Ragu-ragu Dirgantara masuk ke kamar tamu yang ditempati oleh Viona.
Saat membuka pintu dia mendapati Viona memejamkan matanya di pembaringan.
Nampak begitu pucat dengan lebam disudut bibir dan juga tangannya yang diinjak oleh sepatu pantofel miliknya.
Ada rasa penyesalan karena sudah melakukan tindakan yang begitu menyakitkan, tapi semua sudah terjadi, ibarat kata nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin bisa ditarik kembali.
Dengan ucapannya begitu lirih Dia meminta maaf 'sorry' tapi tak membuat Viona mendengarnya.
Dirga duduk di ranjang dengan mengamati wajah cantik yang berubah lebam karenanya. Entah dengan cara apa ia akan membantu mengobati, tak mungkin ia membangunkan Viona dan berniat untuk mengobatinya. Sebagai laki-laki harga dirinya sangat tinggi dan pantang untuk meminta maaf.
"Huft ... Gara-gara kamu aku disalahkan sama adikku. Dia begitu marah padaku hanya ingin membelamu. Rupanya kau dan dia sudah bersekongkol ingin membuatku gila di sini. Kalian berdua benar-benar seperti rubah betina!"
Bukannya mengulurkan tangan untuk membantu mengompresnya tapi malah mengatainya seperti rubah betina. Benar-benar pria menjengkelkan. Begitu arogannya ia tak mau merendahkan dirinya hanya sekedar untuk meminta maaf.
Tak lama dari itu Dirga kembali beranjak dan pergi bergegas menuju kamarnya.
Di dalam kamarnya dia bertemu dengan Sania yang tengah mengemasi barang-barang milik Viona yang tadinya sudah ditata di kamar suaminya.
"Kau sedang apa di sini? Mau maling juga?"
Tatapan jengkel Sania dilayangkan pada kakak laki-lakinya.
Bukan hanya Viona saja yang dituduh sebagai maling, tapi dirinya juga dianggap seperti maling. Padahal sedari kecil dia tidak pernah mengambil barang yang bukan miliknya. Bahkan selama ini kakaknya juga mengetahui seperti apa tingkah lakunya.
"Mulutmu itu benar-benar kotor bang! Sejak kapan aku belajar jadi maling? Apakah aku juga dilarang untuk masuk ke dalam kamarmu? Coba lihatlah kamarmu? Tentunya kau bisa membedakannya! Bagaimana kamarmu sebelum menikah dan setelah menikah. Apa kau tak merasakan ada perubahan di sini?"
Dirga mengamati setiap sudut ruangan yang nampak berbeda. Sprei, gorden, semuanya sudah diganti dan tertata begitu rapi. Bahkan tidak ada pakaian-pakaian kotor yang berserakan di sofa ataupun di ranjang, tapi ia tidak ingin terlihat mengagumi seseorang yang sudah membersihkan kamarnya.
Pantang baginya untuk mengagumi seseorang yang tidak dicintainya. Baginya, Viona adalah boneka mainannya yang dibeli dengan cukup mahal.
"Biasa aja, tidak ada perubahan sama sekali. Emangnya apa yang berubah? Dari dulu kamarku tetap ini, tidak pernah berpindah di kamar tamu ataupun di kamarmu. Sudahlah, Sania! Kamu nggak usah terlalu berpikir bahwa wanita itu sangatlah baik dan pantas untuk menjadi pasanganku. Kau ingin bilang kalau dia bekerja keras di sini membersihkan semua ruanganku? Jangan terlalu percaya dengan profilnya saja, Sania. Kuperingatkan, kau jangan terlalu dekat dengannya, bisa-bisa kau terhasut oleh omongan manisnya."
Sania terbengong mendengar celotehan dari kakak laki-lakinya. Entah otak kakaknya itu sudah terisi oleh tahu atau keju. Bisa-bisanya dia berpikir kalau Viona seorang gadis yang bermuka dua, hanya bagus profilnya saja, tapi hatinya sangatlah buruk. Jelas-jelas Viona tidak pernah menunjukkan keburukannya. Dia selalu bilang apa adanya dan melakukan hal-hal positif dengan hatinya yang tulus.
"Jujur Bang aku heran sekali kenapa ada orang sepertimu. Orang sebaik kak Viona masih juga kau curigai. Dulu Papa sayang banget sama keluarga, bahkan dia kemana-mana selalu bersama Mama. Nah kamu, udah pergi tanpa permisi sama istrimu, pulang-pulang main kdrt. Kalau aku jadi kak Viona, pasti bakalan rame besar, aku bakalan laporin kamu pada pihak berwajib, biar sekalian kamu mendekam di penjara."
Sania tak berhenti mengomel dengan memasukkan barang-barang milik Viona ke dalam koper.
Sungguh miris, Viona datang baik-baik malah diperlakukan seperti hewan oleh pria yang menikahinya.
Andai saja Arnav tau putrinya mengalami kdrt, entah bagaimana perasaan pria itu. Karena keegoisannya, dia tega memasukkan anaknya ke kandang singa.
"Aku harap kau segera meminta maaf pada kak Viona. Lukanya memang tak seberapa, tapi hatinya hancur bang! Dia juga tak ingin diperlakukan seperti itu. Dia mau menikah denganmu karena dipaksa, dan kau sendiri yang menginginkannya. Kalau memang orang tua kak Viona memiliki tanggungan pada almarhum Papa, setidaknya kamu ikhlaskan, atau masih banyak cara lain untuk menagihnya, bukan malah menyudutkannya!"
Viona sempat bercerita pada Sania kalau dirinya terpaksa menikah karena dijadikan jaminan hutang oleh Ayahnya.
Sungguh menyedihkan nasib Viona, sudah kehilangan kasih sayang ibunya, kehilangan masa mudanya, kini malah diperlakukan tidak senonoh oleh pria yang menikahinya.
Sania tidak bisa membayangkan, jika hal itu terjadi pada dirinya, mungkin ia lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya.
"Perlu kau tau saja, Pak Arnav itu sudah bangkrut, dia hutangnya banyak, jadi sangatlah tidak mungkin dia bisa mengembalikan uang Papa. Ruko tempat usahanya sudah ludes terbakar. Di sini aku tidak mau dirugikan, yang namanya hutang memang wajib untuk dibayar. Kalau nunggu dia punya uang, lalu sampai berapa lama lagi aku menunggunya? Tak ada pilihan lain, aku gunakan anaknya sebagai jaminan hutang. Jika saja Pak Arnav bisa membayar hutangnya padaku, aku juga akan mengembalikan Viona padanya," balas Arnav.
Sania tak habis pikir. Cara berpikir kakaknya sangatlah dangkal. Kalau memang menginginkan uang almarhum orang tuanya dikembalikan, seharusnya tidak dengan cara sepicik itu, tentunya Dirga bisa menggunakan cara lain yang lebih masuk akal.
"Bang! Aku rasa kalau almarhum Papa masih ada di sini, aku yakin sekali dia pasti bakalan sedih melihatmu seperti ini. Dulu Papa sangat pengertian pada sesama yang membutuhkan, tapi kamu malah sebaliknya, kamu suka menindas kaum yang lemah. Kamu itu terlalu arogan! Aku yakin, kamu bakalan nyesel karena sudah menyia-nyiakan orang yang tulus seperti kak Viona. Jangan mentang-mentang kau punya banyak uang sehingga kau bisa berbuat semaumu sendiri. Karna itu tak pernah mati!"
Sania langsung keluar dari kamar Dirgantara dengan menjinjing kopernya menuju kamar tamu di mana Viona tengah beristirahat.
Dengan perlahan dia menaruh kopernya di pinggiran ranjang. Ia membiarkan Viona yang mulai terlelap oleh tidurnya.
'Maafkan bang Dirga kak. Mungkin dia hanya gengsi tidak berani meminta maaf pada kak Vi. Tapi aku yakin malam ini pria itu tak akan bisa tidur dengan nyenyak.'
Tak ingin mengganggu istirahat Viona, Sania memutuskan untuk pergi ke kamarnya sendiri.
Setelah mengetahui adiknya pergi dari kamar tamu, Dirgantara mengendap-ngendap masuk dengan membawa bak berisi air beserta handuk kecil.
Untuk mengurangi rasa salahnya dia ingin mengompres dahi Viona yang menghangat.
"Sorry Vi, aku sudah bersikap kasar padamu. Aku pikir kau ada niatan buruk masuk ke dalam ruang kerjaku. Gara-gara kamu, aku jadi dimusuhi oleh adikku sendiri. Ternyata kau cukup berpengaruh di kehidupan kami. Aku tak tau, apa alasanmu tetap bertahan di sini walaupun aku sudah menyakitimu!"
Dirga menghela nafas dan merebahkan tubuhnya di sebelah Viona. Tak ingin diomeli oleh adik perempuannya, ia memutuskan untuk mengalah dan menemani Viona yang terlelap dalam tidurnya.
Apa mungkin semua laki-laki seperti Dirgantara? Memiliki keegoisan yang tinggi melebihi tower triangle. Huft ... Author membayangkan, jika punya pasangan yang egois dan gengsinya tingkat dewa seperti Dirgantara, author pasti bakalan kabur🏃🏃 eits, tapi jangan kalian yang kabur🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
4U2C
bodoh banget pikiran kamu dirga,,bagaimana tidak viona bertahan dikediaman kamu kan kamu sudah jadi suaminya viona,,kalau kamu tidak mahu viona bertahan didiaman kamu ceraikan aja senang cerita,,jangan siksa viona gitu,,viona juga tidak ada niat mahu nikah sama kamu dirga,,kamu yang memaksa viona..
2024-08-05
3
ardiana dili
semangat kak
2024-08-03
1