Jevan. Tidak biasanya dia seperti itu, tapi aku harus menurutinya ya walau bagaimana pun dia tetaplah kakakku. Ini semua juga karena kecerobohanku yang tidak memasak untuk sore ini, akibatnya kakakku marah-marah, tapi aku juga takut dia tidak pulang ke rumah hari ini, daripada mubazir kan. Sekarang aku sudah berada di depan lobi mall untuk menunggu taksi. Tidak lama aku menunggu akhirnya ada taksi yang berhenti tepat di depaku, supir itu bertanya padaku katanya dia mencari orang bernama Yuri, dan aku merasa bahwa yang dia maksud adalah aku. Tanpa berlama-lama, aku langsung masuk dan meminta supir untuk segera berjalan.

Ketika ku lihat ponselku, ternyata kakakku sudah mengirimkan lokasi yang dituju. Katanya dia ingin aku membelikan makanan untuknya, dan pesanan yang dia kirimkan lumayan banyak juga. Perjalananku sudah cukup jauh saat ini, jauh dari mall dan jauh dari rumahku. Baru kali ini aku menempuh jalan sejauh ini, dan aku juga tidak paham ini ada dimana. Sementara aku melihat maps, supir taksi itu tampak melihat gerak gerikku dari kaca di dalam mobil. Dari saat itulah aku merasa tidak nyaman, kenapa ya? Namun ketika aku memikirkan hal itu, aku kembali melihat ponselku dan ternyata sebentar lagi aku akan sampai di lokasi. Kenapa bisa sejauh ini sih? Hanya untuk membeli makanan saja, ada-ada saja kakakku ini.

“Pak, sudah sampai. Turun di depan saja ya?” Kataku.

“Iya, mbak.” Jawabnya.

“Terimakasih ya, ini uangnya.” Kataku.

“Mau ditunggu tidak, mbak?” Tanya supir itu.

Aku masih berpikir... tapi daripada nanti aku mencari taksi lagi?

“Boleh, pak. Saya hanya beli makanan saja kok, disana.” Jawabku sambil menunjuk rumah makan.

“Iya, mbak tidak apa-apa. Saya tunggu kok.” Jawabnya.

“Baiklah, pak.” Sahutku.

Aduh, kenapa aku merasa ada yang aneh ya? Perasaanku mengatakan kalau akan terjadi sesuatu, tapi apa? Stop, aku harus berpikir positif. Saat ini aku sedang berjalan mencari rumah makan yang disebutkan oleh kakakku untuk membelikan makanan untuknya. Sudah banyak yang aku lewati, namun aku belum menemukannya. Apa aku yang salah? Apa maps nya yang tidak akurat? Atau... ah, entahlah. Lebih baik aku cari lagi. Di kompleks kuliner sini banyak sekali lagi, gangnya juga banyak, jadi aku harus mencari dengan seksama agar tidak terlewatkan.

“Aduh, dimana lagi ya? Ini sudah di ujung, mana sepi lagi. Beda sekali dengan yang ada di depan sana.” Gerutuku.

...

Aku sudah tidak tahu lagi ini ada dimana, semua tempat telah aku kunjungi. Sekarang aku bingung sekali karena tidak tahu jalan pulang untuk kembali ke taksi tadi. Di depanku hanya ada gang kecil dan jika aku maju, ada jalan buntu. Kalau aku kembali ke belakang, aku tidak tahu itu ke arah mana, kalau ke samping kiri, sama saja. Ketika aku sedang mencari jalan keluar, tiba-tiba ada beberapa orang yang muncul dihadapanku dan mereka semua adalah laki-laki. Kok tampangnya seram sih? Apa mereka preman? Atau gangster?

“Halo, cantik? Mau kemana?” Tanya salah satu dari lelaki itu.

Aku langsung menjawab, “Hm... saya lagi mencari jalan utama dari banyak gang ini. Diamana ya?”

“Hahahahah....” Tawa mereka.

Jantungku mulai berdegup kencang, aku takut mereka akan menjahatiku.

“Jadi kamu lupa jalannya? Mau kami antar tidak?” Tanya mereka.

“Ayo, kami antar.” Tambahnya.

“Tidak usah, saya tidak apa-apa kok.” Jawabku takut.

“Mau sampai kapan kamu disini? Tahun depan? Hahahah..” Tawa mereka lagi.

“Sudahlah, ayo kami antar. Gratis!!! Tenang saja.” Kata mereka.

“Ayo...” Tambahnya.

...

Aku terdiam.

Tiba-tiba salah satu dari mereka mendekatiku dan... apa ini? Mereka membungkam mulutku dan aku mulai merasa pusing.

...

(Malam hari)

Di sisi lain...

“Yuri kemana ya? Jam segini kok belum pulang.” Kata ayahku.

Tiba-tiba Jevan menghampiri ayahku yang tengah berada di depan rumah.

“Paman? Sudah makan belum?” Tanya Jevan.

“Eh Jevan, sudah sudah. Baru saja.”

“Oh iya, Yuri sedang apa ya paman?” Tanya Jevan lagi.

“Itu masalahnya, dari tadi paman belum melihatnya. Sepertinya dia keluar, tapi belum pulang juga.” Kata ayahku.

“Hah? Belum pulang? Padahal Yuri pulang sore tadi sekitar jam setengah empat. Kok belum sampai ya?” Tutur Jevan.

“Maksudmu apa, Jev?” Tanya ayahku.

“Jadi siang tadi aku meminta Yuri untuk menemaniku ke mall, kemudian Yuri pulang duluan karena Kak Calvin menghubunginya, kami terpisah begitu saja.” Jelas Jevan.

“Calvin? Apa yang dia lakukan.” Kata ayahku cemas.

Ayahku langsung masuk ke dalam rumah untuk memanggil Calvin.

“Calvin.... Calvin!!!! Turun dulu, ayah mau bicara.” Teriak ayahku keras.

“Sabar, paman.” Sahut Jevan.

“Ada apa sih, yah? Malam-malam teriak-teriak.” Tutur Calvin.

“Calvin, kamu apakan adikmu? Kemana dia? Sampai sekarang kok belum pulang, ini kan sudah malam.” Kata ayahku dengan nada tinggi.

“Apa sih ayah? Aku tidak berbuat apa-apa. Aku hanya menyuruhnya untuk membelikanku makanan, malah aku yang harusnya marah kepadanya. Jam segini makananku belum datang juga.” Kata Calvin.

“Calvin, kamu gila apa? Adikmu kan tidak hafal jalan pulang. Bagaimana kalau dia tersesat? Atau bahkan bisa di culik? Kamu mau tanggung jawab?” Tanya ayahku marah.

“Biasa saja lah, yah. Tidak mungkin dia di culik, penculiknya akan rugi jika menculik Yuri. Dia kan tidak berguna.” Sahut Calvin.

Ayahku kesal dan akhirnya menampar kakakku, “Jaga bicaramu.” Kata ayahku.

“Bela saja terus, bela si anak sialan itu.” Kata Calvin kesal dan langsung pergi ke kamar.

...

“Jevan, maafkan dia ya? Lagi-lagi kamu melihat pertengkaran disini.” Kata ayahku.

“Tidak apa-apa, paman. Seharusnya saya yang minta maaf, karena telah membiarkan Yuri pulang sendiri. Itu karena ayahku yang memanggilku pada saat itu, dan katanya sangat mendesak. Akhirnya Yuri sendirian.” Jelas Jevan.

“Iya, Jev... sekarang yang terpenting adakah Yuri.” Jawab ayahku.

“Bagaimana kalau kita tunggu sebentar lagi, paman?” Tanya Jevan.

“Aduh, paman sangat khawatir. Ponselnya pun mati dari tadi.” Kata ayahku lagi.

“Paman tenang saja, kalau Yuri tidak hafal jalan pulang dia pasti cari alternatif lain, dia kan sangat pintar.” Tutur Jevan.

“Kamu benar juga.” Jawab ayahku.

“Eh, tapi bagaimana kalau dia di culik? Paman tidak akan biarkan hal ini terjadi. Apa kita harus lapor polisi sekarang ya?” Tanya ayahku panik.

“Tapi biasanya lapor ke polisi itu harus dalam jangka waktu 2 X 24 jam, paman.” Kata Jevan.

“Ya sudah, kalau begitu paman akan cari Yuri sendiri.” Kata ayahku.

“Kemana, paman. Jevan ikut.” Sahut Jevan.

“Kemanapun, Jev. Kita berpencar saja ya, nanti kamu hubungi paman.” Jawab ayahku.

“Iya, paman. Kalau begitu Jevan mau ambil mobil dulu.” Kata Jevan sambil keluar dari rumah.

...

Berjam-jam ayahku dan Jevan mencari keberadanku namun mereka tidak menemukanku.

(Di sisi lain)

Kini aku tersadar dari tidurku. Ketika kedua mataku terbuka, aku sadar bahwa aku sedang tidak berada di rumah. Mataku masih kabur, pusingku masih terasa , dan badanku terasa lemas, sepertinya karena efek bungkaman itu. Beberapa saat kemudian pandanganku sangat jelas sehingga aku dapat melihat semua yang ada di sekitarku. Aku bingung sedang berada dimana, tempat ini seperti rumah yang tidak terpakai lagi dan sudah banyak debu, serta gelap. Lampu disini sangat minim sekali, hanya aku saja yang mendapatkan cahayanya, sementara sekitarku sangat gelap. Apa semua ini karena beberapa laki-laki yang menghampiriku sore tadi?

Tiba-tiba pintu terbuka...

“Sudah bangun?” Tanya lelaki yang datang.

“Anda siapa? Keluarkan saya dari sini, lepaskan saya!” Jawabku tegas.

“Wah wah wah... sudah kuat sekarang? Eh sok kuat... hahah...” Kata lelaki itu.

“Apa maumu?” Tanyaku.

“Apa yang membuatmu ingin sekali menculikku?” Tanyaku lagi.

“Ya hanya ingin saja, hari ini aku belum menyiksa seseorang hahahah!” Jawab lelaki itu.

“Dasar gila! Jangan macam-macam ya?” Kataku.

“Aku sangat risih jika sehari saja tidak menyiksa seseorang. Jadi hari ini adalah giliranmu.” Kata lelaki itu.

Sontak lelaki itu mendekatiku ...

Dan...

Ternyata dia membawa pisau kecil...

“Hei! Apa yang akan anda lakukan, jangan mendekat!” Teriakku.

“Sudahlah, aku sudah gatal ingin mengukir sesuatu yang cantik di tubuhmu.” Jasab lelaki itu.

“Jangan mendekat!” Teriakku lagi.

Tanpa memperdulikanku, lelaki itu langsung menyayat lengan kanan dan kiriku, sangat terasa perih.

“Aaaaaaakkkkkkk!!!!!!!!!!!!” Rintihku.

“Bagaimana? Tidak sakit kan?” Tanya lelaki itu.

“Aaaakkkk....” Kataku lagi.

“Tapi aku belum puas jika hanya begini saja.” Tambah lelaki itu.

“Stop, aku mohon jangan lakukan itu.” Kataku lagi.

“Hahahah!!!! Baiklah, aku akan menuruti kemauanmu. Tapi jangan senang dulu ya? Besok pagi saya akan menemuimu lagi.” Bisik lelaki itu.

...

“Aw... siapa lelaki itu sebenarnya... tega sekali dia melakukan ini padaku.” Rintihku.

“Ayah... tolong aku....”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!