Sebulan sudah Viona menikah. Walaupun pernikahannya masih juga dingin, tapi Dirga memberikan nafkah lahir padanya.
Pria itu memang masih jutek padanya, tapi soal uang nafkah dikirimkannya melalui rekening yang diberikan.
("Aku sudah mentransfer uang bulanan. Kau bisa menggunakan uangmu dengan baik. Belilah apa yang kau butuhkan.")
Tiba-tiba sebuah chat masuk di WhatsAppnya. Bahkan dia tak memiliki nomernya, mungkin Sania yang sudah memberikan nomernya pada Dirga.
Dengan hati yang berbunga-bunga, Viona langsung memberikan balasan padanya. ("Terimakasih banyak. Tapi apakah aku boleh keluar sebentar untuk berbelanja? Sabun mandiku habis. Bahkan aku tidak punya pembalut. Nanti kalau aku lagi bulanan gimana? Masa iya aku minta sama Sania?")
Dengan percaya dirinya, Viona mengetikkan sesuatu yang tidak seharusnya diketahui oleh suaminya. Tapi berhubung dia sedang merasakan kebahagiaan karena mendapatkan uang, ia tak peduli kalaupun harus malu diejek oleh Dirgantara.
Dirgantara membacanya dengan tertawa terpingkal-pingkal. Cukup lucu juga Viona dengan polosnya gadis itu menjelaskan bahwa dirinya butuh sebuah pembalut untuk persediaan di saat ia sedang datang bulan.
Dengan suasana yang cerah, Ia pun membalasnya. "Memangnya buat apa kau membeli pembalut? Bukannya kau sudah terbiasa menggunakan kain lab?"
Viona kesal karena sudah diejek. Bisa-bisanya pria itu mengejeknya telah menggunakan kain lab di saat ia sedang datang bulan. Ada-ada saja!
Tapi walaupun kesal, Viona tak ingin berdebat dengan suaminya. Dengan Dirgantara mengizinkannya untuk berbelanja di luar, dia sudah sangat senang.
("Terserah anda mau bilang apa Tuan! Orang miskin seperti saya bukan cuma kain lab yang digunakan, bahkan serabut kelapa akan saya gunakan kalau saya membutuhkannya. Jadi gimana? Apakah anda mengizinkan saya buat keluar sebentar? Saya janji tidak akan pulang terlambat.")
("Tidak boleh! Aku tidak akan mengizinkanmu keluar rumah tanpa adanya pengawasan dari adikku. Jangan mentang-mentang karena aku sudah memberimu uang kau bisa bebas seenak jidatmu sendiri. Lebih baik uang itu gunakan sebagai tabungan, nggak usah keluar atau berkhayal ingin bebas dariku! Aku sedang sibuk! Jangan lagi menggangguku!")
Seketika WhatsApp Dirgantara centang satu. Pria itu langsung menonaktifkan ponselnya.
Viona hanya geleng-geleng kepala, begitu keras kepalanya pria itu hingga tidak memberikan sedikit ruang untuknya bernapas.
'Terus aku kalau butuh sesuatu gimana? Tidak mungkin juga aku nitip sama Sania. Apalagi minta bantuan Sania untuk membelikan kebutuhanku. Benar-benar menyebalkan Dirgantara! Sampai kapan pria itu akan tetap seperti itu? Apakah selamanya dia tidak bisa berubah? Kalau dia tidak bisa berubah terus aku bagaimana? Apakah sampai rambutku memutih aku akan tetap seperti ini? Sungguh miris nasibku.'
Di saat Viona kalut dengan pikirannya yang tak kunjung membuatnya tenang, tiba-tiba saja dia mendapatkan notif di handphonenya. Kali ini bukan Dirgantara, tapi orang lain yang belum tersimpan di kontak telepon.
Viona mengerutkan keningnya menatap nomor yang tidak diketahui namanya, bahkan profilnya juga tidak jelas, hanya bertuliskan huruf F.
Untuk mengurangi rasa penasaran dengan notif tersebut, Viona langsung membukanya dan membacanya perlahan.
("Selamat siang Nona Viona. Ini saya dokter Farhat. Maaf sudah mengganggu waktunya.")
'dokter Farhat ngapain dia chat nomerku? Siapa yang udah ngasih nomorku pada dokter Farhat? Perasaan aku tidak memberinya nomorku? Atau jangan-jangan dirgantara yang sudah memberikan nomorku padanya? Atau mungkin Sania?'
Viona bertanya-tanya pada dirinya sendiri dan tidak merasa memberikan nomor handphonenya pada siapapun kecuali Sania.
Di sini bukan hanya Dirgantara saja yang mengetahui nomor handphonenya, tapi dokter Farhat juga mengetahuinya. Siapa yang sudah lancang memberikan nomornya pada orang lain? Tapi yang jelas ini cukup mengganggunya.
Tak ingin dianggap tidak punya sopan santun dia pun langsung membalas chat dari dokter Farhat.
("Selamat siang juga Dokter Farhat. Dokter Farhat ada apa menghubungi saya? Kalau boleh tahu Dokter Farhat mendapatkan nomor saya dari siapa ya? Seingat saya, saya tidak pernah memberikan nomor saya pada siapapun, tapi kok dokter Farhat mengetahui nomor saya?")
Viona mencoba untuk bersikap sopan agar tidak menyinggung perasaan orang lain karena biar bagaimanapun juga, Farhat adalah seorang dokter pribadi keluarga suaminya.
("Saya hanya menanyakan bagaimana kondisi kamu sekarang? Apakah kamu masih sakit?")
Dokter Farhat tidak menunjukkan tanda-tanda mencurigakan. Viona pun menanggapinya dengan baik.
("Alhamdulillah kondisi saya sudah lebih baik. Saya masih mengkonsumsi obat seperti yang dianjurkan oleh dokter. Terima kasih atas bantuannya ya, dokter?")
Hampir setiap hari Viona memang mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter Farhat. Walaupun tidak terdeteksi ada penyakit yang membahayakannya, setidaknya dia berjaga-jaga dengan mengonsumsi vitamin dan obat untuk mencegah terjadinya mimisan.
("Syukurlah kalau kamu sudah sehat. Jangan lupa diminum obatnya. kamu nggak perlu sungkan sama saya. Oh ya nona Viona, alangkah lebih baiknya jika anda jangan memanggil saya dengan sebutan dokter. Panggil saja dengan nama, biar lebih akrab. Saya masih seumuran dengan Dirgantara. Kalau soal nomor anda, saya mendapatkan dari siapa, itu tidaklah penting. Saya bisa mendapatkan nomor anda dengan begitu mudah tanpa harus bertanya pada siapapun.")
Berulang kali Viona membaca pesan yang ditulis oleh dokter Farhat.
Bisa-bisanya seorang dokter tidak ingin dipanggil dokter dan malah ingin dipanggil nama. Sangatlah tidak sopan jika ia harus memanggilnya dengan sebutan nama saja. Biar bagaimanapun juga dokter Farhat umurnya jauh lebih tua dibandingkan dirinya.
("Maaf dokter, bukannya saya menolak untuk memanggil dokter dengan sebutan nama, tapi rasanya sangatlah tidak sopan. Apalagi dokter memiliki kedudukan yang tinggi, sedangkan saya ...., saya hanya manusia biasa, tidak memiliki kedudukan apa-apa.")
("Saya tidak pernah menilai seseorang dari kedudukannya nona, tapi dari sifat dan tulusnya. Tolong save nomor saya ya? Jika ada waktu senggang, saya akan menghubungi anda kembali. Jangan lupa, mulai hari ini anda harus membiasakan diri anda memanggil saya dengan sebutan lain, mau panggil nama, mau panggil mas, atau apapun, saya mau. Selamat beristirahat, jangan lupa makan.")
Setelah itu tak ada lagi percakapan. Viona memutuskan untuk tidak membalas chat terakhir dari dokter Farhat.
Ia hanya merasa aneh dengan gelagat dokter Farhat. Entah dokter muda itu punya niatan apa, yang jelas ia tak ingin memikirkannya.
"Dasar dokter edan! Baru kali ini ada dokter tak suka dipanggil dokter. Apa maunya? Sudah tau aku ini istri dari sahabatnya? Bisa-bisanya dia mempedulikanku. Bodoamat lah, yang penting aku tak menanggapinya.
Saat mengesave nomer dokter Farhat, tiba-tiba saja Sania datang nyelonong masuk ke dalam kamarnya. Sontak ia terkejut dan melemparkan handphonenya ke atas bantal.
"Kak Vi! Kamu kenapa terkejut begitu? Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?"
Sania memicingkan matanya menatap kecurigaan pada Viona yang tiba-tiba melemparkan handphonenya.
Kira-kira ada apa dengan dokter Farhat?🤔 Bisa-bisanya seorang dokter menolak untuk dipanggil dokter? Benar-benar menguji kesabaran Viona. Sabar ya Vi, mungkin dokter Farhat mau kasih BPJS kesehatan biar kamu kalau ke rumah sakit kagak dipungut biaya 😁😁🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
4U2C
hei hei dirga jaga mulut ya,,aku sewaktu-waktu dahulu juga pernah pakai kain lap dirga,,kerana masalah ekonomi,,jadi beli yang untuk anak-anak saja pembabalut tuh kira gampang🤣🤣🤣🤣🤣
2024-08-10
2
kaylla salsabella
lanjut thor semangat berkarya thor 🥰🥰🥰
2024-08-10
1
ardiana dili
lanjut
2024-08-10
1