"Gea, bangun." Terdengar samar-samar suara Sera membangunkan Gea.
"Ibu!" Gea langsung memeluk Sera dengan cepat. Air matanya berderai. "Tolong aku Ibu! Dia datang! Dia menggangguku lagi Ibu!"
Terlintas di pikiran Gea, Ia takut bahwa Ia bukan Sera. Gea melepas pelukannya. Gea mulai menjauh. "Ibu ... Ibu siapa?"
Sesekali Sera merangkulnya lagi tetapi Gea melepaskannya lagi. "Ada apa?"
"Pergi! Ibu bukan Ibuku!"
Sera keheranan. "Ada apa Gea? Ini Ibumu! Siapa? Siapa yang telah mengganggumu?"
Gea menangis di pojok tembok. "Nenek Itu! Dia menggangguku lagi! Aku takut Ibu."
"Ini Ibu Nak ...."
Sera bergegas mencari orang lain di luar.
"Aduh ...." Raut wajahnya tampak kebingungan. Ia melihat sekitar.
"Radit!" panggil Sera.
Berpapasan dengan Radit yang kala itu sedang menggeliat. Wajahnya terlihat mengantuk, sepertinya Ia baru saja terbangun dari tidurnya.
"Radit sini!" panggil Sera lagi.
"Ngh?" Radit menggisik kedua matanya. "Ada apa Bu?"
"Sini ...." Sera memanggilnya lagi.
"Iya tunggu ...." Radit memakai sendalnya, lalu mendatangi Sera.
"Percepatlah langkahmu," ucap Sera.
"Ada apa, Bu?" tanya Radit polos.
"Temani Gea sebentar. Tolong jangan ditinggalkan. Ibu akan pergi ke Kakek Wono."
Kakek Wono adalah orang pintar di desanya. Ia pandai sekali berinteraksi dengan makhluk halus. Tepatnya, mengobati yang bersangkutan dengan hal-hal ghaib.
"Memangnya Gea kenapa?" Dengan panik Radit langsung berlari ke dalam rumah melihat keadaan Gea yang saat itu sedang menangis ketakutan. "Kau kenapa Gea?" ucap Radit.
Gea memeluk Radit dengan erat. "Tolong! Tolong aku Radit! Dia ada di sini! Dia menggangguku! Aku tak tahu lagi harus bagaimana tapi tolong aku!"
"Iya tapi ...."
Wajah Radit memerah. Ia pengap karena pelukan erat dari Gea.
"Iya tapi ... jelaskan secara perlahan! Aw—"
"Dia menyamar jadi Ibu. Wajahnya terbakar ... senyumnya lebar. Tak bisa kujelaskan dengan rinci, karena dia akan datang kembali. Percaya padaku. Aku tak ingin bertemu dengannya lagi. Kumohon ... tolong aku!"
"Tenanglah Gea ... aku di sini sudah bersamamu. Tenangkan dirimu, dia tak akan kembali."
"Dia akan kembali! Radit! Percayalah!"
Lagi-lagi Gea berteriak. "Radit! Dia ada di belakangmu." Mendengar teriakan Gea, Radit ikut memojok di tembok.
Gea melihat sosok itu berada di belakang Radit. Ia sedang berdiri menatap Gea. Wajahnya terlihat marah.
"Tidak! Tidak pergi! Jangan kembali! Memangnya."
"Tenanglah Gea! Aku jadi takut!"
Tangis Gea mulai pecah. "Tidak Radit! Dia kembali! Sudah kubilang dia kembali, Radit! Wajahnya marah. Tolong aku! Aku tak melakukan apapun, Ia saja yang tiba-tiba datang!"
****
"Kau memikirkan apa tentang gedung itu?" tanya Wono pada Gea.
Gea memeluk Sera. "Aku hanya memikirkan penghuni di sana—" (ucapannya langsung disergah).
"Pikiran yang kuat akan mengundang mereka. Mengapa kau berpikir seperti itu?"
"Karena Pak Suryo mengatakan bahwa kita semua harus berhati-hati. Aku tidak percaya pada cerita omong kosong itu!" ucap Gea dengan keras kepala. "Masih saja menganut hal-hal semacam itu."
Mata Wono terbelalak menatap tajam ke arah Gea. "Jaga lisanmu itu! Mereka ada. Mereka datang karena pemikiranmu itu. Jangan pernah bermain-main dengan mereka."
Wono langsung mengeluarkan keris kecil seraya mulutnya yang terus berkomat-kamit. Tangannya bergetar, perlahan Ia arahkan pada matanya. Wono meniupnya. Tangannya mengusap mata Gea. "Pyuhhh!"
Hingga saat itu membuat Gea tak sadarkan diri.
"Jika dibiarkan, mata batinnya akan terus terbuka. Dimensi lain mengajaknya agar bisa melihat mereka. Semua itu akibat dari kegegabahan Gea."
"Jangan pernah meninggalkan Gea dalam daerah yang mungkin akan memicu pemikiran seperti itu lagi," lanjut Wono. "Sekarang ... istirahatkan Gea di tempat tidurnya. Jangan ada yang membahas ini lagi padanya."
"Baik Kek."
"Radit, bantu Ibu membawa Gea ke kamarnya," pinta Sera pada Radit.
"Baik Ibu," jawab Radit.
Sera dan Radit menopang tubuh Gea menuju kamarnya.
"Radit ... kau jaga Gea terlebih dahulu," pinta Sera.
"Tapi Ibu—" (ucap Radit disergah Sera, yang kala itu juga Radit ketakutan).
"Sudah! Tidak akan terjadi apapun. Kau tetap di sini bersama Gea. Kalau Gea sudah mulai sadar, kau jangan membahas ini ya ... kau tahu kan Gea sifatnya sangat penasaran? Maka hindarilah."
"Ba–baik Ibu."
Raut wajah Radit penuh dengan rasa takut. "Aduh Gea ... kumohon. Cepatlah sadar! Kau merepotkanku saja. Kau pikir aku tidak takut? Perutku mulas Gea ... aku ingin buang air besar. Kumohon cepatlah sadar! Lagian kau ini aneh-aneh saja."
****
"Memangnya aku kenapa?" tanya Gea. Pikirannya terasa terbatas. Gea menjadi tak mengingat hal-hal yang sudah terjadi diwaktu dekat-dekat ini.
"Kau tidak mengingatnya? Kau jatuh di halaman rumahmu!" jelas Radit. "Gea ... kumohon, aku ingin sekali buang air besar. Tapi Ibumu tak mengizinkanku, sedari tadi aku harus menjagamu."
"Pergilah cepat, lagi pula aku baik-baik saja," jawab Gea.
"Ibumu menyuruhku agar tidak meninggalkanmu," ketus Radit. "Aduh, aku sudah tak kuat. Semuanya sudah berada di ujung." Radit menekuk kakinya.
Tak lama, Sera membawakan camilan. "Radit, Gea .. makanlah."
"Tapi Ibu ...." Ucapan Radit lagi-lagi dipotong Ibu.
"Makanlah dulu. Kau belum mengisi perutmu, kan? Maka dari itu makanlah bersama Gea."
Gea tersenyum hendak tertawa menatap raut wajah Radit yang sudah semakin memerah.
"Bu! Tolong!"
"Kau selalu saja beralasan. Ibumu selalu mengeluh, katanya kau selalu bermain play station di warung internet sana. Jangan seperti itu Radit, hari ini kau harus menjadi anak rumahan." Sera terus mengoceh pada Radit.
"Bu ...." Raut wajah Radit sudah memerah. "Buk-an perihal itu—"
"Makan dahulu, Ibu tunggu sampai kau mengunyah makanannya. Tubuhmu sudah kering kerontang. Ayo makanlah! Tak usah malu-malu anggap aku Ibumu," oceh Sera.
"Bukan begitu, tapi—"
BROTTTT
Suara itu mengagetkan Gea dan Sera.
"Radit? Yang berbunyi itu .... suara apa?" tanya Sera, terkejut.
Gea tertawa terbahak-bahak. "Cepatlah Radit, jangan sampai semuanya terlambat."
"Sudah kubilang! Perutku mulas. Izinkan aku pergi ke kamar kecil," ketus Radit seraya berlari. "Aku sudah menahannya setengah jam. Kalian tega sekali."
****
"Sebenarnya, apa yang telah terjadi Bu? Rasanya ingatanku telah hilang. Aku lupa tentang kejadian kemarin, aku terkejut saat melihat aku berbaring di kamar."
"Oh iya? Memangnya kau tak mengingat bahwa tadi Radit menolongmu? Katanya kau terjatuh. Sekarang ... tak usah pikirkan semua itu. Beristirahatlah." Sera menyelimuti Gea seraya mencium keningnya. Sera mengusap kepalanya. "Pulihlah seperti dahulu."
"Huh ... lega." Radit kembali. "Mana makanannya?"
"Kau berharap apa? Makanannya telah kuhabiskan. Lama sekali. Memangnya kau telah mengeluarkan apa dari dalam perutmu? Bom?"
"Wajar saja ... aku menjagamu sudah hampir setengah jam. Kala itu aku harus menahan rasa sakit pada perutku. Ya sudah ... aku pulang saja. Jaga dirimu baik-baik, aku sibuk."
"Ya ... pergilah. Terimakasih atas jasamu." Gea mengingat sesuatu. "Hei Radit!"
Radit menoleh. "Apalagi? Kalau kau rindu padaku, temui aku esok hari."
"Malas sekali. Kau mahu kemana?"
"Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan."
"Apa? Bukankah selama ini kau hanya so sibuk saja? Apa pekerjaan yang kau akan selesaikan itu? Ayo ... beritahu aku," ucap Gea, menyepelekan.
Radit mengambil ancang-ancang untuk berlari. "Menyelesaikan level terakhir di game perang." Ia langsung berlari dengan kencang.
BLUGGG
Radit menutup pintunya dengan kencang.
"Anak itu ...." Sera menggelengkan kepalanya.
"Heh! Sudah kubilang selesaikan dulu remedialmu itu!" teriak Gea.
****
"Bagaimana dengan kabarmu, Gea?" sapa tetangga Gea.
"Baik ...." Gea tersenyum, balik menyapanya.
"Bagaimana bisa kau melihat arwah itu?" tanyanya lagi.
"Arwah? Tidak. Kurasa aku tak pernah melihat arwah sekali pun. Memangnya ada apa?" tanya Gea kembali sembari keheranan.
Raut wajahnya tampak berubah. "Ya sudah ... lanjutkanlah perjalananmu. Sepertinya aku hanya berhalusinasi saja. Tetaplah berhati-hati."
Gea membalasnya dengan senyuman .
Gea melanjutkan perjalanannya. Sesekali Gea memikirkan kejadian yang sudah terjadi.
"Bukankah aku hanya terjatuh dan pingsan? Apa hubungannya dengan arwah?" tanya Gea.
Seseorang dari belakang mengagetkannya.
"Heh kocak!" teriak Radit.
Sontak membuyarkan lamunan Gea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments