Bunga telah sampai di bank setelah memarkirkan sepeda kesayangannya. Ia dapatkan sepeda itu dari hasil kerjanya selama ini. Tak bisa ia berdegup langsung membayar lunas. Bunga mencicil perbulan sampai tiga tahun. Baru bulan kemarin wanita itu bisa melunasi hutangnya satu ini.
Gadis itu tak memikirkan perkataan teman-temannya lagi. Saat ini ia lebih kepikiran untuk membayar pengobatan sang ibu. Setelah mendapatkan nomor antrian, ia duduk sampai di panggil.
Perasaan Bunga tetap saja gelisah. Ia mencoba yakin bahwa perasaannya akan sirna sesaat nominal uang yang tak di ketahuinya dapat membayar operasi dan membawa adik serta ibunya pergi.
Bunga mengingat perkataan wanita yang menjamin bayarannya cukup besar. Hatinya menjadi lega jika memang demikian.
Nomor yang ia pegang di panggil untuk duduk di depan wanita yang mengucapkan selamat datang dan keperluannya.
Wanita muda itu mengeluarkan buku rekening. "Saya ingin mengambil semua uang, buat bayar operasi ibu."
"Tunggu sebentar, saya cek dulu."
Bunga mengangguk mantap sembari memainkan jari-jarinya.
Wanita cantik itu kembali meletakkan buku tabungan di dekat Bunga. "Tabungan Adek nggak cukup buat penarikan."
Kedua mata Bunga melebar. Sesuai perjanjian uang itu sudah di transfer malam tadi. Lagian tak mungkin wanita cantik yang di kenal baik bagi Bunga, menipunya. "Coba di periksa lagi Buk. Soalnya tanteku bilang semalam uangnya sudah di kirim ke buku rekeningku."
"Sebentar saya cek lagi," ucap wanita itu untuk menyakini bahwa apa yang ia lihat tidaklah salah. "Di sini memang uangnya nggak cukup Dek. Hanya uang mengendap senilai lima puluh ribu." ia memberikan buku ke Bunga.
Gadis itu sangat ingat bahwa sisa dalam tabungannya hanya dua puluh lima ribu. Masa hanya bertambah dua puluh lima ribu saja yang di beri. Betapa murahnya ia sebagai wanita. Kesal tak bisa juga marah, Bunga meremas-remas salah satu tangan ke sisi pakaiannya.
"Untuk memastikannya lagi, mau saya printkan semua pengeluaran yang Adek keluarkan selama ini?" wanita itu ingin menyakini.
"Kalau bisa Buk, mohon bantuannya." Bunga memang tak pandai dalam menyimpan uangnya. Terkadang ayahnya memang sering mencuri di dalam tasnya. Jika di dalam tabungan, gadis itu tak akan tinggal diam kali ini.
Selembar kertas putih tercoret tulisan membuat mata Bunga kembali mendelik. Senilai uang setengah miliar memang masuk ke dalam tabungan. akan tetapi, "Kayaknya uang Adek sudah di ambil oleh nama yang membuat buku tabungan ini." wanita itu menjelaskan kembali buku yang tertulis nama Andrean Suliso.
Ya, usia gadis itu masih di bawah tanggungan orang tua. Di mana hanya Andrean yang bisa membuatnya. Lagian itu juga sebab akibat bujuk rayuan pria dewasa itu untuk mengincar uang yang memang akan di hasilkan salah satu putrinya. Licik, kata itu menjadi paling benar untuk pria yang haus akan kesenangannya semata.
Tubuh gadis itu melemas. Ia sudah kecolongan lagi. Uang sebanyak itu di ambil oleh ayahnya. Geram pun muncul dalam benak Bunga. Ia harus pulang dan mengambil apa yang memang miliknya. "Terima kasih Buk atas bantuannya. Kayaknya bapak udah ambil uangnya buat operasi ibu." Bunga masih menutupi sisi buruk ayahnya yang tak akan pernah melakukan hal itu untuk menolong ibunya.
Selama ibunya di rumah sakit saja, tak sepersen pun pria itu memberikan uang. Kejadian itu sebenarnya terjadi sudah lima tahun. Ayahnya tak memberikan nafkah lagi dengan alasan habis bayar kontrakan.
Andrean juga beralasan usahanya yang berjualan perabotan dapur sedang sepi.
Dapat anggukan dari wanita di hadapannya, Bunga beranjak dengan tergesa-gesa berjalan keluar ruangan. Sungguh, ini sudah tak bisa gadis itu tinggal diam.
Bunga sangat tahu jika uang yang seharusnya untuk pengobatan sang ibunda dan membawa ibu serta adiknya kabur tak mungkin bisa kembali. Oke ia tak akan melakukan niat kabur, setidaknya buat operasi ibunya masih bisa ia minta.
Seumur-umur gadis itu baru pertama kali mendapatkan uang yang cukup banyak dalam hidupnya secara cuma-cuma. Rupa uangnya saja ia tak tahu. Tulisannya saja sudah membuat gadis itu ingin pingsan, apalagi memegangnya.
Begitu baik orang yang telah memberikan uang tersebut. Bunga berjanji akan membalas budi pria yang telah membantunya tanpa batas.
...***...
Ali memasuki ruangan Gon setelah pasien terakhir keluar di ikuti Daniel. "Lo mau cek kesehatan setelah nggak perjaka lagi?" Gon paling suka melihat salah satu temannya itu kesal. Walau ia tahu, tak mungkin Ali akan melakukan hal itu setelah menelponnya semalam.
"Jangan menambah dosa kalian lagi ya. Cukup kali ini aja kalian berdua menyiksa anak orang." Ali menunjuk kedua pria di hadapannya. "Jika itu putri kalian sendiri, bagaimana, um?" sebelum mengeluarkan keinginan yang lain, Ali ingin memberikan petuah yang bijak terhadap kedua pria yang memang memiliki seorang putri yang masih sangat kecil.
Kedua pria itu jelas bungkam tak bersuara jika perkataan Ali begitu menusuk pikiran masing-masing. Kata amit-amit saja jangan sampai, mereka ucapkan.
"Sekarang gue nggak mau banyak-banyak menasehati kalian yang tau bagaimana menjadi seorang ayah untuk melindungi putrinya. Begitu juga dengan gue. Gue akan bertanggung jawab untuk menyelamatkan Bunga, adik angkat gue."
Kedua insan itu terperangah. "Masa hanya adik angkat aja Li?" tanya Daniel.
"Emangnya mau di jadikan istri sesuai keinginan kalian? Gila aja! Dia itu masih kecil, mana masih sekolah. Kalian coba pikir lagi, jika anak kalian usianya sudah begitu, relakah kalian jadi orang tua untuk menikahkannya pada pria yang belum tentu menyukai dan secara paksa menikahi anak kalian?"
"Tapikan ini berbeda Li. Lo bakalan susah untuk membantu keluarga itu. Selain Lo nggak memiliki hak penuh, uang Lo akan habis aja oleh pria bajingan itu," celetuk Gon.
Ali menjadi bimbang. "Lagian nih ya, jika Lo bisa menikahi gadis itu, setidaknya Lo bisa membimbing dan menjaga sesuai kuadrat Lo sebagai seorang suami. Gue aja rela anak gue nikah sama orang kayak Lo," ucap Daniel.
Ali masih belum menemukan jawaban yang pasti di dalam otaknya. "Soal itu entar gue pikirkan lagi. Sekarang lebih baik lakukanlah tindakan operasi untuk menyelamatkan ibunya dulu. Semua biaya gue yang tanggung."
"Iya hubungi dulu Bunga atau siapa kek yang bisa menyetujui tindakan ini. Lo paling taukan bahwa nggak bisa ambil tindakan kalau keluarga pasien nggak menyetujui. Okelah, Bunga pasti setuju gue yakin itu. Tapikan kita butuh tanda tangan dia. Coba Lo suruh itu anak ke sini."
Ali langsung mengeluarkan ponselnya.
"Bukannya Bunga nggak ada hp ya?" tanya Daniel.
"Gue tadi ngasih dia hp."
Kedua insan itu sontak saja tersenyum ringan. Ali tentu terganggu dengan hal itu. "Gue kasih bukan untuk hal lainnya. Dia mau balikin uang yang Lo kasih ke dia gara-gara gue nggak mau melakukan sesuai perkejaan yang nggak mungkin gue lakukan." Ali menatap Gon. "Jadinya gue suruh dia nginep di sana buat gantiin gue. Sebagai jaminan gue kasih hp buat pekerjaan yang dia lakukan. Gue nggak mungkin ambil duit itu lagi. Hp itu juga memang buat dia jaga-jaga aja. Apalagi gue ngeliat jelas badannya penuh memar dan luka yang kayaknya belum kering," jelas Ali.
Kedua pria itu terdiam, menjadi cemas. Kasus seperti ini tak mungkin membuat mereka berdiam saja.
Ali kembali fokus menelepon gadis yang sangat lambat mengangkat panggilannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yunia Afida
bunga semangat terus 💪💪💪💪💪💪
2024-08-11
0
Ekha, S
Bapak macam apa dia. anak dan keluarganya di buat seperti itu😠
2024-08-10
0
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
2024-08-10
0