Ajat tengah memanen anggur bersama pasangan lansia di bawah terik matahari. Kedatangan dia dan Wijaya ke rumah mereka, karena mereka ingin menitipkan anggur ini untuk anaknya yang menikah dengan penduduk desa Karajaan Sagara.
Karena Ajat dan Wijaya sering naik turun gunung melewati Desa Karajaan Sagara, mereka berdua tidak mempermasalahkan hal itu. Apalagi mereka juga diberi banyak anggur yang rasanya manis dan berair.
"Lama sekali sih Kang Wijaya," gerutu Ajat pelan, tangannya sibuk memetik anggur lalu memasukan anggur itu ke dalam keranjang anyaman bambu.
"Jat, pemuda yang kemarin tewas di kolam ikan lele teh, udah ketahuan orang mana?" tanya kakek penasaran.
"Belum, Kang Wijaya belum dapat kabar, kan harus turun dulu ke Desa Sagara Dua, kabarnya pasti dikirim lewat Mang Ujang."
"Nenek mah curiga sama Pak Arifin," tiba-tiba nenek memotong obrolan Ajat dan kakek.
"Kenapa atuh, tiba-tiba curiga ke Pak Arifin?" tanya Ajat memandangi nenek lalu melahap anggur yang baru saja dia petik.
"Soalnya teh, waktu kemarin maksa-maksa Kepala Desa buat ngubur jasadnya, belum juga ketahuan identitasnya. Mencurigakan ya," ucap nenek yang tengah sibuk memisahkan anggur untuk ditukar dengan bahan lain.
"Kakek juga rada curiga sama Pak Arifin teh, tapi kita gak bisa nuduh sembarangan, ah sudah jangan dibahas lagi," ucap kakek.
Ajat tak ikut berkomentar namun ucapan nenek dan kakek menjadi pemicu ikut mencurigai Pak Arifin. Setelah Ajat selesai memetik anggur, dia pamit pergi dan meminta maaf karena Wijaya Kusuma tidak ada datang.
Nenek dan kakek memakluminya, apalagi Wijaya adalah seorang Kepala Desa yang selalu sibuk dengan urusannya. Ajat melangkah pergi meninggalkan rumah pasangan lansia itu dengan sedikit menggerutu, "Pak Kepala Desa pasti sibuk sama Neng geulis dari kota, sampai lupa waktu gini euy! Hadeh!"
Saat melangkah di jalan setapak, dirinya berpapasan dengan Pak Arifin yang tengah membawa cangkul pergi ke arah sawah. Ajat menoleh melihat Pak Arifin yang lewat begitu saja tanpa menyapanya.
"Dia memang mencurigakan, apa aku selidiki dulu rumahnya ya? Siapa tahu di halaman rumahnya ada bukti."
Ajat mempercepat langkahnya menuju rumah Pak Arifin, dia berjalan perlahan sambil melihat kondisi rumah itu. Tak disangka, Ajat melihat bekas tumpukan sampah yang telah dibakar.
Ajat menoleh ke arah rumah, nampak sepi dengan pintu yang tertutup dan tak ada kegiatan apapun. Ajat lalu jongkok dan mengeruk sisa pembakaran itu, Ajat menemukan benda yang telah meleh seperti bekas kartu identitas. Juga melihat benda seperti sebuah dompet.
Ajat curiga, benda ini adalah milik pemuda itu.
"Ehem! Heh Aa Ajat sedang apa di situ?" terdengar suara perempuan.
Ajat kaget, lalu memasukan benda tadi ke dalam keranjang, dia berkata "eh, Arini. Nggak tadi teh Ajat nyari benda jatuh."
"Benda apa yang jatuh?" tanya Arini, dia adalah anak Pak Arifin.
"Apa ya tadi teh hehe, saya juga mendadak lupa gara-gara ngeliat kecantikan Neng Arini."
"Alah gombal! Itu anggur siapa banyak sekali?"
"Ini, mau diantar ke anaknya Nenek Ipah, udah dulu atuh ya!" Ajat berdiri dan segera pergi meninggalkan Arini.
Setelah jauh dari rumah Pak Arifin, dia berhenti dan mengambil kembali benda yang tadi dia temukan.
"Ini teh kaya dompet, tapi kenapa sih dibakar? Tapi kalau dompet, kenapa Pak Arifin punya benda begini, kan di desa ini mah gak butuh dompet orang jual belinya pake sistem barter."
Saat Ajat masih fokus menatap benda yang ada di tangannya, dari kejauhan terlihat Pak Arifin dengan membawa golok.
Ajat lalu berdiri dan menyembunyikan benda tadi di dalam semak-semak, Pak Arifin semakin dekat dan berhenti di depan Ajat.
"Jat, kembalikan barangnya."
"Barang apa, Pak?"
"Jangan pura-pura kamu teh, tadi kamu mungut sesuatu ya di halaman rumah saya?"
"Ah, nggak Pak!"
"Jangan bohong, anak saya tadi ngeliat kamu masukin benda ke dalam keranjang anggur. Balikin Jat! Itu benda lupa nggak saya buang ke sungai!"
"Memang itu teh apa? Meuni sampai takut gitu?"
"Gak usah penasaran kamu, mana cepat?"
Tiba-tiba Pak Arifin hendak menghujamkan goloknya ke badan Ajat, namun Ajat berhasil menghindar.
"Ari Bapak kesambet setan apa? Bapak mau bunuh saya, seperti membunuh pemuda itu ya?"
"Kurang ajar kamu, Jat!"
"Bapak, kasih racun ke pemuda itu ya? Pake rebusan bunga niskala, ya?"
Semua pertanyaan Ajat membuat Pak Arifin semakin emosi, dia lalu berusaha menyerang Ajat dengan membabi buta. Ajat lagi-lagi berhasil menangkis sabetan golok itu, namun salah satu tebasan berhasil mengenai lengan Ajat.
Ajat lalu menendang Pak Arifin, membuatnya terjatuh ke belakang. Disaat itu, Ajat mengambil kesempatan untuk berlari menuju hutan dan bersembunyi di sana.
Pak Arifin mengambil kembali goloknya lalu mengejar Ajat sembari berucap, "Akan ku tebas kau Jat!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Was pray
lanjut thor .. up yg banyak thor ..👍👍👍
2024-08-01
0