Ch ~ {Tak sekuat baja}

"Keadaan Kirana saat ini cukup prihatin. Di usianya saat ini dia sudah tidak perawan lagi. Di tambah dia termasuk subur, dia hamil, Bun."

Bogeman mentah sepertinya habis menampar pipi Bunga. Hatinya bak teriris-iris oleh kehidupan kenyataan. Tatapan kosongnya mengarah keluar jendela mobil. Di sepanjang perjalanan pulang gadis itu terus mengingat semua percakapannya dengan sang dokter.

"Tolong gugurkan janin itu Buk. Dosanya aku yang tanggung." permintaan spontan Bunga katakan waktu itu.

Ali menarik garis bibirnya ke atas melihat Bunga yang tak memiliki reaksi apapun. Ia bagaikan sedang membawa patung hidup. "Semua sudah di atur Bun. Operasi akan segera di jalankan. Hanya kita yang tau kondisi Kirana. Aku jamin dia nggak akan tau soal ini. Kau juga nggak perlu banyak kekhawatiran. Kau juga tau soal kita hidup di zaman apa ini. Masa depan Kirana akan baik-baik aja. Dia akan menemukan pasangan yang akan menerimanya suatu saat nanti."

"Bagaimana dengan Om? Om nggak mungkin hidup kayak begini terus."

"Do'ain aja aku bisa menemukan jodohku nanti."

"Kalau begitu kenapa Om mau menikahi aku kalau ujung-ujungnya kita pisah juga?"

Ali tak mau berbohong, tapi jika Bunga tahu, akan menambah pikiran gadis di sampingnya.

"Om baik banget. Demi Kami, Om merelakan hidup Om sendiri. Kita nggak kenal dan sedarah. Tapi Om menolong Kami tanpa pamrih. Aku nggak tau harus membalas Om kayak gimana. Jika pernikahan ini hanya sebatas takut aku menjual keperawananku. Kayaknya Om terlalu berlebihan."

Memang benar. "Kalian sudah ku anggap sebagai keluargaku. Kau memang istriku karena buat jaga-jaga aja. Jika Kau kepikiran dengan masa depanmu yang menjanda, aku pastikan dan mencari pria yang benar-benar menyukai dan menjagamu."

Bunga menarik garis bibirnya tipis. Tatapannya masih fokus keluar jendela. "Apapun itu aku ikut aja Om. Apa pun yang Om inginkan akan aku terima."

Ali membuang napas kasar. Percuma mengajak wanita muda di sampingnya berbicara. Modenya saat ini membutuhkan banyak waktu untuk berpikir.

Mobil Ali hentikan di depan teras rumahnya. "Jika Kau sudah memutuskan hal itu, sekarang berperilaku baiklah sebisamu. Perlihatkan bahwa Kau baik-baik aja bersamaku. Hidupmu sekarang hanya pada perintahku. Besar kecilnya harus Kau ikut dan patuhi Bun."

Bunga mengangguk saja. Ia memang berniat demikian.

"Ayo kita masuk, mereka pasti sedang menunggu kita," ajak Ali.

Mereka berdua langsung keluar dan masuk ke dalam rumah. Sudah jelas, rumah itu bak istana bagi Bunga.

Baru melangkah masuk, mereka berdua di sambut dengan suara teriakan bayi menangis. Susah paya para wanita paruh baya di sana memberhentikan dan merayu bayi kecil yang masih berusia delapan bulan itu.

"Nining kemana Bik?" Ali langsung menyambut keponakannya sembari bayi itu merentangkan kedua tangannya agar Ali segera mengambilnya dari para wanita tua di sana.

"Nyuyu mama gi ma~~"

Ali tersenyum manis melihat bayi di tangannya seperti memberikan protes pada ibu kandungnya. Dengan gaya seperti membawa boneka beruang. Satu tangan saja Ali menerungkupkan bayi itu di tangannya agar lebih tenang. Orang-orang di sana malahan ketakutan dengan pembawaan pria matang itu.

"Neng Nining mah lagi ke masjid istiqlal sama gus Ilham. Nyonya sama tuan besar juga ikut kesana. Tadinya neng gelis lagi tidur, makanya di tinggal. Nggak taunya bangun, nggak lama mereka pergi," jawab Oyan.

"Mereka pesen katanya acara makan-makan entar malam aja. Neng Bunga di suruh istirahat dulu." sambung Nani.

Kedua wanita paruh baya lainnya hanya diam sembari menatap Bunga dari ujung kepala sampai kaki. Wanita muda yang menjadi nyonyanya sekarang terlalu muda. Mereka tak menyukai juga adanya Bunga yang tiba-tiba menikah dengan tuannya dengan masalah yang tak sesuai sekali dengan Ali.

Ali mengangguk sesekali sembari mengelus punggung bayi yang kembali terlelap tidur di tangannya. "Maryam udah di kasih susu belum Bik?"

"Udah dua botol Pak Dokter. Tapi masih aja nggak diam-diam," jawab Oyan.

"Ya sudah kalau begitu—Oh ya Bun. Kenalkan ini ibu-ibu yang bekerja di rumah kita."

Bunga langsung menyalami dan berkenalan dengan para wanita itu. Sekali sambutan terlihat dua wanita paruh baya lainnya tak menyukai Bunga.

Salahnya apa sampai kedua wanita itu memperlihatkan begitu terang-terangan tak menyukainya?

"Sekarang kita ke kamar dulu," ajak Ali memecahkan lamunan Bunga sekilas.

Mereka berdua melanjutkan langkah kaki sembari menaiki anak tangga yang menjulang sampai lantai atas.

"Kalau tau pak dokter itu mau menerima wanita kayak Bunga. Mendingan ku jodohkan aja sama Kejora, anak adikku. Dia lebih pantas dan lebih dewasa juga dari segi umurnya," ucap Sahrini sembari raut wajahnya begitu ilfil melihat Bunga yang berbicara dengan Ali.

"Bener katamu. Mana Kejora kan udah deket juga sama pak dokter. Dia juga sering main ke sini," ucap Idah, sepupuhnya Sahrini. Mereka sudah lama menjanda. Makanya bisa tinggal di rumah Ali. "Apa kita gangguin aja itu anak biar nggak betah dan minta pisah sama pak dokter."

Setuju, Sahrini mememang akan melakukan itu.

"Kalian jangan begitu atuh. Neng Bunga kan sudah menjadi takdirnya pak dokter," ucap Oyan membela.

"Eh Oyan. Anak kecil kayak begitu bisa apa selain menyusahkan orang," cerca Sahrini memang tidak begitu akur pada ketiga pegawai lainnya. "Pokoknya kita harus membuat pelajaran sama itu anak. Dia harus tau diri tinggal di tempat orang." Sahrini selalu bertingkah layaknya pemilik rumah di sana. Padahal ia dan Idah termasuk orang baru dari ketiga pegawai lainnya.

"Bukan orang lain Rin. Pak dokter itu suaminya neng Bunga. Awas Kamu, salah bertindak pak dokter bisa marah lagi," ucap Nani mengingatkan kesalahan Sahrini dan Idah sewaktu salah menyangka tentang Nining yang tempo hari mereka anggap wanita simpanan Ali.

"Itukan memang kita lakukan demi pak dokter. Kita juga nggak tau kalau neng Nining adiknya pak dokter. Lagian kita lakukan juga sama demi pak dokter. Kali ini pak dokter nggak akan tau kecuali kalian yang mengadu. Awas aja kalian ikut campur. Kalian juga aku seret," ancam Sahrini.

Sudah jelas kedua wanita paruh baya itu ketakutan. Salah sedikit mereka di jadikan kambing hitam lagi.

...***...

"Om cocok banget kalau punya anak." Bunga terus memperhatikan Ali yang membawa Maryam begitu tenangnya. Ali ternyata pandai sekali membuat bayi yang tadinya meraung-raung menangis sekejap saja tertidur.

"Do'ain aja secepatnya aku bertemu dengan jodohku. Kalau Kau, awas aja pacaran sebelum tamat sekolah." Ali tak mau Bunga sampai melewati batasnya.

"Tenang aja Om. Lagian aku juga nggak berniat ke sana kok. Jangankan ingin, memikirkannya aja nggak ada."

"Syukurlah kalau Kau bisa berpikiran begitu. Sekarang Kau masuklah ke kamar. Aku mau tiduri Maryam di kamarku." Ali menunjukkan dua kamar di dekat mereka.

Ali begitu memikirkan bagaimana mereka benar-benar menjadi kakak beradik, bukan sepasang suami-istri.

"Kalau ada apa-apa kekamar. Sebelum itu ketuk pintu dulu," Ali kembali memberikan peringatan.

Bunga mengangguk patuh. "Terima kasih banyak Om." ia sangat senang.

Ali tersenyum saja. Ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Bunga juga masuk. Hal yang ia lihat adalah kamar yang sangat besar dan luas. Cat berwarna pick di campur putih, menjadi ambang pembuka pemandangan matanya.

Kurang bersyukur apalagi ia. Mentalnya memang tak sekuat baja. Tapi demi Ali dan Kirana, Bunga berupaya tersenyum manis. Ia bisa melalui itu semua.

Terpopuler

Comments

Alexandra Juliana

Alexandra Juliana

Ihh dasar pembokat g tau diri, nyonya di rumah itu Bunga wlw dia msh muda ttp saja dia istri sah majikan kalian..

2024-09-29

0

Yunia Afida

Yunia Afida

semangat Bun, 💪💪💪💪💪💪

2024-09-20

0

Tutik Sriwahyuni

Tutik Sriwahyuni

weh pak dokter muna ternyata.... awas tuh nanti ada setan yg ganggu bunga, ntar nyalahin lg.

2024-09-18

0

lihat semua
Episodes
1 Ch ~
2 Ch ~
3 Ch ~
4 Ch ~ {Tidak begitu tenang}
5 Ch ~ {Tak tinggal diam}
6 Ch ~ {Tak berdaya}
7 Ch ~ {Berusaha}
8 Ch ~ {Berontak}
9 Ch ~ {Khawatir}
10 Ch ~ {Bersyukur}
11 Ch ~ {Kesal dan Kesedihan}
12 Ch ~ {Kurang nyaman}
13 Ch ~ {Histeris}
14 Ch ~ {Sebanding sama saja setara}
15 Ch ~ {Sebagai bentuk penyemangat}
16 Ch ~ {Mengambulkan permintaan}
17 Ch ~ {Cukup sadar}
18 Ch ~ {Pendekatan}
19 Ch ~ {Tak sekuat baja}
20 Ch ~ {Ketahuan}
21 Ch ~ {Jalan yang harus di pilih}
22 Ch ~ {Merasa sedikit lebih aman}
23 Ch ~ {Penuh sindiran}
24 Ch ~ {Tatapan dan teguran}
25 Ch ~ {Mengundurkan diri}
26 Ch ~ {Keputusasaan di ujung harapan}
27 CH ~ {Cahaya di tengah luka}
28 Ch ~ {Kehangatan keluarga}
29 Ch ~ {Awal yang baru}
30 Ch ~ {Antara peran dan perasaan}
31 Ch ~ {Dalam hening malam}
32 Ch ~ {Komitmen dan keteguhan}
33 Ch ~ {Tekad yang tersulut}
34 CH ~ {Permainan licik di balik dapur}
35 Ch ~ {Malam penuh rasa}
36 Ch ~ {Penuh kejutan dan tawa}
37 Ch ~ {Jejak takdir}
38 Ch ~ {Kebenaran yang memisahkan}
39 Ch ~ {Langkah terakhir bersama}
40 Ch ~ {Kembali ke rumah}
41 Ch ~ {Pilihan yang tersimpan}
42 Ch ~ {Perasaan yang tersembunyi}
43 Ch ~ {Awal dari sesuatu yang baru}
44 Ch ~ {Dilindungi}
45 Ch ~ {Undangan}
46 Ch ~ {Persiapan}
47 Ch ~ {Berbeda}
48 Ch ~ {Rencana}
49 Ch ~ {Aku aja yang tanggung jawab}
50 Ch ~ {Mengungkapkan perasaan}
51 Ch ~ {Awal yang baru}
52 Ch ~ {Frustasi}
53 Ch ~ {Istri pengganti}
54 Ch ~ {Nyaman dan aman}
55 Ch ~ {Perasaan cemas}
56 Ch {Bimbang}
57 Ch ~ {Merasa bersalah}
58 Ch ~ {Mencoba memahami}
59 Ch ~ {Jalan-jalan}
60 Ch ~ {Tegang}
61 Ch ~ {Kadang hidup itu memang aneh}
62 Ch ~ {Tamat}
63 Ch ~ {Bab Spesial}
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Ch ~
2
Ch ~
3
Ch ~
4
Ch ~ {Tidak begitu tenang}
5
Ch ~ {Tak tinggal diam}
6
Ch ~ {Tak berdaya}
7
Ch ~ {Berusaha}
8
Ch ~ {Berontak}
9
Ch ~ {Khawatir}
10
Ch ~ {Bersyukur}
11
Ch ~ {Kesal dan Kesedihan}
12
Ch ~ {Kurang nyaman}
13
Ch ~ {Histeris}
14
Ch ~ {Sebanding sama saja setara}
15
Ch ~ {Sebagai bentuk penyemangat}
16
Ch ~ {Mengambulkan permintaan}
17
Ch ~ {Cukup sadar}
18
Ch ~ {Pendekatan}
19
Ch ~ {Tak sekuat baja}
20
Ch ~ {Ketahuan}
21
Ch ~ {Jalan yang harus di pilih}
22
Ch ~ {Merasa sedikit lebih aman}
23
Ch ~ {Penuh sindiran}
24
Ch ~ {Tatapan dan teguran}
25
Ch ~ {Mengundurkan diri}
26
Ch ~ {Keputusasaan di ujung harapan}
27
CH ~ {Cahaya di tengah luka}
28
Ch ~ {Kehangatan keluarga}
29
Ch ~ {Awal yang baru}
30
Ch ~ {Antara peran dan perasaan}
31
Ch ~ {Dalam hening malam}
32
Ch ~ {Komitmen dan keteguhan}
33
Ch ~ {Tekad yang tersulut}
34
CH ~ {Permainan licik di balik dapur}
35
Ch ~ {Malam penuh rasa}
36
Ch ~ {Penuh kejutan dan tawa}
37
Ch ~ {Jejak takdir}
38
Ch ~ {Kebenaran yang memisahkan}
39
Ch ~ {Langkah terakhir bersama}
40
Ch ~ {Kembali ke rumah}
41
Ch ~ {Pilihan yang tersimpan}
42
Ch ~ {Perasaan yang tersembunyi}
43
Ch ~ {Awal dari sesuatu yang baru}
44
Ch ~ {Dilindungi}
45
Ch ~ {Undangan}
46
Ch ~ {Persiapan}
47
Ch ~ {Berbeda}
48
Ch ~ {Rencana}
49
Ch ~ {Aku aja yang tanggung jawab}
50
Ch ~ {Mengungkapkan perasaan}
51
Ch ~ {Awal yang baru}
52
Ch ~ {Frustasi}
53
Ch ~ {Istri pengganti}
54
Ch ~ {Nyaman dan aman}
55
Ch ~ {Perasaan cemas}
56
Ch {Bimbang}
57
Ch ~ {Merasa bersalah}
58
Ch ~ {Mencoba memahami}
59
Ch ~ {Jalan-jalan}
60
Ch ~ {Tegang}
61
Ch ~ {Kadang hidup itu memang aneh}
62
Ch ~ {Tamat}
63
Ch ~ {Bab Spesial}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!