Malam ini semua warga berkumpul di balai desa, meskipun acara pesta panen kali ini tanpa hiburan seperti pertunjukan gamelan dan tari tradisional, mereka sangat menikmati kebersamaan di balai desa malam itu. Menikmati makanan yang dimasak oleh para wanita disajikan di atas daun pisang utuh menambah kenikmatan pertemuan mereka.
Dan setelah acara itu berakhir, Wijaya Kusuma mendekati Ki Dayat, salah satu orang yang dituakan di desa ini atau mereka menyebutnya 'Sesepuh' desa.
Ki Dayat, menjadi mantan Kepala Desa yang paling lama menjabat, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menolak tawaran warga melanjutkan kepemimpinannya, dia memilih memberikan kesempatan pada orang lain.
"Aki, mau langsung pulang kan?" tanya Wijaya.
"Iya, mau kemana lagi aki-aki tua keluyuran malam hari," Ki dayat berjalan pelan diikuti Wijaya.
Ki Dayat sudah bisa menebak. Pasti Wijaya Kusuma ingin mengobrol, jadi dia berjalan ke arah lain. Wijaya mengikuti langkah Ki Dayat dengan rasa heran, karena ini bukan ke arah perkampungan melainkan ke sebuah perkebunan jagung.
"Ki, Aki mau kemana? Katanya tadi mau langsung pulang?" tanya Wijaya sambil mengarahkan obornya ke depan, karena jalanan menuju kebun jagung sangat gelap.
Di depan, mereka melihat sebuah saung sederhana yang terlihat nyaman, dengan dinding anyaman bambu yang menutupi sekeliling dan atap rumbia untuk melindungi dari terik matahari.
Meskipun pertanyaannya tidak dijawab, Wijaya tetap mengikutinya dengan penuh hormat. Keduanya tiba di saung, Ki Dayat duduk lebih dulu disusul Wijaya.
"Jaya, ada sesuatu yang mau kamu sampaikan ke Aki, kan?" desak Ki Dayat.
"Iya, Ki," ucap Wijaya, menghela nafas panjang sebelum mulai berbicara lagi, "Saya ingin bertanya tentang detik-detik kematian bapak saya," ungkap Wijaya dengan pelan.
Ki Wijaya mengangguk, "Aki sudah tahu. Pasti kamu akan menanyakan hal itu, makanya Aki mengajak kamu kemari. Karena disini lebih tenang, jauh dari keramaian orang."
"Tolong jelaskan kejadian yang sebenarnya, Ki."
Ki Dayat mengangguk pelan lalu menatap Wijaya dengan sorot mata tajam.
"Semua berawal saat desa tetangga kita mulai menerima segala macam budaya dari luar, mereka mulai meninggalkan cara-cara tradisional dan beralih menggunakan alat-alat modern. Bapakmu diundang oleh Kepala Desa Karajaan Sagara, entah apa yang mereka obrolkan tapi yang pasti mereka ingin mengajak desa ini untuk meninggalkan segala bentuk tradisi dan cara lama seperti meninggalkan sistem barter dan lainnya. Mungkin bapakmu tidak setuju, sampai tiba-tiba sore harinya saat kamu pergi ke pantai, dia memakan makanan hadiah dari warga sana."
"Jadi, bapak meninggal di hari yang sama ketika dia sudah bertamu ke Desa Karajaan Sagara ya Ki?"
Ki Dayat lalu mengangguk, "Ibumu juga sempat curiga, karena meninggalnya seperti diracun," ungkap Ki Dayat.
"Lalu kenapa saya tidak diberitahu, Ki? Selama ini saya pikir, Bapak memang punya sakit lambung!"
"Karena kamu bakal jadi Kepala Desa yang baru, kalau kamu tahu cerita bapakmu yang meninggal setelah memakan makanan itu, kamu tidak akan fokus menjadi Kepala Desa."
"Kenapa tidak melaporkan kematian Bapak ke polisi!" sungut Wijaya.
"Jaman bapakmu menjabat, dia tidak pernah mau menyuruh warga desa untuk meminta bantuan ke desa lain. Apalagi bapakmu tidak menyukai warga desa tetangga yang sudah ingkar pada peraturan leluhur."
Wijaya lalu berdiri dan berkata "Ki, ayo kembali ke desa."
"Sabar," ucap Ki Dayat.
"Aku tidak bisa menahan kesabaranku, ini pasti ulahnya Pak Toha!" tegas Wijaya menuduh Kepala Desa Karajaan Sagara.
"Wijaya, ingat. kamu bukan pemuda desa biasa lagi, kamu sekarang adalah Kepala Desa adat. Sebaiknya tahan emosimu dan kamu harus belajar menyelesaikan masalah dengan cara lain."
"Cara lain seperti apa lagi, Ki? Pantas saja dia tidak mau membantu memanggil Polisi malah menyuruhku menguburkan pemuda tanpa identitas itu!" emosi Wijaya semakin meledak, saat dia hendak berjalan pergi menjauhi saung, tiba-tiba Ki Dayat memegang lengannya.
"Wijaya, mumpung kita masih disini, kamu juga harus tahu rahasia lain yang ada di desa kita, ini rahasia turun menurun yang selalu kita simpan rapat-rapat."
Wijaya menoleh menatap Ki Dayat lalu bertanya, "Rahasia apa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ropin Mudian
seru banget euy bang chio.. 👍
2024-08-01
1