Setibanya di rumah Viona disambut oleh Sania yang tengah mengkhawatirkannya.
Sania khawatir kalau iparnya akan diperlakukan dengan sangat buruk oleh kakak laki-lakinya yang begitu bengis dan juga kejam.
Ia berharap, Dirgantara bisa merubah sikapnya lebih baik lagi, karena wanita seperti Viona sangatlah langka, selain baik, Viona juga cantik dan begitu perhatian. Walaupun sudah diperlakukan dengan sangat buruk, tak membuat wanita itu menyerah dan kabur dari rumahnya.
"Kakak! Apa kata dokter? Apakah kak Vi baik-baik saja?"
Gadis itu begitu gelisah. Sejak kepergian Viona dengan Dirga dia sengaja duduk di serambi depan menunggu kedatangannya kembali. Dan kini Viona sudah kembali. Buru-buru ia menyambut dan menghampirinya keluar dari mobil.
"Alhamdulillah. Dokter bilang aku cuma mimisan. Nggak ada penyakit yang serius kok," jawab Viona.
Sania mengerutkan keningnya. "Mimisan? Tapi kenapa harus mengeluarkan banyak darah. Pasti dokter lagi mengarang cerita. Orang sakit dibilang mimisan!"
Sebenarnya Sania sendiri tak padam dengan artinya mimisan. Mungkin dia terlalu memikirkan kondisi Viona, sehingga tidak bisa membuatnya berpikir dengan baik dan mencoba mencari tahu lewat Mbah google.
Begitu beruntungnya Viona mendapatkan ipar yang begitu baik dan respek padanya, sangat berbeda dengan ipar-ipar yang ada di luar sana yang selalu ingin mengadu domba dan bermuka dua.
"Sania, mimisan itu disebabkan karena terlalu kelelahan dan stres berat. Jadi bukan masalah penyakit yang membahayakan. Kamu nggak perlu khawatir kalau aku ini penyakitan."
Viona memberikan pengertian terhadap iparnya agar mengerti maksud dari kata mimisan.
Dari situ Sania baru tahu kalau mimisan bukanlah penyakit yang membahayakan tapi disebabkan karena kelelahan dan juga stres berat.
"Syukurlah kalau begitu kak. Aku sangat mengkhawatirkanmu. Jadi kakak mimisan karena terlalu kelelahan dan juga stres berat?"
Tatapan sinis Sania beralih pada kakak laki-lakinya yang tengah mengekorinnya di belakang dengan menunduk dan mengetik sesuatu di handphonenya.
Ia benar-benar dibuat kesal oleh kakak laki-lakinya itu. Pria yang seharusnya menjadi pelindung malah menjadi musuh untuk istrinya sendiri.
"Ini gara-gara kamu Bang! Apa kamu tidak melakukan KDRT pada kak Vi, dia tidak akan mengalami hal yang buruk. Awas aja kalau sampai kamu kembali mengulanginya lagi. Aku tidak akan segan-segan mengantarkan dalam penjara!"
Mendapatkan omelan dari adiknya, kembali Dirgantara tersulut emosi.
Pria itu memasukkan handphonenya ke kantong celana dengan mengomel. "Kau itu apa-apaan sih! Terus-menerus menyudutkanku! Aku tidak akan melakukan tindakan yang konyol kalau tidak terganggu. Sudah kukatakan berkali-kali pada kalian yang ada di rumah ini, jangan sampai ada orang yang masuk ke dalam kamarku atau bahkan ke ruang kerjaku. Biarkan saja berantakan, kalian nggak usah terlalu ikut campur memasuki tempat privasiku!"
Sania geleng-geleng kepala dibuat jengkel karena sikap egois kakak laki-lakinya.
Bahkan di kamarnya sangatlah berantakan. Semua baju berserakan dalam keadaan kotor. Bahkan untuk kolornya saja berantakan di atas sofa dan juga meja, sangatlah tidak enak dipandang, dan sekarang sudah rapi dan bersih, semuanya dicuci dan dikemas bagus di dalam lemari, tapi dia bukannya bersyukur, malah melarang Viona dan juga dirinya untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Abang! Kemarin waktu Abang masuk di dalam kamar melihat kamarmu tertata rapi bagaimana perasaanmu? Apakah kamu merasa senang dengan pakaianmu yang sudah rapi terkemas di dalam lemari? Bahkan kolormu saja sudah dicuci dan dirapikan oleh kak Viona. Tidakkah kau bersyukur dan berterima kasih padanya?"
Di situ Viona hanya diam dengan menahan tawa mendengar celotehan kakak beradik yang tak berhenti berdebat.
Sania terus-menerus menyerang kakaknya dan melakukan pembelaan padanya, karena gadis itu juga jenggah melihat sikap dingin kakaknya yang terlalu arogan dan sulit untuk diberi pengertian.
"Memangnya aku menyuruh dia untuk mencuci kolorku? Kalian tahu tidak? Barang yang aku kenakan itu adalah privasiku. Dan barang privasiku dikuasai oleh dia," tunjuknya pada Viona dengan mata elangnya yang menusuk tajam.
Sontak Viona membalikkan badannya dengan bola matanya melebar.
Dirgantara menuduhnya sudah menguasai barang privasinya. Padahal di situ dia hanya ingin membantu membersihkannya.
Sangatlah jorok jika seorang pengusaha besar memakai pakaian kotor untuk pergi ke kantor. Namun rupanya pria itu tidak memiliki rasa syukur sama sekali dengan apa yang sudah dimilikinya.
"Tuan! Saya tidak ada niatan buruk terhadap anda, apalagi menguasai barang privasi anda. Saya tidak pernah menguasai apapun, Tuan! Saya hanya membantu untuk membersihkan ruangan anda dan juga pakaian anda. Mohon Tuan jangan berlebihan menuduh saya yang bukan-bukan. Saya bahkan bukan pencuri di rumah ini. Saya datang ke sini juga keinginan Tuan, bukan keinginan saya sendiri. Kalau Tuan tidak menikahi saya, tentunya saya juga tidak akan berada di rumah ini," bantah Viona.
Sania bangga karena Viona mulai berani membantah suaminya. Bukan karena dia memberikan dukungan yang buruk pada kakak iparnya, tapi memang orang seperti Dirgantara harus dikasih pengertian agar tidak semena-mena terhadap orang lain.
Selama posisinya benar, Viona akan terus membantahnya. Dia tidak ingin direndahkan dan dianggap buruk oleh orang yang sudah menikahinya dan menempatkannya di rumah itu.
"Kau itu bang ..., kebangetan jadi cowok. Jangan mentang-mentang kau menjadi penguasa di rumah ini, sikapmu bisa seenaknya sendiri terhadap orang lain. Di sini masih ada aku yang memiliki kekuasaan yang sama seperti dirimu! Jadi aku harap kau jangan sok-sokan menjadi orang yang berkedudukan tinggi dan kami harus mengikuti semua keinginanmu!"
Skakmat. Dirgantara hanya diam tidak menjawabnya. Mungkin ucapan adiknya memang benar. Sania memiliki kekuasaan yang sama di rumah itu karena dia juga sebagai Putri tunggal orang tuanya.
Viona menarik tangan Sania yang terlalu berani membantah kakak laki-lakinya. Dia hanya tidak ingin Sania mendapatkan amarah dan dianggap sebagai pelindungnya.
"Sania! Tolong jaga ucapanmu! Nanti dia bakalan marah sama kamu. Aku tidak ingin kamu dilibatkan dalam urusan kami. Biarkan saja dia terus-menerus menyalahkanku, mungkin dengan begitu dia akan puas."
Viona sengaja bicara berbisik agar tidak didengar oleh Dirgantara.
Gadis itu hanya khawatir kalau Sania akan mendapatkan perlakuan yang buruk sama seperti yang dialaminya.
"Kakak jangan khawatir. Selama kakak posisinya benar, aku akan~~~
Suara dering telepon mengganggu celotehan mereka.
Sania merogoh handphonenya dan mendapati teman sekolahnya tengah menghubunginya.
Viona meminta Sania untuk menerima panggilan yang kemungkinan ada kepentingan mendesak.
"Kakak, aku tinggal sebentar. Jaga dirimu baik-baik. Cepatlah istirahat, nanti aku akan kembali menemuimu."
Sania langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya untuk menerima telepon dari sahabatnya di sekolah.
Sedangkan Viona langsung bergegas menuju kamarnya, tapi langkahnya terhenti karena Dirgantara menghalangi jalannya.
"Puas kau mendapatkan perlindungan dari adikku!"
Satu kata yang cukup membuatnya dongkol kembali keluar dari mulut pedasnya.
Hareudang ... Hareudang ... Hareudang .... Panas! Panas! Panas!🔥🔥🔥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments