Ch ~

Andrean mengenakan pakaian dengan santai sesaat setelah melampiaskan hasratnya. Ia berdiri dengan angkuh, sementara Kirana, gadis muda di dekatnya, masih meringkuk kesakitan. Rintihan lirihnya memenuhi ruangan kumuh itu, tubuhnya gemetar dengan air mata yang terus mengalir.

Amarah Andrean belum surut. Kekesalannya dipicu oleh permintaan selingkuhannya yang menginginkan sejumlah uang yang menurutnya terlalu fantastis. Ketidakmampuan Andrean memenuhi permintaan itu justru dilampiaskan dengan cara yang kejam kepada gadis malang tersebut.

“Inilah kalau kau nggak mau nurut Ki. Kau sendiri yang bikin semuanya susah!” cecarnya kasar.

Kirana tak menjawab, sibuk menangis dan menggigit bibir untuk menahan rasa sakit yang luar biasa. Tubuh kecilnya yang lemah hanya mampu menggenggam kain lusuh untuk menutupi dirinya.

Denting ponsel Andrean memecah keheningan. Suaranya membuat Andrean tersenyum sinis. Sebuah pesan masuk, memberitahukan bahwa nominal uang yang cukup besar baru saja masuk ke akun anaknya yang atas namanya.

“Ternyata dia sudah berhasil dapat uang dari jualannya,” tawa Andrean semakin menjadi, seolah menikmati situasi tersebut.

“Bapak… Jangan ambil uang Bubun lagi Pak,” lirih suara Kirana, menyebut panggilan kesayangan untuk kakaknya. Meski lemah, ia berusaha memohon.

Namun permohonannya dibalas dengan kasar. Rambutnya ditarik kuat hingga Kirana menjerit kesakitan. “Kalian itu cuma pembawa sial! Emangnya kau hidup sampai sekarang karena siapa? Kau itu harus menghasilkan uang juga, Ki.”

“Awas aja kalau kau berani cerita ke orang lain tentang hubungan kita! Bapak nggak segan-segan membunuhmu juga!” bentaknya seraya melempar Kirana ke tempat tidur dengan kasar.

Tubuh Kirana tersungkur di atas kasur lusuh. Tubuhnya yang penuh lebam tampak semakin ringkih. Ya, sejak ibunya terbaring di rumah sakit karena imun tubuh yang melemah, Kirana menjadi pelampiasan hasrat sang ayah. Ibunya tak lagi mampu memenuhi kehendak Andrean.

Dengan sekuat tenaga, Kirana mencoba membela kakaknya. Ia bangkit, memeluk kaki ayahnya, meski tubuhnya gemetar dan penuh luka. “Pak, jangan ambil uang Bubun Pak. Kasihan Bubun, dia sudah susah payah mencari uang buat kita,” tangisnya.

Andrean menepis pelukan anaknya dengan kasar. “Uang itu cuma milikku! Itu balasan karena dia belum dapat penyakit terkutuk ini. Sebelum kita mati, kakakmu juga harus mati bersama kita!” ucapnya penuh dendam, sembari mendorong Kirana hingga terjatuh ke lantai. Kali ini, kepalanya membentur keras hingga sudutnya mengeluarkan darah.

Tubuh kurus Kirana semakin lemah, lebam-lebam di kulitnya tampak menghitam, beberapa luka terbuka terlihat masih basah. Luka lama belum sempat sembuh, kini luka baru kembali menganga.

Namun Kirana tak menyerah. Dengan sisa tenaga yang ada, ia berusaha bangkit, meski tubuhnya bergetar hebat. “Bapak udah janji sama aku! Bapak nggak akan menyebarkan penyakit ke Bubun juga. Biarkan Bubun hidup tenang Pak!” serunya dengan suara serak, mengejar langkah Andrean meski rasa sakit di selangkangannya kian menyiksa.

Andrean tertawa mengejek, wajahnya penuh dengan kejamnya kesenangan. “Kata tenang itu nggak ada buat dia Ki. Dia juga harus ikut merasakan. Bukannya kita harus sama-sama menikmati hidup? Sekarang kau urusi saja dirimu ini!” bentaknya lagi, lalu untuk ketiga kalinya mendorong Kirana hingga tubuh kecil itu terhempas ke lantai.

Kali ini, Kirana tak mampu bangkit. Kesadarannya mulai hilang, dan tubuhnya terkapar lemas di ruangan kecil dan kumuh itu.

Andrean sama sekali tak peduli. Ia melangkah masuk lagi ke dalam kamar dengan senyuman penuh kemenangan.

“Aku lagi bahagia Ki. Jadi dari pada kau sibuk memikirkan kakakmu, lebih baik kau patuh kali ini. Aku butuh kau untuk memuaskanku lagi,” ucapnya dengan suara dingin, penuh hawa ancaman.

Kirana hanya bisa pasrah tubuhnya di hantam gelombang kesakitan. Baginya, hidupnya tak punya keberuntungan. Ia hanya bisa berharap rasa sakit ini bisa berakhir. 

......................

Ali masih memijat pelipisnya, memikirkan kondisi gadis yang sepertinya tak mungkin ia nikahi. Gadis itu terlalu muda, masa depannya masih panjang, dan cita-citanya masih bisa digapai.

“Om,” panggil Bunga, berdiri di dekat Ali.

Jantung pria itu hampir melonjak kaget. Gadis itu menggunakan handuk besar untuk menutupi kepalanya, mirip seperti memakai kerudung.

“Sekalian nggak seprei aja kau pakek? Haishh... Wanita ini!” Ali menarik Bunga.

Sebelum ia sempat melanjutkan, seorang pegawai hotel yang mengenakan seragam mendekat. “Maaf Pak, peraturan di sini melarang membawa handuk ke luar hotel,” ucapnya.

Ali langsung menarik handuk di kepala Bunga, tetapi gadis itu menahannya sekuat tenaga. “Om, aku nggak bisa keluar kalau buka jilbab,” ucapnya, hampir menangis.

Ali mengerutkan alis. “Tadi kau—”

“Itu terpaksa Om. Tolong Om,” pinta Bunga dengan suara memohon.

Ali menghela napas panjang. “Kebetulan kami masih mau kembali ke kamar. Nanti saya kembalikan,” ucapnya, kemudian menarik tangan Bunga seperti membawa keponakannya. Sesampainya di dalam lift, ia akhirnya melepas tangan gadis itu. “Jadi kau ini aslinya pakek jilbab?”

“Iya Om. Baju aku dibawa sama tante Leona.”

“Siapa lagi Leona itu?” tanya Ali dengan nada curiga, menduga wanita itu menjadi perantara pekerjaan Bunga.

“Tante Leona itu kerja di klub Om. Dia sering mencarikan pekerjaan untuk orang kayak kami,” jawab Bunga, mengikuti Ali keluar dari lift.

“Lalu kau kenal dia karena kerja di klub itu?”

Bunga mengangguk mantap. “Enggak lama kok Om. Baru satu minggu.”

“Terus di sana kau kerja buka-bukaan?” Ali mencoba memastikan, khawatir akan kondisi gadis itu.

“Pekerjaan aku cuma cuci gelas sama piring aja Om. Demi Allah, aku masih menjaga diri.”

“Jangan bawa-bawa nama Allah Bun,” sentak Ali. Ia tak suka jika nama Tuhan digunakan untuk membenarkan kepentingan pribadi.

Gadis itu terdiam, tak berani menjawab lagi. Keduanya kembali masuk ke kamar. Ali segera menelepon seseorang, memesan satu set pakaian muslimah untuk Bunga. Baginya, itu yang paling cocok untuk gadis itu.

Menjadikannya istri rasanya terlalu berlebihan. Usianya terlalu muda, dan jarak mereka terlalu jauh. Namun, menjadikan gadis itu sebagai adik angkat adalah pilihan yang lebih masuk akal. Dengan begitu, ia tetap bisa melindunginya.

Setelah pakaian yang dipesan tiba, Bunga bergegas menggantinya di kamar mandi, sementara Ali menunggu di balkon, memeriksa ponselnya.

Di sana terdapat tautan dari Gon, temannya, berisi informasi tentang kesehatan dan kondisi keluarga Bunga. Foto adiknya juga ada di dalamnya, tampak tak terurus.

“Sudah Om,” ucap Bunga, berdiri di ambang pintu.

Ali mengangguk pelan, menilai penampilan gadis itu yang kini lebih sopan. “Apa kau punya seorang adik?” tanyanya, ingin memastikan informasi dari Gon.

“Memangnya kenapa Om?” Bunga terlihat bingung, tak tahu kenapa adiknya dibahas.

“Apa ini orangnya?” tanya Ali sambil menunjukkan layar ponselnya.

Bunga mengangguk mantap. “Iya Om. Kenapa nanyain adik aku?” nada suaranya mulai cemas.

“Hanya ingin tau. Kau berapa bersaudara?” Ali menatap gadis itu serius. “Aku rencananya nggak jadi menikahimu. Kau akan jadi adik angkatku aja, dengan syarat kau harus fokus sekolah dan giat belajar. Berhenti panggil aku Om, panggil kakak. Itu lebih enak didengar.”

Garis bibir Bunga perlahan tertarik membentuk senyuman. “Bukan aku menolak sih Om.”

“Panggil aku Kakak!” tegur Ali lagi.

“I-iya, Kak!” jawab Bunga gugup. “Tapi, jujur aku nggak mau jadi beban Om.”

Ali memejamkan mata, mendengar panggilan om lagi dari gadis itu. Rasanya sulit sekali mengubah kebiasaan tersebut.

“Lagian, aku akan kembalikan uang yang sudah ditransfer ke akun aku. Aku kerja sesuai bayaran. Aku nggak mau hidup dikasihani terus-terusan. Besok, kalau banknya sudah buka, aku transfer balik uangnya,” ucap Bunga, mencoba menegaskan prinsipnya.

Ali menarik napas panjang. “Sudahlah. Malam ini kau tidurlah di sini. Anggap aja aku membayarmu karena sudah tidur di kamar ini sebagai gantinya. Ponselku ini kau pegang dulu. Besok kalau aku belum datang, kau pulang aja duluan. Kita bertemu lagi nanti untuk ambil ponselku.”

Bunga tersenyum manis, matanya mulai berkaca-kaca. “Pekerjaan ini akan aku lakukan dengan sebaik mungkin Om.” ia merasa beruntung bertemu dengan orang yang mau menolongnya.

Ali hanya memandang gadis itu dengan tenang. Dalam hati, ia tahu gadis ini butuh bimbingan, bukan sekadar belas kasihan.

Terpopuler

Comments

Yus Warkop

Yus Warkop

ayah bejad moral ,

bunga beruntung ketemu orang baik yah , setelah punya uang kamu jangan serah kan sama bpmu kdporkan aj bpmu ke polisi uang itu untuk berobat ibumu dan kkamu

2025-01-05

0

Alexandra Juliana

Alexandra Juliana

Sungguh bapak yg bejaat anak sendiri dijadikan pelampiasan nafsu..Semoga cepat mati aja Lo, kasihan anakmu klo trs2an hrs melayanimu..

2024-09-29

0

Tina Nine

Tina Nine

Yang di tularin imun nya langaung drob,,ini yang menukarkan penyakit kok sehat aja ya,,HIV,,menular melalui HS,,dan darah.ini sepabak.kalah ssngaja menularkan...

2024-08-08

0

lihat semua
Episodes
1 Ch ~
2 Ch ~
3 Ch ~
4 Ch ~ {Tidak begitu tenang}
5 Ch ~ {Tak tinggal diam}
6 Ch ~ {Tak berdaya}
7 Ch ~ {Berusaha}
8 Ch ~ {Berontak}
9 Ch ~ {Khawatir}
10 Ch ~ {Bersyukur}
11 Ch ~ {Kesal dan Kesedihan}
12 Ch ~ {Kurang nyaman}
13 Ch ~ {Histeris}
14 Ch ~ {Sebanding sama saja setara}
15 Ch ~ {Sebagai bentuk penyemangat}
16 Ch ~ {Mengambulkan permintaan}
17 Ch ~ {Cukup sadar}
18 Ch ~ {Pendekatan}
19 Ch ~ {Tak sekuat baja}
20 Ch ~ {Ketahuan}
21 Ch ~ {Jalan yang harus di pilih}
22 Ch ~ {Merasa sedikit lebih aman}
23 Ch ~ {Penuh sindiran}
24 Ch ~ {Tatapan dan teguran}
25 Ch ~ {Mengundurkan diri}
26 Ch ~ {Keputusasaan di ujung harapan}
27 CH ~ {Cahaya di tengah luka}
28 Ch ~ {Kehangatan keluarga}
29 Ch ~ {Awal yang baru}
30 Ch ~ {Antara peran dan perasaan}
31 Ch ~ {Dalam hening malam}
32 Ch ~ {Komitmen dan keteguhan}
33 Ch ~ {Tekad yang tersulut}
34 CH ~ {Permainan licik di balik dapur}
35 Ch ~ {Malam penuh rasa}
36 Ch ~ {Penuh kejutan dan tawa}
37 Ch ~ {Jejak takdir}
38 Ch ~ {Kebenaran yang memisahkan}
39 Ch ~ {Langkah terakhir bersama}
40 Ch ~ {Kembali ke rumah}
41 Ch ~ {Pilihan yang tersimpan}
42 Ch ~ {Perasaan yang tersembunyi}
43 Ch ~ {Awal dari sesuatu yang baru}
44 Ch ~ {Dilindungi}
45 Ch ~ {Undangan}
46 Ch ~ {Persiapan}
47 Ch ~ {Berbeda}
48 Ch ~ {Rencana}
49 Ch ~ {Aku aja yang tanggung jawab}
50 Ch ~ {Mengungkapkan perasaan}
51 Ch ~ {Awal yang baru}
52 Ch ~ {Frustasi}
53 Ch ~ {Istri pengganti}
54 Ch ~ {Nyaman dan aman}
55 Ch ~ {Perasaan cemas}
56 Ch {Bimbang}
57 Ch ~ {Merasa bersalah}
58 Ch ~ {Mencoba memahami}
59 Ch ~ {Jalan-jalan}
60 Ch ~ {Tegang}
61 Ch ~ {Kadang hidup itu memang aneh}
62 Ch ~ {Tamat}
63 Ch ~ {Bab Spesial}
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Ch ~
2
Ch ~
3
Ch ~
4
Ch ~ {Tidak begitu tenang}
5
Ch ~ {Tak tinggal diam}
6
Ch ~ {Tak berdaya}
7
Ch ~ {Berusaha}
8
Ch ~ {Berontak}
9
Ch ~ {Khawatir}
10
Ch ~ {Bersyukur}
11
Ch ~ {Kesal dan Kesedihan}
12
Ch ~ {Kurang nyaman}
13
Ch ~ {Histeris}
14
Ch ~ {Sebanding sama saja setara}
15
Ch ~ {Sebagai bentuk penyemangat}
16
Ch ~ {Mengambulkan permintaan}
17
Ch ~ {Cukup sadar}
18
Ch ~ {Pendekatan}
19
Ch ~ {Tak sekuat baja}
20
Ch ~ {Ketahuan}
21
Ch ~ {Jalan yang harus di pilih}
22
Ch ~ {Merasa sedikit lebih aman}
23
Ch ~ {Penuh sindiran}
24
Ch ~ {Tatapan dan teguran}
25
Ch ~ {Mengundurkan diri}
26
Ch ~ {Keputusasaan di ujung harapan}
27
CH ~ {Cahaya di tengah luka}
28
Ch ~ {Kehangatan keluarga}
29
Ch ~ {Awal yang baru}
30
Ch ~ {Antara peran dan perasaan}
31
Ch ~ {Dalam hening malam}
32
Ch ~ {Komitmen dan keteguhan}
33
Ch ~ {Tekad yang tersulut}
34
CH ~ {Permainan licik di balik dapur}
35
Ch ~ {Malam penuh rasa}
36
Ch ~ {Penuh kejutan dan tawa}
37
Ch ~ {Jejak takdir}
38
Ch ~ {Kebenaran yang memisahkan}
39
Ch ~ {Langkah terakhir bersama}
40
Ch ~ {Kembali ke rumah}
41
Ch ~ {Pilihan yang tersimpan}
42
Ch ~ {Perasaan yang tersembunyi}
43
Ch ~ {Awal dari sesuatu yang baru}
44
Ch ~ {Dilindungi}
45
Ch ~ {Undangan}
46
Ch ~ {Persiapan}
47
Ch ~ {Berbeda}
48
Ch ~ {Rencana}
49
Ch ~ {Aku aja yang tanggung jawab}
50
Ch ~ {Mengungkapkan perasaan}
51
Ch ~ {Awal yang baru}
52
Ch ~ {Frustasi}
53
Ch ~ {Istri pengganti}
54
Ch ~ {Nyaman dan aman}
55
Ch ~ {Perasaan cemas}
56
Ch {Bimbang}
57
Ch ~ {Merasa bersalah}
58
Ch ~ {Mencoba memahami}
59
Ch ~ {Jalan-jalan}
60
Ch ~ {Tegang}
61
Ch ~ {Kadang hidup itu memang aneh}
62
Ch ~ {Tamat}
63
Ch ~ {Bab Spesial}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!