Ali masih tak juga mendapatkan sahutan dari gadis itu. Ia pun menghampiri sekolah yang di tunjukkan pada salah satu temannya.
"Mau cari siapa Pak?" Anton_Scurity penjaga gerbang sekolah. Ia menghampiri seseorang pria yang baru turun dari mobil mewahnya.
"Apa di sini ada murid bernama Bunga?" Ali melirik sekilas dalam sekolah. Terlihat siswa maupun siswi berkeliaran di lapangan. Matanya masih tak menemukan wanita yang semalam belum ia temui lagi.
"Kelas berapa ya Pak? Soalnya di sini nama Bunga itu ada empat atau lima gitu."
Ali kembali membuka ponselnya untuk melihat data lengkap wanita muda itu. "Ini Pak orangnya." ali menunjukkan layar ponselnya.
"Oh ini, tunggu sebentar di ruang tunggu ya Pak. Mari saya antarkan."
Ali mengikuti scurity masuk ke dalam area sekolahan. Wajah tampannya tampak sekali bersinar di kalah terik matahari maupun angin menerbangkan rambut hitam pria itu. Tubuh tinggi yang tegap, body berisi, kulit putih bersih, serta pakaian yang terlihat pria itu mapan. Sungguh, menjadi lirikan para siswa, siswi yang berada di dalam kelas. Tak lupa pula guru-guru yang melihat ikut terpanah dengan ketampanan Ali.
Pria itu dengan santainya juga tak memperdulikan lingkungan sekitarnya yang di setiap kaca jendela di penuhi orang-orang yang melihat ke arahnya. Gempar, iya. Berita itu akan menjadi trending di sana.
Ali duduk sembari menunggu wanita yang belum juga menampakkan batang hidungnya. Malahan pria itu melihat pria gembul dari atas sampai bawah, kepala bagian atas botak, tentunya berkaca mata. Wibawa pria itu langsung menyalami Ali. "Saya Lukman, kepala sekolah di sini."
Ali sudah pasti mengerutkan kedua alisnya mendalam. Di sini ia ingin menemui wanita yang harus mendatangi berkas untuk operasi ibunya. Kenapa sekarang kepala sekolah itu yang seakan-akan ingin menyampaikan sesuatu.
"Ali," balas pria itu dengan santai dan ikut duduk di kalah pria setengah paruh baya itu menyuruhnya duduk.
"Bunga hari ini meminta izin tidak masuk sekolah Pak Ali. Ada apa gerangan Anda mencarinya?" kecurigaan pria tua itu menjadi dominan, di kala nama trend Bunga sebagai ayam kampung sudah sampai ke telinganya. Ia sangat menyayangkan sisi buruk gadis pintar di sekolahan itu.
Ali tak pula menanyakan tentang gadis yang ternyata tidak sekolah hari ini. Tak mungkin juga ia berkata tidak tahu tentang adik angkatnya jika mengaku sebagai kakak. "Kebetulan ibunya sedang ingin menjalankan operasi. Saya ke sini mencarinya karena ponsel anak itu nggak bisa di hubungi. Saya kira Bunga kembali ke sekolah setelah saya suruh masuk. Ternyata teman saya menyarankan Bunga harus hadir."
"Maaf ya Pak, kalau boleh tau Anda ini siapanya Bunga?" secara ini menjadi pertanyaan sensitif di saat menyangkut nama Bunga.
"Saya sebenarnya kakak angkat Bunga. Saya kebetulan bekerja sebagai dokter."
Wajah yang tadinya penuh kecurigaan, sekarang terlihat jauh berubah enak di pandang oleh Ali.
"Saya sampai sekarang juga belum mendapatkan konfirmasi dari Bunganya langsung tentang penyakit dari ibu kandungnya. Kabar-kabar gejala paru-paru, ada yang juga bilang komplikasi. Maaf saya belum tau akan hal itu." Lukman menjadi tak enak hati. Ali juga sama. Sepertinya penyakit wanita yang terbaring di rumah sakit itu tidak di ketahui orang lain. Ya, memang sensitif itu.
"Kebetulan Anda sebagai Kakak pastinya sudah tau bagaimana kondisi Bunga. Dia itu pintar Pak, sebenarnya. Dia juga dulunya mendapatkan nilai terbaik sampai-sampai saya dan guru di sini memberikan bantuan perbulan dan beasiswa untuk anak itu. Namun anehnya bantuan dan sikap anak itu berubah. Uang yang seharusnya di kumpulkan untuk bayar sekolahnya menjadi hilang begitu saja."
Ali terus mendalami kedua alisnya.
"Sudah itu, Bunga berubah besar semenjak kelas dua ini. Nilainya merosot, sekolah sering terlambat, sering juga berkelahi dengan teman-temannya termasuk, maaf ya Pak, katanya dia menjadi simpanan om-om. Anak-anak juga memanggilnya ayam kampung." Lukman tertawa tidak enak hati menyampaikan berita tersebut. Jika tak tersampaikan, nama baik sekolah itu menjadi taruhannya.
"Makanya sekarang beasiswa yang di dapat Bunga kami cabut, karena tak sesuai dengan prosedur yang kami tawarkan. Sekarang saja SPP dan bayaran lainnya anak itu sudah nunggak lebih tiga bulan. Jika tidak bisa di bayar hari ini, terpaksa kami mengeluarkannya." jelas pria itu panjang lebar.
Ali mengangguk-angguk. Ini terlalu berat untuk ia pikirkan. Laporan dari sekolah gadis itu seperti ini. Sudah jelas Ali semakin tidak ingin tinggal diam. Ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu. Mengapa ia berbuat demikian?
Ali tampaknya harus ke hotel lagi sebelum gadis itu di usir karena sudah mulai jam-jamnya cek out. Ia kira Bunga akan langsung pergi sesaat ia tak datang. Agaknya wanita itu masih setia pada pekerjaannya. "Untuk semua biaya yang menyangkut tentang Bunga, tolong segera kirim ke email saya aja. Nanti saya yang akan melunasi semuanya."
Pria bertubuh gempal itu tersenyum. "Tentu saya kirim secepat mungkin. Dan saya harap adik Anda itu dapat di nasehati selama belajar di sini. Sayang sekali, dia sekarang sudah kelas tiga. Beberapa bulan lagi dia akan lulus. Jika nilainya tak memadai, bisa-bisa dia tidak lulus nantinya."
"Nanti saya usahakan."
...***...
Wanita cantik yang terkulai di kasur kumuh itu mulai melepaskan pelukan sang kakak. "Bubun."
Bunga menjawab dengan anggukan sesekali. Ia belum bisa menjawab karena dadanya begitu sesak.
"Bubun harus pergi sebelum bapak pulang."
Bunga menggeleng pelan. "Aku akan memberikan pelajaran buat orang yang nggak sama sekali menghargai kita, Ki."
Suara motor terdengar jelas berhenti di depan rumah mereka. Ketakutan yang di pancarkan Kirana sontak mengeratkan pegangannya ke lengan Bunga. "Bubun cepatlah pergi sekarang. Ba—pak," gadis itu tak bisa melanjutkan perkataannya sesaat pria yang telah berbuat kasar terhadapnya telah hadir di belakang Bunga.
"Bagus! Anak kesayangan bapak ternyata udah pulang." Andrean menarik paksa Bunga keluar. Pria itu kini akan meluapkan segala emosional untuk menghabiskan hasratnya pada anaknya yang satu ini.
Ya, sudah jelas Andrean sebagai pria tak luput dari rasa ketagihan dan suka pada anaknya sendiri. Jiwa kelakian pria itu miliki, ingin juga mencicipi tubuh gadis yang bentuknya saja begitu luar biasa agar bisa di nikmati.
Perdebatan itu cukup ramai sampai Kirana yang ingin membela kakaknya berusaha mati-matian bangkit. Tubuh yang di gerakkan saja rasanya tak sanggup namun, semangatnya untuk berjuang tiada henti. Kebetulan suara benda yang terus bergetar di sampingnya. Kirana tak bisa menyambut panggilan itu. Ia berusaha mengusap-usap dan mencari tombol agar dapat berbicara pada seseorang yang menelepon.
Kebetulan Kirana pernah melihat teman-temannya suka memegang benda pipih itu. Tangannya yang gemetar, terus berusaha di gerakkan sampai ponsel itu terjatuh dan menimbulkan retakan di layar ponsel. Sebisa mungkin Kirana menggerakkan tubuhnya untuk mengambil ponsel yang terlempar cukup jauh.
Ia bergerak mengesot sampai tangannya bisa meraih. Alhasil ia bisa mengusap sembarangan arah layar ponsel itu.
"Kau di mana sih?" tanya Ali yang mencari Bunga di hotel itu juga tidak bertemu.
"Siapa pun itu, tolong bubun." Kirana tak dapat menahan lagi sesak di dadanya sesaat suara Bunga dan ayahnya yang terdengar berseteru cukup kuat. Suara barang-barang di luar kamar juga terdengar banyak berjatuhan. Ia juga berusaha bergerak untuk membela kakaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yus Warkop
semoga gak terlambat
2025-01-05
0
Ekha, S
Selamatkan bunga Li😢
2024-09-01
1
Nar Sih
semoga ali datang tepat waktu sblm terlambat
2024-08-11
0