"Lelah sekali," ujar Aksa yang tampak berjalan dengan nafas terengah dan keringat mengucur deras dibalik kain yang ia kerudungkan menutupi kepalanya.
"Bagaimana kalau kau tanyakan berapa jauh lagi kita akan berjalan?" tanya Nata dengan lemas dan juga terengah-engah.
"Kau pikir pertanyaan rumit seperti itu cukup hanya dengan menggunakan isyarat tangan, saja?" jawab Aksa dengan nada kesal namun lemah.
"Kau kan punya ingatan fotokopi, masa kau masih tidak bisa mengerti apa yang mereka bicarakan?" Nata berjalan dengan gontai.
"Kau ini kalau lapar jadi ****, ya? Mana mungkin kemampuan mengingat bisa berubah jadi kemampuan menerjemahkan? Bukankah IQ mu itu superior di atas rata-rata. Kenapa bukan kau saja yang mencoba menerjemahkan apa yang mereka katakan?" Aksa terlihat sewot.
Nata hanya terdiam dengan wajah lesu. "Bukanya sudah kau katakan tadi. Aku **** kalau lapar," ucapnya kemudian.
Langit sudah mulai terlihat gelap. Mungkin sudah enam jam mereka berjalan kaki, menurut perkiraan Aksa, karena mereka tidak ada yang menggunakan jam. Yang dimulai dari saat matahari masih di atas kepala, sampai kini sudah benar-benar terbenam. Berjalan mengikuti dua perempuan berkuda itu, meski sudah empat belas kali mereka meminta berhenti dan istirahat dengan bahasa tubuh sekenanya.
"Kenapa mereka tidak membiarkan kita membonceng kuda-kuda mereka?" tanya Aksa lagi saat melihat dua perempuan tadi tampak sedang memeriksa apakah dia dan Nata masih mengikuti mereka.
"Mungkin mereka waspada terhadap kita," jawab Nata kemudian.
"Mungkin mereka takut dengan tampang mesum mu, Nat," sahut Aksa asal.
"Yang ada juga tampangmu yang mes--" jawaban Nata langsung saja dipotong oleh Aksa dengan teriakan.
"Nat, itu ada cahaya?! Akhirnya, kita sudah sampai, Nat!" teriak Aksa gembira karena itu pertanda dia sudah tak perlu lagi berjalan.
Tampak kemudian di ujung dari cahaya tersebut, sebuah kereta rusak dan seorang pria tua yang sedang duduk di depan api ungun. Kemudian terlihat kedua wanita itu berbincang dengan pria tua tadi, dan kemudian mereka pun diundang gabung duduk beristirahat di depan api unggun yang hangat.
"Pria tua itu mudah sekali akrab dengan orang asing yang baru saja dia kenal di tengah gurun tandus seperti ini. Apa dia tidak kuatir dirampok?" tanya Nata seraya menerima gelas berisi cairan hangat dari pria tua tadi. "Atau bisa jadi pria tua itu tahu tentang dua perempuan ini," tambahnya yang terlihat menyelidik.
"Mana ada orang yang tidak langsung akrab dengan gadis cantik seperti itu," jawab Aksa seraya menyicipi minuman hangat dari pria tua tadi. "Oh, ini teh!" tambahnya kemudian.
"Kira-kira berapa umur dua wanita ini?" Nata masih terlihat menyelidiki ketiga orang yang sekarang ada di hadapannya itu.
"Yang cewek kecil itu pasti seumuran dengan kita. Tujuh belas tahun. Sedang yang bongsor, mungkin sekitar tiga puluhanlah," jawab Aksa yang terlihat sedang menikmati teh hangat dalam cangkirnya.
"Kenapa mereka berkuda berdua saja melewati padang gersang seperti ini?" Nata masih mencoba meraba dan menebak seperti apa sebenarnya dua perempuan yang telah membantunya itu. Sifat dan alasan mengapa mereka membantunya dan Aksa.
"Entahlah. Mungkin mereka sedang liburan di Grand Canyon ini," jawab Aksa sekenanya.
Nata menatap sinis ke arah Aksa. "Daya imajenasimu itu tinggi sekali, Aks."
"Dan kau menyebut dirimu ilmuwan dengan imajenasi secetek itu?" balas Aksa dengan nada merendahkan.
Dan selepas menerima gelas berisi teh hangat tadi, yang Aksa dan Nata lakukan hanya terdiam seraya mengamati dua perempuan dan pria tua itu berbincang. Dan mencoba menduga-duga, hal lucu apa yang sedang dibicarakan, saat mereka bertiga tawa.
"Sepertinya pria tua ini terpelajar, Aks," ucap Nata lagi menyelidik.
"Benarkah? Kurasa dia seorang pedagang. Lihat dia bawa-bawa gelas lebih buat perjalanan seorang diri."
"Kalau dia seorang pedagang pasti dia punya lebih banyak barang untuk di jual. Sedari tadi yang ku lihat ditempat ini, cuma gulungan kertas dan lembaran-lembaran dengan simbol di atasnya. Mungkin itu buku. Bisa jadi dia seorang penulis? Atau kurator? Atau mungkin seorang guru?"
"Lalu kenapa bila memang pria tua itu penulis, atau kurator, atau seorang guru? Apakah kau berharap dia bisa mengerti bahasa kita? Salah satu dari tiga juta bahasa yang ada di planet ke tiga dari tatasurya di belahan galaksi lain?"
"Kenapa kau masih memasang mode sarkas? Bukannya kita sudah berhenti berjalan sekarang?"
Terlihat Aksa terdiam seolah teringat akan sesuatu, "Oh, iya. Maafkan aku. Kaki ku masih terasa pegal. Baiklah, jadi kenapa dengan pria tua berpendidikan ini?" ujar Aksa kemudian.
"Kita bisa memberi dia isyarat untuk mengajarkan tulisan dan bahasa mereka ke kita," jawab Nata setelah meneguk teh hangat dalam gelasnya.
Aksa menatap Nata. "Sepertinya kau sudah kenyang sekarang" ucapnya kemudian seraya menepuk pundak Nata.
Dan tak lama kemudian, kesempatan tersebut pun datang. Tampak pria tua tadi mencoba mengajak mereka berdua berkomunikasi.
"Kurasa ini saatnya Aks, pria ini tampak penasaran dengan kita," ucap Nata saat tampak pria tua tadi berucap sambil mengarahkan tangan ke dadanya.
"Dia mungkin sedang memperkenalkan namanya pada kita."
"Couran?" tanya Aksa, yang direspon anggukan dan senyum lebar dari pria tua itu.
"Aksa," ucap Aksa seraya menyentuhkan tangan ke dada. Memberi tanggapan bahwa ia mengerti apa yang sedang pria tua itu lakukan.
"Nata." Tampak Nata juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Aksa.
Terlihat pria tua itu gembira karena telah berhasil berkomunikasi lebih jauh dengan Aksa dan Nata. Tampak kedua perempuan tadi juga ikut senang melihat hal tersebut.
Dan tak berlama-lama, Nata segera mengambil potongan ranting kecil, yang kemudian mulai menulis sesuatu di atas tanah. Hal ini direspon oleh pria tua itu dengan antusias.
"N-A-T-A. A-K-S-A," ucap Nata mengejah tulisan huruf di atas pasir yang baru saja digambarnya untuk pria tua itu. Dan berharap pria tua itu cukup pandai untuk mengerti, bahwa ia perlu mengetahui alfabet dunia ini dan cara bacanya.
Aksa menunjuk huruf tersebut kemudian menunjuk dirinya sendiri. Kemudian menunjuk pria tua itu lalu menunjuk ke arah huruf tadi. Dan setelah beberapa kali Nata dan Aksa mengulang gerakan, akhirnya pria tua itu menghambur ke arah Nata dan Aksa dengan gulungan kertas dari dalam keretanya.
"N-A-T-A. A-K-S-A." Pria itu mengejah seraya menunjukan sebuah simbol dari gulungan kertas yang ia bawa. Dan hal tersebut membuat Nata, Aksa, dan pria tua bernama Couran itu saling tersenyum gembira. Seolah mereka bertiga baru saja memenangkan lotre.
-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 295 Episodes
Comments
Degurechaff
keren gila
2022-06-16
2
Ulla Snakeblack
ha haa judul menang lotre lucu thor
2020-06-08
2
SkyLark
bingung bacanya tor
2020-05-26
1