Ch ~

Ali meletakkan Bunga ke tempat tidur, memastikan gadis itu nyaman dengan bathrobe yang membalut tubuhnya. Ia menutupi Bunga dengan selimut hangat, berharap tidurnya tetap lelap.

Namun, pikirannya tak bisa tenang. Ada tugas lain yang menunggunya, memarahi seorang teman yang dinilainya telah bertindak keterlaluan.

Dengan ponsel di tangan, Ali melangkah ke balkon, memastikan percakapannya tak akan terdengar oleh Bunga. Beberapa kali ia mencoba menelepon, hingga akhirnya panggilannya diangkat.

“Lo benar-benar udah gila dan keterlaluan ya?” umpat Ali langsung tanpa basa-basi.

“Tenang Bro, tenang!” sahut Gon, mencoba meredakan kemarahan yang terdengar jelas dari nada suara Ali.

“Tenang apanya? Enak banget lo ngomong! Lo kira buat kayak beginian gue dapat investasi di surga, gitu? Lo mau cari mati juga? Mau istri lo jadi janda, hah?” Ali tak mampu menahan emosinya. Jika bisa, ia mungkin sudah meledakkan rumah temannya itu.

“Don't talk like this, try listening to me first.”

“Enggak ada yang namanya don-donan ya. Lo udah bikin gue emosi tingkat dewa,” balas Ali sengit.

Ali mendengar Gon tertawa kecil di seberang telepon.

“Ketawa aja lo terus! Lo di mana sekarang? Sini nggak? Tanggung jawab lo!” Ali terus meluapkan amarahnya tanpa jeda.

“Bukannya lo lagi cari istri? Lo juga nggak memandang umur. Bagus itu barang bersegel.”

“Lo udah gila banget. Sekalian bayi baru lahir lo kasih ke gue. Ngeselin banget lo jadi orang!” Ali ingin melempar ponselnya jika saja Gon ada di hadapannya sekarang.

Gon kembali tertawa, kali ini terdengar lebih puas. “Tenang, tenang! Gue jelaskan dulu.”

Ali mendengus kesal, merasa Gon hanya mencari alasan untuk membela diri.

“Dia anak dari pasien gue. Hidup gadis itu cukup mengharukan Li. Ibunya kena HIV, ketularan dari bapaknya yang suka main di luar. Parahnya, bapaknya ini masih nggak mau dengar omongan kami soal pengobatan.”

“Uang buat bayar pengobatan juga nggak ada. Gadis itu kasihan, dia anak pintar tapi jadi tulang punggung keluarga. Sekarang dia sampai rela jual keperawanannya demi pengobatan ibunya.” 

“Mana dia juga kayaknya disiksa sama bapaknya. Gue serahkan dia ke lo. Lo kebetulan cari istri. Bagus itu untuk investasi lo seumur hidup.”

Ali hanya diam, kepalanya mulai berdenyut memikirkan cerita yang baru saja ia dengar. Ia memang melihat ada bekas luka di tubuh gadis itu, sepertinya sengaja ditutup dengan alas bedak.

“Kalau lo mau bantu, silakan. Kalau nggak, terpaksa gue cari orang lain yang bisa membantu dan menikahi gadis itu. Kasihan Li. Gue kalau nggak ingat istri, udah gue jadikan istri lagi,” ucap Gon, mencoba meyakinkan Ali.

Ali menarik napas panjang sebelum menjawab. “Entar gue pikir-pikir dulu. Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam,” balas Gon singkat.

Ali mematikan ponselnya, menenangkan pikirannya yang masih kacau. Ketika ia kembali ke dalam, ia mendapati Bunga yang sebelumnya tertidur sudah bangun. 

Gadis itu duduk di atas tempat tidur, meremas-remas selimut yang membalut tubuhnya. Wajah cantiknya jelas menunjukkan keinginan untuk menangis, meski ia berusaha sekuat tenaga menahannya.

Ali mendekat, melangkah masuk untuk berbicara dengan gadis yang jelas-jelas tampak terbebani oleh tekanan hidup. Ia duduk santai di kursi kayu jati di dekat tempat tidur, meski kepalanya masih terasa berdenyut-denyut. Dengan tangan, ia memijat pelipisnya, mencoba mengurangi rasa sakit.

“Katakanlah sejujur-jujurnya. Kenapa kau berani melakukan hal ini?” tanya Ali, memandang lurus ke arah gadis itu.

Bunga mengeratkan kedua tangannya di atas selimut. “Aku butuh uang Om. Aku mau bawa ibu sama adekku pergi, dan menyembuhkan penyakit ibuku,” jawabnya dengan jujur. Tak ada gunanya berbohong.

“Lalu kau rela masuk neraka?”

Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya jatuh juga. Bunga mengangguk kecil, membenarkan tanpa berkata apa pun.

Ali masih dengan santainya memijat pelipisnya. “Ayahmu kemana?” tanyanya lagi, kali ini nadanya lebih lembut. Ia ingin mendengar langsung dari gadis itu tanpa menghakimi.

“Bapak ada Om. Tapi bapak nggak pernah lagi kasih uang sama kami,” jawab Bunga masih meremas-remas kain selimut di pangkuannya.

“Kenapa bapakmu nggak kasih uang? Itu kan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Lagian, kalau kau mau cari uang, kerja yang halal itu banyak. Nggak usah sampai kayak begini,” ucap Ali mencoba mendorong gadis itu agar membuka dirinya.

“Bapak suka main wanita Om. Bapak juga nggak peduli lagi sama aku dan ibu. Ibu lagi sakit dan butuh obat. Aku udah kerja di mana-mana Om, tapi uangnya kadang diambil bapak, kadang buat pengobatan ibu.”

“Ini aja makan sekali sehari udah bersyukur banget,” ucap Bunga dengan suara bergetar. Ia berusaha keras menahan tangis, tetapi air matanya terus mengalir.

Hati siapa yang tak teriris mendengar cerita semacam itu? Ali menghela napas panjang, memijat kepalanya lebih keras. Gadis ini benar-benar hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi.

“Maaf kalau aku lancang, apa bapakmu sering memukulmu juga?” tanya Ali pelan.

Bunga mengangguk mantap, meski ia tampak enggan mengungkap aib keluarganya.

Ali menarik napas kasar. “Lalu, berapa umurmu sekarang?”

“Bulan depan masuk sembilan belas tahun Om,” jawab Bunga dengan suara kecil.

Ali tertegun. Usia gadis ini masih sangat muda. “Sekarang kau masih sekolah?” tanyanya lagi.

“Kalau SPP sama uang lainnya dibayar besok, mungkin aku masih bisa sekolah Om. Kalau nggak, aku mungkin diberhentikan,” jawab Bunga jujur, suaranya terdengar semakin lemah.

Ali semakin sakit mendengar itu. “Sejak kapan kau kerja?”

“Sejak umur sepuluh tahun Om. Waktu itu bantu ibu jualan gorengan. Setelah ibu nggak bisa masak lagi, aku terpaksa kerja apa aja. Kadang jadi tukang parkir, kadang cuci piring di rumah makan, kadang sapu halaman orang, banyak Om.”

Ali menghembuskan napas berat, merasa iba pada gadis di hadapannya. “Sekarang kalau kau jadi istriku, apa kau mau?”

Sepasang mata Bunga membelalak, terkejut dengan pertanyaan itu. “Apa Om bertanggung jawab karena sudah melakukan hubungan terlarang itu?”

Ali tertawa ringan. “Belum. Lebih tepatnya nggak. Kebetulan kau cepat sadar gara-gara berendam di air dingin. Maaf, temanku memang keterlaluan.”

Bunga terlihat bingung, ragu antara lega dan takut. “Ini salah aku kok Om. Terus, Om, kalau aku jadi istri Om, apa Om akan ambil uangnya setelah kita menikah? Uangnya sudah masuk ke rekening tabunganku. Apa aku juga akan jadi simpanan Om? Sampai kapan Om?”

Ali kembali memijat pelipisnya, mencoba menahan emosi. “Intinya sekarang kau pulang. Urusan itu nggak usah kau pikirkan. Aku yang akan mengurusnya. Tinggalkan saja nomor ponselmu.”

Bunga menggeleng cepat. “Aku nggak punya HP Om.”

Ali terdiam. Hidup tanpa ponsel di zaman sekarang rasanya seperti hidup tanpa nyawa. Ia semakin bimbang dengan keputusan yang harus diambil. “Tunggu sebentar.”

Ali berdiri, menelepon seseorang untuk mengirimkan pakaian lengkap bagi Bunga. Setelah menerima sahutan di ujung telepon, ia kembali berbicara.

“Kau tunggu sebentar, nanti ada orang yang datang. Setelah itu, temui aku di lobi.”

“Nama aku Bunga Om,” ucap gadis itu, memperkenalkan dirinya.

“Ali, itu namaku,” jawab Ali singkat sebelum beranjak pergi, meninggalkan gadis itu yang hanya mengangguk kecil, tampak takut untuk menatap Ali langsung.

Terpopuler

Comments

Yus Warkop

Yus Warkop

bunga lestari

2024-12-30

1

Noerma_Nares

Noerma_Nares

berat banget jadi Bunga 😖..

2024-08-10

1

Tina Nine

Tina Nine

Halalin dok....cukup halalin dulu dok,,biar bisa bantu dan nyentuh ga dosa

2024-08-08

0

lihat semua
Episodes
1 Ch ~
2 Ch ~
3 Ch ~
4 Ch ~ {Tidak begitu tenang}
5 Ch ~ {Tak tinggal diam}
6 Ch ~ {Tak berdaya}
7 Ch ~ {Berusaha}
8 Ch ~ {Berontak}
9 Ch ~ {Khawatir}
10 Ch ~ {Bersyukur}
11 Ch ~ {Kesal dan Kesedihan}
12 Ch ~ {Kurang nyaman}
13 Ch ~ {Histeris}
14 Ch ~ {Sebanding sama saja setara}
15 Ch ~ {Sebagai bentuk penyemangat}
16 Ch ~ {Mengambulkan permintaan}
17 Ch ~ {Cukup sadar}
18 Ch ~ {Pendekatan}
19 Ch ~ {Tak sekuat baja}
20 Ch ~ {Ketahuan}
21 Ch ~ {Jalan yang harus di pilih}
22 Ch ~ {Merasa sedikit lebih aman}
23 Ch ~ {Penuh sindiran}
24 Ch ~ {Tatapan dan teguran}
25 Ch ~ {Mengundurkan diri}
26 Ch ~ {Keputusasaan di ujung harapan}
27 CH ~ {Cahaya di tengah luka}
28 Ch ~ {Kehangatan keluarga}
29 Ch ~ {Awal yang baru}
30 Ch ~ {Antara peran dan perasaan}
31 Ch ~ {Dalam hening malam}
32 Ch ~ {Komitmen dan keteguhan}
33 Ch ~ {Tekad yang tersulut}
34 CH ~ {Permainan licik di balik dapur}
35 Ch ~ {Malam penuh rasa}
36 Ch ~ {Penuh kejutan dan tawa}
37 Ch ~ {Jejak takdir}
38 Ch ~ {Kebenaran yang memisahkan}
39 Ch ~ {Langkah terakhir bersama}
40 Ch ~ {Kembali ke rumah}
41 Ch ~ {Pilihan yang tersimpan}
42 Ch ~ {Perasaan yang tersembunyi}
43 Ch ~ {Awal dari sesuatu yang baru}
44 Ch ~ {Dilindungi}
45 Ch ~ {Undangan}
46 Ch ~ {Persiapan}
47 Ch ~ {Berbeda}
48 Ch ~ {Rencana}
49 Ch ~ {Aku aja yang tanggung jawab}
50 Ch ~ {Mengungkapkan perasaan}
51 Ch ~ {Awal yang baru}
52 Ch ~ {Frustasi}
53 Ch ~ {Istri pengganti}
54 Ch ~ {Nyaman dan aman}
55 Ch ~ {Perasaan cemas}
56 Ch {Bimbang}
57 Ch ~ {Merasa bersalah}
58 Ch ~ {Mencoba memahami}
59 Ch ~ {Jalan-jalan}
60 Ch ~ {Tegang}
61 Ch ~ {Kadang hidup itu memang aneh}
62 Ch ~ {Tamat}
63 Ch ~ {Bab Spesial}
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Ch ~
2
Ch ~
3
Ch ~
4
Ch ~ {Tidak begitu tenang}
5
Ch ~ {Tak tinggal diam}
6
Ch ~ {Tak berdaya}
7
Ch ~ {Berusaha}
8
Ch ~ {Berontak}
9
Ch ~ {Khawatir}
10
Ch ~ {Bersyukur}
11
Ch ~ {Kesal dan Kesedihan}
12
Ch ~ {Kurang nyaman}
13
Ch ~ {Histeris}
14
Ch ~ {Sebanding sama saja setara}
15
Ch ~ {Sebagai bentuk penyemangat}
16
Ch ~ {Mengambulkan permintaan}
17
Ch ~ {Cukup sadar}
18
Ch ~ {Pendekatan}
19
Ch ~ {Tak sekuat baja}
20
Ch ~ {Ketahuan}
21
Ch ~ {Jalan yang harus di pilih}
22
Ch ~ {Merasa sedikit lebih aman}
23
Ch ~ {Penuh sindiran}
24
Ch ~ {Tatapan dan teguran}
25
Ch ~ {Mengundurkan diri}
26
Ch ~ {Keputusasaan di ujung harapan}
27
CH ~ {Cahaya di tengah luka}
28
Ch ~ {Kehangatan keluarga}
29
Ch ~ {Awal yang baru}
30
Ch ~ {Antara peran dan perasaan}
31
Ch ~ {Dalam hening malam}
32
Ch ~ {Komitmen dan keteguhan}
33
Ch ~ {Tekad yang tersulut}
34
CH ~ {Permainan licik di balik dapur}
35
Ch ~ {Malam penuh rasa}
36
Ch ~ {Penuh kejutan dan tawa}
37
Ch ~ {Jejak takdir}
38
Ch ~ {Kebenaran yang memisahkan}
39
Ch ~ {Langkah terakhir bersama}
40
Ch ~ {Kembali ke rumah}
41
Ch ~ {Pilihan yang tersimpan}
42
Ch ~ {Perasaan yang tersembunyi}
43
Ch ~ {Awal dari sesuatu yang baru}
44
Ch ~ {Dilindungi}
45
Ch ~ {Undangan}
46
Ch ~ {Persiapan}
47
Ch ~ {Berbeda}
48
Ch ~ {Rencana}
49
Ch ~ {Aku aja yang tanggung jawab}
50
Ch ~ {Mengungkapkan perasaan}
51
Ch ~ {Awal yang baru}
52
Ch ~ {Frustasi}
53
Ch ~ {Istri pengganti}
54
Ch ~ {Nyaman dan aman}
55
Ch ~ {Perasaan cemas}
56
Ch {Bimbang}
57
Ch ~ {Merasa bersalah}
58
Ch ~ {Mencoba memahami}
59
Ch ~ {Jalan-jalan}
60
Ch ~ {Tegang}
61
Ch ~ {Kadang hidup itu memang aneh}
62
Ch ~ {Tamat}
63
Ch ~ {Bab Spesial}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!