Kini Ia mulai tertawa mencekik, membuat gema di kedua telinga Gea.
"Ibu tolong aku! Kumohon ...." bisik Gea. Ia memejamkan matanya seraya ketakutan.
"Ibu tolong aku ...."
JRENGG
Sosok itu terus mengulangi perkataan Gea. Tak banyak yang Gea lakukan selain bersembunyi di balik selimutnya. Hingga di menit selanjutnya, suara itu menghilang.
"Sial ... tubuhku kegerahan! Apa dia sudah pergi? Oh ayolah, aku belum berani membuka mataku."
Dengan perlahan Gea membuka matanya. Tatapan waspada terus mengelilingi setiap sudut. Sosok itu sudah pergi. Pintu kamar sudah tertutup rapat. Dengan cepat Ia menyingkirkan selimut tebal itu. Ia langsung mengganti posisi tubuhnya menyerong ke sebelah kiri menghadap tembok.
Matanya layu dan terkatup lagi, kini Ia sudah merasa aman. Semerbak aroma gosong mulai tercium. "Ck! Ibu ... kebiasaan sekali, kulit risolesnya pasti gosong."
Sontak membuat mata Gea langsung terbelalak.
Sosok itu kini sudah berbaring di hadapannya.
"Itu aroma dari kulit wajahku ...." Wajah itu penuh dengan luka bakar. Sontak Gea langsung berteriak kencang. Hingga teriakan itu membangunkan Gea.
"Turut berduka cita atas berpulangnya Bapak Suryo ...." Suara dari balai desa begitu menggema, membangunkan tidur malamnya yang buruk itu.
Sesekali Ia menoleh pada jam dinding. Waktu menunjukkan pukul tiga malam.
Napasnya terengah-tengah. "Tidak mungkin ... sepertinya aku salah dengar." Ia beranjak dari tempat tidur. Ia membuka pintu dan mendapati Sera yang sedang mengintip dari jendela.
"Bu," panggilnya. "Apa benar Pak Mulyo telah berpulang?"
"Ibu juga tidak percaya. Tadi sore baru saja menyapa Ibu saat hendak pergi berjualan."
****
"Baru kemarin malam aku mengobrol dengan Pak Suryo. Katanya, kita harus berhati-hati pada gedung tua di jalan depan sana," ucap Gea. Tangannya menuangkan adonan risoles pada wajan.
"Maksud Pak Suryo ... kita tidak boleh main ke sana karena memang berbahaya, karena sudah pasti banyak patah-patahan bangunan dan keroposnya kayu. Takutnya, bangunan itu roboh," jawabnya seraya memasukkan toping.
"Memangnya untuk apa membangun gedung di wilayah kecil seperti desa ini. Lebih baik membangun perumahan saja," sahut Gea. "Sepertinya dari aku kecil bangunan itu tidak pernah berubah. Tetap jelek dan kumuh."
"Tadinya gedung itu tempat penyimpanan beras, tetapi kebakaran, lalu dilakukan renovasi, tetapi tidak ada biaya ...."
Ucapan Sera mengingatkannya pada sesuatu. Tangannya berhenti mengaduk adonannya. "Apa ada korban atas kebakaran itu Bu?"
"Ada ... Mak Piah."
"Siapa dia?"
"Tetangga di belakang. Mak Piah menjadi korban karena diduga sedang memunguti beras saat itu. Kasihan, hidupnya memang sulit."
"Korbannya hanya satu?"
"Iya ... tak banyak orang-orang saat itu. Itu pun, Mak Piah ditemukan ketika hampir tiga hari lamanya."
"Tidak mungkin ... semalam pasti hanya mimpi." Pikirannya tak lepas pada kejadian tadi.
"Teruskan membuat adonannya." Sera menatap Gea. "Kenapa?"
"Tidak Bu ... aku hanya sedikit mengantuk."
"Memangnya tidak cukup tidur?"
"Iya ... semalam aku tidak bisa tidur. Entahlah ...." Gea melanjutkan membuat adonan kulit risolesnya.
"Ya sudah ... tidurlah. Biar Ibu yang menyelesaikannya," kata Sera.
"Ah tidak apa-apa, aku ingin membantu Ibu," sergah Gea.
"Tidak, simpan saja adonan itu di sana. Lanjutkanlah istirahatmu. Kau harus beristirahat dengan cukup. Pagi pukul tujuh Ibu akan membangunkanmu, kau harus pergi ke sekolah, kan?
"Iya ... aku, Via dan Radit harus membenarkan beberapa nilai yang kosong."
"Ya sudah ... pergi istirahat saja. Lagi pula, pesanan hari ini tidak terlalu banyak. Dan Ibu bisa menyelesaikannya sendiri."
"Ibu ... aku merasa takut akhir-akhir ini."
"Kenapa?"
"Sepertinya ... penunggu di gedung tua itu menggangguku Ibu." Pupil matanya mengecil, Ia tampak khawatir.
"Kenapa kau berpikir seperti itu?" tanya Sera.
"Nenek tua yang Ibu ceritakan tadi, Ia mendatangiku tadi malam Ibu. Wajahnya separuh penuh luka bakar. Ia mengenakan baju kebaya kutu baru namun sudah setengah terbakar juga." Tatapannya begitu serius. "Tolong Bu, aku takut."
"Memangnya kau sudah melakukan apa?"
"Aku tidak melakukan apa-apa Ibu. Semalam aku membeli nasi goreng Pak Suryo, lalu Pak Suryo menyuruhku, Via dan Radit untuk berhati-hati. Itu saja ...."
****
"Gea ...." Mereka datang, ya Radit dan Via. Adanya mereka pasti membuat suasana menjadi ramai.
"Gea ... kami datang, cepatlah keluar," seru mereka lagi.
Gea mengintip di jendela. Mereka sudah mengenakan pakaian sekolah dengan rapi. Hari ini hari terakhir untuk mengurus beberapa nilai yang buruk.
"Wih ... mukamu masam sekali. Apa hal buruk telah terjadi?" tanya Radit.
"Tidak." Gea menyergah pertanyaan Radit dengan cepat. "Apa kalian sudah melayat Pak Suryo."
"Belum ... sebelum kita berangkat sekolah, kita pergi melayat terlebih dahulu," sahut Via. "Ayo, nanti kita terlambat.
****
"Pak Suryo meninggal mendadak. Menurut keluarganya, Ia mengalami serangan jantung," kata Radit.
"Ya, benar sekali. Ibuku bilang, Pak Suryo meninggal karena jatuh saat berdagang." Via menambahkan ucapan Radit. "Wajahnya masih terbayang. Baru saja kemarin kita berbincang dengannya.
"Aku tidak percaya Pak Suryo telah meninggal. Baru saja aku melihat semalam Ia pulang berdagang."
"Memangnya kau melihat pukul berapa?" tanya Gea.
"Pukul satu malam. Saat itu aku harus membetulkan antenaku diluar, signal televisiku begitu buruk. Kulihat Pak Suryo sedang mendorong rodanya. Bahkan saat itu aku menyapanya," ucap Radit.
"Ya ... takdir tidak ada yang tahu," sahut Gea.
"Kasihan Deni ... bukankah Ia juga mengalami sakit keras?" tanya Via.
"Iya. Sekarang Ia sedang kembali ke kampung asalnya. Pasti rasanya sangat menyakitkan mendengar kabar ini di kampungnya."
"Kalau bukan dari Pak Suryo, mereka harus mengandalkan siapa lagi ya? Kasihan ... mungkin Ibunya Deni juga akan kembali ke kampungnya," balas Radit.
"Kuharap Deni kembali pulih agar bisa membantu Ibunya, Aku tak bisa membayangkan kejadian ini," sahut Gea.
Tak terasa mereka sudah sampai di rumah Suryo. Bendera kuning telah terpasang di pagar rumahnya. Tampak orang-orang pun sedang sibuk menyiapkan keranda dan tempat pemandiannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Rena Ryuuguu
Sempat lupa waktu sampai lupa mandi, duh padahal butuh banget idung dipapah😂
2024-08-25
0