Pergerakan Andrean berhenti di kala suara seseorang mengetuk pintu bagian depan. "Sialan!" umpatnya. Ia pun memberikan kode pada Bunga untuk diam. "Jika Kau mengeluarkan suara sedikitpun, bahkan mengadu. Bukan saja Kau dan adikmu yang mati. Ibumu juga akan mengikuti jejakmu. Ingat itu Bun," ancam Andrean sembari berbisik.
Bagaimana mau menjawab dan mengadu, mulut gadis itu saja sudah di sempal menggunakan kain. Walaupun seperti itu, Bunga tak akan menyerah, ini satu-satunya cara menyelamatkan ibu serta adiknya.
Andrean menatap tajam pria yang berdiri di hadapannya sesaat pintu terbuka. Tampang gagah yang di pancarkan Ali, mengingatkannya pada pertemuan mereka. Sekilas wanita yang ia sukai menegur pria di hadapannya itu. Alih-alih takut ketahuan tentang penyakitnya, Andrean harus segera mengusir Ali sebelum memberitahukan kekasihnya.
"Apa Bunga ada di dalam Pak?" Ali memperhatikan Andrean menimbulkan kecurigaan. Bau tak sedap juga tercium begitu menyengat dari dalam rumah.
Apa mungkin ini tempat dekat dengan pembuangan sampah? Tapi kenapa berasal dari dalam rumah? Ali berhasil menemukan rumah itu melalui aplikasi dari ponselnya. Ia bukan tak terperanjat lagi dengan tempat yang kurang layak untuk di tinggali.
Sudah tak layak masih saja di tempati. Kisah Bunga yang diberitahukan oleh Gon tenyata memang adanya. Ali sangat menyayangkan akan hal itu.
Ia sebenarnya sudah menghubungi Gon dan Daniel untuk datang ke lokasi setelah mendengar suara seseorang dari seberang telepon. Sepertinya Bunga mengalami kejadian yang kurang baik. Ali butuh saksi dan tak mau ambil tindakan sendirian.
Akan tetapi rumah itu terlihat tidak ada orang lain selain pria di hadapannya. Memperhatikan kembali wajah Andrean, Ali mengerutkan kedua alisnya. 'Bukannya dia orang yang di panggil Donita sayang.' Ali jadinya kepikiran dengan kesehatan teman wanitanya itu.
"Enggak ada di sini yang namanya Bunga. Kayaknya Kau salah alamat." bohong Andrean. Ia ingin Ali secepatnya pergi. Secara garis besar pria itu langsung mengingat nama pria yang di sebut anak sulungnya itu. Sepertinya pria di hadapannya itu adalah pria yang sudah menikmati tubuh anaknya.
Tanpa bertanya nama pria itu, Andrean sudah yakin dengan cara berpakaian Ali yang terlihat sekali seperti orang yang bergelimangan harta. Haruskah ia berterimakasih dengan jumlah uang yang telah di berikan pria itu? Ah, itu membuang-buang waktu saja untuk melanjutkan permainannya yang belum usai.
Andrean juga tak mau pria di hadapannya semakin mencurigai dan bertanya-tanya tentang uang yang telah ia pakai untuk membeli motor barunya.
Sedangkan di sisi Ali, masa sih ia salah alamat? Ali melirik sendal di bawah kakinya. 'Bukannya ini punya Bunga?'
Kecurigaan Ali menjadi-jadi sesaat suara seseorang memukul dinding kayu dari dalam rumah dengan cukup keras. Andrean sendiri mengumpat serapah untuk anak sulungnya.
"Ngapain Kau melamun? Pergi sana! Buang-buang waktu aja." Andrean menutup pintu. Ia tak mau Ali menjadi curiga.
Sedangkan Ali masih tak yakin jika gadis itu tak berada di dalam sana. Ia pun kembali mengetuk pintu sembari menelepon ponselnya. Suara dinding dari arah samping membuat Ali ingin memastikan suara apa itu.
Andrean kembali masuk ke kamar, ia tak menghiraukan Ali yang kembali mengetuk pintu. Pasti pria di luar sana sudah curiga. Ia langsung menghantam Bunga dengan pukulan. Gadis itu meringis kesakitan. Hidungnya mengeluarkan cairan merah kental. "Mau cari mati Kau?" Andrean mencengkram wajah Bunga.
Apa tidak ada jalan lagi untuk Bunga selamat? Bunga menjatuhkan air mata. Tubuhnya kali ini bagaikan di hantam palu besi. Andrean masih menyiksanya tanpa henti.
Sedangkan Ali tak mendapatkan sahutan dari seberang telepon dan pria dari dalam rumah itu lagi. Ia menjadi bimbang, apakah Bunga memang tak berada di dalam sana? Masa sih ponselnya kali ini mengalami eror.
"Gimana Li, ada Bunganya?" tanya Gon, ia akhirnya datang bersama Daniel dan pihak kepolisian, serta tenaga medis lainnya.
"Ini kenapa banyak banget kalian ngajak orang?" tanya Ali kebingungan dengan kelakuan kedua temannya itu.
"Bukan kayak begitu Bro. Kami dapat laporan dari perawat bahwa kebetulan banyak pasien yang terjangkit HIV kurang lebih dua puluh orang hari ini," jelas Gon.
"Buset! Banyak amat!" Ali terperanjat.
"Mereka juga mau mengadu sama bapak polisi ini bahwa rata-rata mereka tidur dengan ayahnya Bunga. Makanya kami bawa bapak polisinya ke sini. Eh... Enggak taunya ini kebetulan atau keajaiban, mereka juga menerima laporan tentang penyalahgunaan obat-obatan terlarang yang menyeret nama ayahnya Bunga." jelas Daniel.
Ali semakin terperanjat. "Tapi kata dia," Ali menunjuk Andrean yang tengah berada di dalam rumah. "Enggak ada namanya Bunga di sini." Ali pun berpikir. Tak lama ia melebarkan kedua mata di ikuti Daniel dan Gon. Jangan-jangan ada sesuatu dengan kedua wanita muda yang mungkin saja memang berada di dalam rumah itu.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Mereka bertiga tak susah-susah menyuruh pria yang berada di dalam rumah itu keluar. Belum apa-apa Andrean kembali membuka pintu lagi. Ia mendengar suara keributan dari luar rumah. Ia sangat geram dan ingin sekali menyingkirkan pria yang terus mengganggunya.
Betapa terkejutnya ia sesaat melihat banyaknya orang yang mengerubungi tempat itu. Ia saja langsung di tangkap polisi. "Apa-apaan ini?" kedua tangan Andrean di borgol. Ia juga berontak sembari di seret keluar.
Keramaian tempat itu semakin menyelimuti disaat para warga berdatangan. "Anda bisa bertanya dan menjelaskannya di kantor polisi."
"Aku nggak mencuri maupun maling. Memangnya kenapa aku harus mengikuti kalian?" Andrean tak terima. Selain itu juga ini sangat berbahaya jika pihak kepolisian melihat kedua anaknya berada di dalam rumah. "Lepaskan!"
"Pencuri sama maling sama aja. Sama-sama mengambil hak orang lain. Anda bukan mencuri tapi pengguna obat terlarang. Dan bahkan Anda menyebarkan penyakit," balas salah satu polisi itu agar Andrean diam.
Bukannya pria itu diam, Andrean semakin berontak. Ia terus berbohong untuk menyelamatkan dirinya. Polisi juga tak banyak menjawab selain meminta Andrean mengikuti proses pemeriksaan dan membawa pria itu masuk ke dalam mobil.
Sedangkan polisi lainnya masuk menggeledah rumahnya. Salah satu dari empat orang yang masuk keluar lagi. "Kami serahkan pada tenaga medis. Bahaya jika ada yang menyentuh mereka. Posisinya juga mereka nggak menggunakan baju."
Ali, Gon, dan Daniel mendelik, menatap satu sama lain. Dugaan mereka ternyata benar. "Pakek ini Li, gue bawa." Gon membawa alat pelindung diri agar mereka tak terkontaminasi penyakit berbahaya tersebut. Lagian ia tadinya hanya jaga-jaga saja. Namun firasatnya kali ini tidak meleset.
Ali, Gon, dan Daniel menggunakan alat tersebut secepat mungkin. Setelahnya mereka masuk. Betapa terkejutnya melihat kondisi Bunga dan Kirana.
"Lo selamatkan Bunga. Anak ini, biar kami aja," perintah Daniel pada Ali.
Ali mengangguk sembari menutup gorden agar semua orang tak melihat Bunga yang seketika saja air mata Ali menetes. Ia pun mengapus cepat sebelum di lihat Bunga. Ia berjalan mendekati dengan sayup-sayup Bunga melihat Ali.
Tatapan sendu gadis itu seperti memiliki sebuah harapan untuk bertahan hidup.
Ali membuka kain yang menutup mulut Bunga terlebih dahulu. "Bertahanlah, aku akan menyelamatkan kalian berdua."
Bunga menarik napas, lalu mengeluarkan secara perlahan. Air matanya mengalir begitu leluasa. Ia akhirnya bisa bertemu dengan pria yang lagi-lagi menyelamatkannya. "Aku belum di apa-apakan sama bapak, Om. Tapi tolong selamatkan Kiki. Dia sudah menjadi makanan sama bapak," ucap Bunga. Ia sangat membutuhkan pertolongan Ali untuk menyelamatkan adik kesayangannya.
Menyusahkan Ali kali ini mungkin tak akan membebankan pria itu. Bunga juga tidak tahu harus meminta pertolongan dari siapa lagi kecuali hanya pada Ali. Bunga berjanji akan membalas kebaikan Ali setelah ia sehat kembali.
Ali mengangguk. Ia malahan kepikiran dengan tubuh gadis yang mengalami penyiksaan teramat keji itu. Terlambat sedikit saja, sepertinya Bunga tak akan bisa bertahan.
Walau kondisi Bunga seperti itu, ia lebih memikirkan adiknya. Kasih sayang yang begitu besar. Apakah setelah ini Bunga masih bisa menjalankan hidupnya? Ali semakin khawatir.
"Tenang, semuanya akan baik-baik aja. Ada aku di sini yang akan menolongmu." Ali berkata demikian agar Bunga tak perlu cemas berlebihan. Bunga sendiri pada akhirnya bisa bernapas lega.
"Apa Kau sudah berhubungan dengan bapakmu?" Ali memastikan kembali dengan pertanyaan yang lebih menyayat hatinya sembari melepaskan jaket dan menggunakan pada Bunga.
Sepertinya ini sudah cukup untuk menutupi tubuh polos gadis itu. Jaket Ali cukup kebesaran di tubuh Bunga, sampai-sampai kepala dan tubuhnya tenggelam.
"Aku belum di apa-apakan sama bapak, Om."
Ali selesai menutupi tubuh Bunga. "Kau pasti nggak kuat jalan keluar, aku izin menggendongmu. Kita akan melakukan pemeriksaan dulu untuk memastikan Kau tertular atau nggak. Setidaknya kita semua yakin Kau juga dalam keadaan baik-baik aja."
Bunga memegang erat tangan Ali sebelum pria itu membawanya keluar. "Tapi Om, aku nggak bisa bayar rumah sakit. Uang yang Om kasih, habis di ambil bapak. Aku nggak tau bapak masih menyimpannya apa enggak." Bunga berusaha kuat untuk berpegang teguh pada Ali agar tubuhnya bisa duduk dengan sempurna. Ia harus menjelaskan bahwa ia tak akan bisa membayar biaya pengobatan itu.
"Lebih baik Kau pikirkan kesehatanmu aja. Soal biaya dan lainnya serahkan sama aku. Nanti kita bahas setelah Kau di katakan sembuh oleh pihak medis."
Bunga kembali menjatuhkan air mata sembari mengangguk. Betapa baiknya pria ini. Bunga berhutang budi pada Ali. Ali sendiri mulai menggendong Bunga. Ia menyembunyikan perasaan sakit yang tak terhingga menusuk kalbunya.
Seorang pria, suami dan bahkan ayah. Begitu tega berbuat demikian. Apa alasannya melakukan itu semua? Sepertinya ia tidak ingin mengetahui alasan dari pria bejat itu. Kalau Ali tak mengingat dosa dan hukum dunia, sudah ia lenyapkan Andrean.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yus Warkop
,biarkan si andrean busuk dipenjara
2025-01-05
0
Ekha, S
hukum aja tuh bapak ngk tau diri 😠 mati aja sekalian kau dalam penjara 😠
2024-09-10
0
Tutik Sriwahyuni
jangan didepan tuh bapak laknat, kasih hukuman yg berat biar sekalian tamat di penjara bia gk nyebarin penyakitnya n nyiksa anaknya
2024-09-02
1