"Lepas Bapak! Kembalikan uang yang aku cari. Itu untuk pengobatan ibu. Bapak juga udah nggak bayar kontrakan selama setengah tahun. Bapak udah ambil juga uang bantuan. Sekarang kembalikan uang aku, Pak! Berhentilah jadi orang tua egois. Kami ini anak dan istrimu Pak, bukan orang lain," teriak Bunga melepaskan tubuhnya dari tarikan sang ayah menuju kamar yang biasanya kedua orang tuanya tidur.
Tubuh gadis itu di lempar ke atas tempat tidur. Sontak membuat Bunga mendelik dan berusaha bergerak menjauhi ayahnya.
"Mau kemana anakku tersayang." Andrean mencekal tangan anak pertamanya. "Kau sangat tau Bun. Usaha Bapak lagi sepi. Bapak nggak bayar kontrakan dan ambil uangmu karena bapak harus mengisi tokoh kita. Sekarang kita banyak uang Bun, bapak janji akan kasih uang itu, tapi ada syaratnya Bun. Kau harus memuaskan bapak dulu. Kirana aja mau. Masa Kau yang sudah berpengalaman nggak mau melakukannya juga. Nanti setelah itu kita ke rumah sakit buat bayar operasi ibumu. Kita ajak adekmu juga jalan-jalan dan belanja Bun."
Bunga berusaha melepaskan tangannya. "Enggak Pak! Aku nggak mau! Aku bukan kayak Kiki yang mudah terpengaruh dengan omongan bejat Bapak ini. Aku juga tegaskan sama Bapak! Aku nggak melakukan yang Bapak pikirkan. Om Ali malahan memberikan uang itu secara cuma-cuma karena aku membantunya menggantikan posisinya aja. Lagian aku nggak mungkin mengambil uangnya sebanyak itu Pak. Aku akan mengembalikannya. Bapak juga sudah keterlaluan banget. Begitu tega menganiaya Kiki. Bapak nggak pantas di panggil orang tua lagi."
Plak!
Wajah gadis itu begitu kuat di pukul. "Mulutmu lemes kebangetan ngomong sama orang tua kayak begitu. Apa begini, cara ibumu mengajarkanmu kalau ngomong sama bapak? Uang siapa? Ali, nggak mungkin pria itu memberikan uang sebanyak itu kalau bukan sudah menikmatimu. Bapak mau membuktikannya Bunga." Andrean mulai mendorong kedua bahu Bunga untuk masuk ke dalam kungkungannya.
Bunga tak mau menjadi pemuas nafsu ayahnya ia terus berontak. "Bukan ibu, tapi Bapak sendiri yang menciptakan perilaku ini. Lepas Pak! Bukan bukti juga yang Bapak inginkan, tapi memang Bapak sengaja buat memuaskan kegilaan Bapak ini. Tobat Pak! Tobat!."
Andrean tertawa menyeringai sembari meraup wajah kasar Bunga. "Kayaknya Kau memang butuh banyak ajaran Bun. Tobat juga nggak akan membuat kita bahagia. Buktinya aja penyakit ini terus menyiksa badan Bapak. Sekarang Kau sebagai anak harus merasakan bagaimana rasanya di siksa secara perlahan Bun. Lagian Bapak yakin Kau nantinya akan ketagihan juga. Selagi kita masih hidup, Bapak akan memberikan kepuasan untukmu. Enak kok Bun. Bapak juga janji, bagaimana setelah ini kita akan berobat sama-sama."
"Sampai kapanpun Pak! Sampai kapanpun! Aku tetap nggak mau!" Bunga tak takut menatap kedua bola mata ayahnya yang semakin terlihat sangar.
Brak!
Tubuh gadis itu terus di tekan. "Kalau memang ini yang Kau mau, ayo anak baik, puaskan bapakmu ini. Bukannya Kau sangat tau kalau ibumu itu nggak bisa melayani bapak lagi. Maka kalianlah yang menggantikannya."
"Enggak!"
Brak!
"Anak kurang ajar," pekik Andrean sesaat Bunga berhasil mendorong kuat di tambah bagian pusat inti sensitifnya di tendang Bunga.
"Kau memang nggak pantas di panggil Bapak. Kau bukan Bapakku."
Pria itu kembali memeluk Bunga sesaat anaknya berhasil keluar kamar. "Diam!" Andrean menutup mulut Bunga dengan menggendong untuk masuk ke dalam kamar lagi.
Sekuat tenang gadis muda itu terus berontak dan mengigit tangan Andrean. Sudah pasti Andrean mendesah kesakitan. Bunga kembali lepas dan keluar dari dalam kamar.
Sedangkan Andrean kembali mengejar dan kali ini ia mengambil tali serta kayu yang bisanya untuk menyiksa anak pertama serta keduanya itu. Bunga sendiri berusaha membuka pintu namun sudah di kunci Andrean. Kuncinya saja tak berada di sana lagi. Bunga mencari-cari di mana letak kunci itu.
Hijab gadis itu terlepas sesaat Andrean menarik. Rambut Bunga kini di tarik kuat Andrean. "Sini Kau anak sialan!"
Bunga menarik benda apapun di dekatnya. Semua barang-barang jatuh berserakan di lantai. Gadis itu tak berhenti menangis meraung-raung. Memang ini sudah biasa bagi Bunga di siksa oleh sang ayah. Namun kali ini berbeda. Bukan hanya siksaan fisik melainkan kesehatan dan keperawanan akan di ambil.
Di pikiran Bunga hanyalah wajah Ali. 'Tolong Om... Tolongin aku...' wajah Ali terus terbayang di benak pikiran Bunga. Walau nyatanya pria itu tidak akan datang menolongnya.
Kini tangan gadis itu sudah di ikat. Tubuhnya juga sudah di baku hantam menggunakan kayu agar kesadarannya menurun.
"Berhenti Bapak!" Kirana berhasil berjalan dan memegang kayu yang hampir mengenai kepala Bunga. "Aku aja yang menjadi pengganti bubun."
Andrean mendesah dan melempar Kirana agar menjauhinya. "Kau itu sudah bau busuk. Badanmu aja nggak enak lagi di nikmati. Sini Kau." Andrean menarik Kirana sembari di seret untuk masuk ke dalam kamar di mana gadis itu juga di ikat kuat di bagian tangan, kaki, dan mulut, agar tak mengganggunya.
Bunga sendiri terus melepaskan ikatan tali pada kedua tangannya. Mulutnya tak dapat berbicara sesaat juga sudah di sempal dengan kain. Ikatan yang cukup kuat membuat gadis itu mati-matian melepaskannya. Sedikit longgar dan memang lepas, Bunga melepaskan mulut dan, "Mau kemana Sayang?" Andrean datang. Tubuh pria itu sudah bertelanjang dada dan menyisakan celana pendeknya.
Bunga belum sempat melepaskan kakinya ia berusaha sekuat mungkin namun, "Jangan lakukan Pak! Aku ini anakmu bukan wanita yang suka Kau tiduri."
Tubuh gadis itu di tarik sampai tangan Bunga di ikat kembali. Berontak sudah Bunga lakukan, namanya juga tubuh gadis itu masi muda. Tentu tenaganya tak banyak lagi. Di tambah luka lebam dan kecil sudah memenuhi tubuhnya. Sekuat apapun gadis itu tetap dalam kondisi yang cukup menarik bagi Andrean.
"Kalian sama-sama wanita, Bun. Tapi kalau melihat badanmu ini jauh berbeda. Kau lebih enak kalau di pijit-pijit. Bagian ini contohnya." Andrean menyentuh sesuatu yang dari dulu ia inginkan.
"Berhenti Bapak!"
"Bukannya ini enak Bun." Andrean terus meremas-remas dan yakinnya wanita itu secara perlahan akan melemas dengan permainannya.
"Enggak Pak! Lepaskan Bunga, Pak! Ini sangat di pantang dalam agama." Bunga terus berontak. Ia sangat jijik dengan tingkah ayahnya sendiri. Begitu keji ayahnya sudah menyiksanya tiada henti, sekarang ingin memberikan penyakit dan kepuasan tanpa memandang bulu lagi.
Sret!
Pakai gadis itu di sobek. "Enggak Pak! Jangan Pak!"
"Ini enak Bun. Bapak jamin kok Kau juga akan mendesah kayak Kirana." Andrean tak berkesudahan menggerayangi tubuh Bunga. Teriakan gadis itu menjadi-jadi. Namun tak sedikitpun Andrean melepaskan. Ia malahan semakin bergairah di saat gadis itu semakin berontak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yus Warkop
semoga pertolongan cepat datang
2025-01-05
0
Yus Warkop
dasar iblis
2025-01-05
0
Ekha, S
Rasanya pengen banget segala hewan binatang ku sebut memanggil bapak ini😡😡 tega banget pak sama anak sendiri😭
2024-09-01
1