NovelToon NovelToon

Jevan Dan Para Perempuan

Bab 1 Masa Lalu Jevan

Anak laki-laki itu berlarian di lapangan terbuka tanpa alas kaki. Ia begitu senang mendapatkan teman bermain sesama laki-laki karena selama ini ia selalu bermain bersama dua anak perempuan, tidak ada anak yang lain, hanya mereka bertiga. Ia bosan selalu berperan sebagai Ken dan kedua anak perempuan yang bernama Louisa dan Jennie itu selalu menjadi barbie. Ya, Ken punya dua istri dan dua-duanya bernama Barbie.

Cuaca di sore hari itu sangat cocok untuk bermain layang-layang. Meski anak laki-laki itu tak memiliki layang-layang seperti teman-temannya, tapi ia merasa sangat senang berlari mengejar layang-layang bersama teman-teman barunya. Ketika akhirnya ia berhenti berlari untuk mengatur nafasnya yang terengah-engah, ia merasakan sebuah tangan mendarat di pundaknya. Ia merasakan sebuah tangan besar yang ia duga adalah milik tangan seorang pria. Tanpa menoleh pun ia tahu siapa orang tersebut.

"Sudah waktunya pulang, Jevan"

"Tapi Nino... "

Anak laki-laki yang bernama Jevan itu tak berani melanjutkan ucapannya ketika melihat tatapan tajam dari pria tinggi besar bernama Nino tersebut. Dengan langkah gontai, ia mengikuti langkah besar Nino. Teman-teman barunya kemudian melambaikan tangan padanya.

"Sampai ketemu lagi, Jevan! Nanti kita main lagi ya!"

Jevan hanya menjawab dengan anggukan di kepala sambil mencoba untuk tersenyum walau sebenarnya ia ingin menangis. Saat itu ia baru berumur 6 tahun dan sangat menginginkan kehidupan normal seperti teman-teman barunya yang entah kapan bisa bertemu lagi karena Nino sudah terlanjur menemukannya.

***

Ketika kembali ke tempat yang sejak ia lahir di anggap sebagai rumah, Jevan tak kuasa menahan tangisnya waktu ia melihat mommy-nya.

"Aku hanya ingin bermain seperti anak laki-laki lainnya, mommy! Kenapa tidak boleh?"

"Maafkan mommy, Jevan. Hidup kita memang sudah seperti ini dan tak bisa berubah untuk selamanya"

"Kenapa kita ga pergi dari sini, mommy? Aku ingin jadi anak normal seperti anak laki-laki lain, mommy!"

"Kamu memang normal, Jevan"

"Aku ga normal, mommy! Aku mau bebas main kayak anak-anak lain, aku mau punya daddy, dan aku bosan liat mommy menari sambil pakai baju kurang bahan hampir tiap hari!"

"Jevan, jaga ucapan kamu! Mommy terpaksa kerja kayak gini supaya kita bisa makan!"

"Kenapa ga minta sama daddy aja jadi mommy ga perlu kerja!"

"Daddy yang mana? Mommy sendiri ga tahu daddy kamu yang mana!"

Setelah itu wanita yang bernama Simone tersebut menangis tersedu-sedu, membuat Jevan terdiam kemudian ikut menangis bersama ibunya sambil saling berpelukan dengan erat. Sejak itu Jevan tak pernah lagi bertanya tentang siapa ayahnya karena ia tahu kalau itu hanya akan membuat ibunya menjadi sedih.

***

Terkadang, beberapa orang merasa tak punya pilihan dalam hidup, seperti yang di rasakan oleh Catherine Simone Williams. Dulunya, ia adalah seorang gadis cantik dengan tubuh ideal dan tinggi semampai. Selain cantik, sewaktu masih sekolah ia pandai dalam bidang olahraga, terutama di cabang olahraga gimnastik dan atletik.

Suatu ketika, tanpa di duga kedua orang tuanya mengalami kecelakaan. Mobil yang di kendarai oleh ayahnya dengan ibunya yang duduk di sebelahnya tiba-tiba di tabrak oleh sebuah truk dari belakang. Setelah kecelakaan baru di ketahui kalau supir truk tersebut mengalami mabuk berat sebelum mengendarai truknya. Karena kerusakan yang parah pada truk tersebut membuat supir truk tersebut tewas di tempat. Sedangkan kedua orang tua Simone yang waktu kecil masih di panggil dengan Catherine, meninggal di rumah sakit.

Setelah kematian kedua orang tuanya, Simone tinggal bersama paman dan bibinya. Tetapi karena mereka memiliki banyak anak, membuat mereka tak sanggup untuk merawat Simone. Akhirnya Simone di titipkan ke panti asuhan, sampai suatu hari seseorang mengajaknya untuk bergabung di tempat seni pertunjukan sebagai seorang gadis penari.

Sebenarnya pertunjukan seni tari sebagai penari hanya murni menampilkan pertunjukan seni tari walau mereka berpenampilan terbuka dengan pakaian kurang bahan seperti yang Jevan sebutkan sebelumnya. Tetapi sayangnya, tempat pertunjukan dimana Simone bekerja berbeda. Mereka bisa menari di balik layar atas permintaan pelanggan di luar hari pertunjukan yang biasanya di adakan setiap hari Sabtu dan Minggu. Nino yang oleh orang luar di anggap sebagai ketua satuan keamanan ternyata adalah mu**ikikari Simone dan teman-temannya di tempat pertunjukan tersebut.

Sebenarnya, sering kali Simone ingin pergi dari tempat tersebut bersama Jevan dan memulai hidup baru yang lebih baik, tetapi tiap kali ia ataupun teman-temannya yang lain mencoba untuk kabur, Nino dan para anak buahnya selalu dapat menemukan mereka dan membawa mereka kembali. Jadi ia dan teman-temannya tak punya pilihan lain selain bertahan di tempat tersebut.

***

Jevan menaiki atap tempat ia tinggal bersama mommynya. Ia kemudian mengeluarkan sebatang rokok yang ia simpan di saku bajunya. Usianya sudah 17 tahun tapi ia merasa seperti sudah berumur 100 tahun karena terlalu banyak berfikir.

"Lagi banyak pikiran, Jev?"

"Lou, kok kamu tau sih aku lagi ada di sini?"

"Ini kan salah satu tempat favorit kamu"

"Kamu memang paling perhatian sama aku"

"Lebih daripada Jennie?"

"Kenapa bahas Jennie? Kamu cemburu ya sama dia?"

"Entahlah, mungkin karena aku lihat kamu ciuman sama dia kemarin"

"Dia yang cium aku duluan!"

"Trus kamu pasrah gitu? Kamu kan bisa nolak, Jev!"

"Aku kan pria normal, Lou! Kalau aku nolak kan sayang!"

"Brengsek kamu! Katanya kamu cuma sayang sama aku tapi malah mencium Jennie!" Louisa lalu memukuli dada Jevan karena kesal.

"Aku memang sayang sama kamu, Lou!"

"Pembohong!"

Jevan kemudian memegangi kedua tangan Louisa dan meletakan kedua tangan Louisa ke tengkuknya. Lalu Jevan mulai mencium bibir Louisa dengan penuh gairah.

"Aku sudah buktikan kan kalau aku sayang kamu?"

"Dengan mencium aku? Itu ga membuktikan apa-apa, tau!"

"Sudahlah, Lou. Aku janji ga akan berciuman dengan Jennie lagi"

"Beneran loh ya, aku pegang janji kamu. Sama kalau lagi kerja juga jangan berciuman"

"Iya siap"

Kemudian ponsel Jevan berdering. Melihat nama di layar ponselnya membuat Jevan malas mengangkatnya.

"Siapa yang telepon? Kenapa ga di angkat?"

"Malas"

Louisa kenudian merebut ponsel Jevan dari tangannya.

"Hei, sudah jangan di lihat!"

Louisa mengenali nama yang tertera di layar ponsel milik Jevan.

"Apakah ini tante yang waktu itu?"

"Iya, Lou"

"Kenapa kamu ga mau angkat teleponnya? Dia kan pasti punya banyak uang untuk kamu"

"Karena aku ga mau jadi pria peliharaan"

"Tapi Jevan, kalau dia membayar kamu dengan jumlah yang lebih besar dari yang biasa kamu terima dengan pelanggan lain, lebih baik kamu terima aja"

"Lou, kamu kan tau pertama kali aku terima dia karena terpaksa, karena aku sedang butuh banyak uang untuk membebaskan kamu dari si brengsek itu"

"Iya sih. Jadi kamu benar-benar sayang sama aku ya?"

"Sayang dong, masa aku bohong sama kamu sih?"

"Sama Jennie juga sayang?"

"Sayang, tapi cuma sebatas adik sama kakak"

"Berarti sama aku lebih dari sayang?"

"Iya"

"Jadi apakah itu cinta?"

"Lou, kamu kan tau dengan hidup kita yang seperti ini, sulit untuk memiliki rasa yang tulus seperti cinta. Tapi seharusnya kamu tau gimana perasaan aku ke kamu"

"Iya, aku ngerti"

Louisa kemudian bersandar di bahu Jevan sambil memandangi matahari yang akan terbenam.

"Kalau boleh, aku ingin selalu seperti ini. Memandang matahari terbenam bersamamu, Jevan"

"Aku juga ingin seperti ini terus, Lou"

Kemudian ponsel Jevan berdering lagi, tetapi kali ini ia mematikan ponselnya karena ia memang sedang enggan menerima telepon dari siapa pun karena ia hanya ingin menikmati momen damai ini bersama Louisa. Tapi sayangnya, hal itu tak berlangsung lama karena seseorang datang menyusul mereka dengan naik ke atap.

"Jevan, ayo turun. Di bawah ada yang mencarimu, waktunya untuk bekerja"

"Hhh.. Yah, baiklah bos... "

Jevan dan Louise saling berpandangan dengan sedih. Tetapi akhirnya Louisa menganggukkan kepala, tanda ia mengizinkan Jevan untuk pergi dari tempat tersebut.

"Pergilah, aku ingin di sini dulu sebentar"

"Baiklah, tapi jangan lama-lama ya. Di sini mulai agak dingin, aku ga mau kamu sampai masuk angin"

"Iya, Jev"

Kemudian Jevan turun bersama pria itu yang ternyata adalah Nino.

"Jevan, sebelum kamu bertemu dengan tamu ini, aku ingin tanya dulu sama kamu"

"Tanya apa, Nino?"

"Kamu masih normal, kan?"

"Tentu saja. Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

Kemudian Nino menunjuk ke arah tamu Jevan yang ternyata berjenis kelamin laki-laki. Bukan hanya itu, Nino juga merasa khawatir karena Nino tahu kalau pria itu adalah seorang polisi.

"Apakah kamu sedang berada dalam masalah, Jevan?"

"Aku rasa tidak, Nino. Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja"

Jevan kemudian menemui tamunya.

"Halo, Ron"

"Hei, Jev. Aku kesini untuk menagih janjimu"

"Baiklah, ayo kita bicara"

Jevan dan pria yang bernama Ron tersebut kemudian pergi ke suatu tempat untuk bicara, meninggalkan Nino yang penasaran dengan isi percakapan mereka.

Bab 2 Balas Budi untuk Ron

"Jadi, apa yang harus kulakukan untuk membalasmu, Ron?"

"Well... Mmm... Ini masih ada hubungannya sama pekerjaan kamu, Jev. Aku tau kamu belum terlalu lama melakukan ini, tapi... "

"Maaf Ron, aku tak bisa melakukannya denganmu karena aku pria normal"

"Tidak... Tidak... Ini bukan untukku, tapi... Tapi... Tapi... " Ron yang bertubuh gempal tiba-tiba jadi berbicara secara terbata-bata. Membuat Jevan menjadi heran.

"Tapi apa, Ron?"

"Tapi... Ini untuk istriku... "

"Apa!?"

"Iya, kamu ga salah dengar. Aku ingin kamu memuaskannya karena aku tak bisa"

"Apa kamu sudah mencoba untuk berobat, Ron?"

"Belum, aku... Aku terlalu malu untuk berkonsultasi dengan dokter"

"Tapi... Apakah kamu tak keberatan melihat istrimu dengan pria lain?"

"Tidak apa-apa, yang penting dia senang"

"Well, baiklah jika itu maumu. Tapi maaf aku hanya bisa melakukan ini sekali saja. Dan aku ingin kamu berjanji padaku untuk berobat ke dokter spesialis"

"Hhh... Yaa... Yaa... Baiklah... "

"Kalau perlu aku akan mengantarkan kamu ke dokter"

"Terima kasih, Jev. Kalau bisa tolong kosongkan jadwalmu lusa, ya"

"Lusa ya? Baiklah"

"Aku akan menjemput kamu nanti"

"Oke"

,Setelah Ron pamit kepada Jevan, Nino kemudian menghampiri Jevan.

"Jevan, kamu yakin akan melakukan ini?"

"Nino, apakah kamu tadi menguping?"

"Aku harus melakukannya karena kamu berada di bawah perlindunganku, Jevan"

"Melindungi atau ingin menguasai?" Gumam Jevan.

"Apa kamu bilang?"

"Aku bilang terima kasih telah melindungi aku"

"Aku tak percaya tadi kau mengatakan itu"

"Terserah kalau kamu tak percaya, Nino" Jevan mengangkat bahu lalu pergi meninggalkan Nino begitu saja.

"Kamu akan menyesal, Jevaaan...!"

"Iya, aku tahu Nino"

***

Ron Barley sudah lama bekerja sebagai polisi. Ia bertemu dengan Jevan ketika Jevan sedang di keroyok oleh beberapa orang pria dan Ron kemudian menyelamatkan Jevan bersama dengan rekannya di kepolisian. Saat itu Jevan memang sedang mencoba untuk menyelamatkan Louisa dari seorang pria hidung belang. Jevan sebenarnya tidak ingin Louisa bekerja seperti dirinya, setidaknya sampai Louisa cukup umur atau berumur 17 tahun seperti dirinya. Usia Louisa memang lebih muda 3 tahun dari Jevan.

Nino mungkin memang telah menguping percakapan antara Jevan dan Ron, tetapi Nino sebenarnya tidak tahu hutang budi apa yang Jevan miliki terhadap Ron. Yang Nino tahu adalah saat itu Louisa telah melakukan pekerjaannya dengan baik sesuai dengan perintah Nino.

Beberapa hari kemudian, Ron menepati janjinya untuk datang menjemput Jevan. Ini tentunya berat baginya, tapi ia sudah berjanji kepada istrinya untuk melakukan ini demi menyenangkan dirinya. Milik Ron sudah lama tak berfungsi sebagaimana mestinya sejak ia di beritahu oleh dokternya kalau ia menderita penyakit diabetes. Daya tahan tubuhnya jadi menurun dan sayangnya, Ron tidak mau menjaga makanan yang ia konsumsi.

Seharusnya Ron menghindari makanan dan minuman yang banyak mengandung gula, tapi sayangnya ia menghiraukannya sehingga bukan hanya berat badannya yang terus naik, tetapi beberapa organ tubuhnya juga menjadi menurun, termasuk miliknya yang selama ini selalu ia banggakan.

Ketika tiba di rumah Ron, istrinya menyambutnya dengan memakai pakaian seksi. Ia tetap terlihat percaya diri walau di beberapa bagian tubuhnya terdapat lemak yang tak bisa ia tutupi karena faktor usia.

"Halo Jevan... Wah... Wah... Kamu tuh tampan banget ya! Masih fresh banget lagi! Sayang, Terima kasih ya karena sudah mendatangkan Jevan kemari"

"Tumben kamu panggil aku sayang"

"Heheee... Ya ga apa-apa kan sesekali!"

"Yaaa... Terserahlah!"

Ron memutar bola matanya, heran melihat kelakuan istrinya yang seperti sedang puber kedua.

"Ehem... Maaf... Kalau boleh tau dimana kita akan melakukan... Em... Itu...?"

"Oh... Iya... Di kamar kami. Kamu tak ingin makan dulu, Jevan?"

"Tidak, saya sudah makan tadi"

"Baiklah, aku antar ke kamar sekarang"

Ron kemudian mengikuti mereka.

"Eh... Ron... Apa yang kau lakukan?"

"Aku mengikuti kamu ke kamarku. Maksudnya kamar aku dan istriku"

"Jadi kau akan menonton kami melakukan itu?" Ekspresi wajah Jevan terlihat ngeri seolah-olah sedang menonton film horor.

'Iya. Aku kan perlu memastikan istriku puas dengan pelayananmu, Jev"

"Tapi... Aku pastinya akan merasa canggung, lagipula aku kan bukan bintang film p*rn*"

"Well yeah, memang bukan sih... "

"Maaf, siapa nama istrimu, Ron?"

"Gladys"

"Iya, Gladys. Apakah kau menyetujui ini?"

"Tadinya sih tidak. Tapi dia maunya begitu, ya sudah" Ucap Gladys sambil mengangkat bahu.

"Aku rasa aku jadi merasa mual. Dimana kamar mandinya, Ron?"

"Ada di dalam kamar. Di sebelah sana juga ada" Ucap Ron sambil menunjuk kamar mandi yang terletak dekat dengan dapur.

"Excuse me... " Jevan akhirnya memilih kamar mandi yang dekat dengan dapur karena kamar mandi yang terletak di dalam kamar terasa intim baginya dan membuatnya tambah canggung. Ia kemudian benar-benar muntah di wastafel. Setelah itu ia mencuci mukanya dan memandang dirinya di cermin.

"Seperti biasa, walau aku tak menyukainya dan tak punya pilihan lain, tapi aku tetap harus melakukannya, iya kan?" Jevan bertanya kepada dirinya sendiri di cermin, kemudian ia menghela nafas panjang dan kembali berbicara kepada diri sendiri.

"Oke, Jev. Ayo lakukan ini dengan cepat. Setelah itu pulang, lakukan apapun yang kau suka termasuk makan makanan berlemak yang banyak dan lupakan kalau ini pernah terjadi. Jevan lalu keluar dari kamar mandi dan mendapati Gladys yang sudah mengganti pakaiannya dengan lingerie yang seksi. Tetapi melihat warnanya yang berwarna ungu menyala dengan banyak hiasan seperti payet, membuat Jevan kembali merasa mual.

'Bagaimana aku bisa merasa bergairah jika ia berpenampilan seperti badut sirkus?' Jevan tentu saja hanya mengatakan itu di dalam hatinya. Jika Gladys atau Ron mendengarnya kemungkinan besar ia akan di tendang keluar dari rumah itu dengan wajah menyentuh tanah. Merasa ngeri dengan itu, Jevan lalu mendekati Gladys sambil memasang senyum palsunya.

"Ayo kita mulai"

Awalnya Gladys merasa kurang percaya diri mengingat usianya yang sudah tak muda lagi dengan kerutan yang mulai muncul di wajah dan bentuk tubuh yang sudah tak ideal mengingat ia telah melahirkan 2 anak yang sudah remaja. Tetapi Jevan pandai merayu dan membesarkan hatinya karena Gladys memang bukan klien pertamanya yang berusia di atas 40 tahun. Jadi, walaupun masih muda, Jevan bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.

Setelah selesai, Gladys merasa puas dan merasa usianya seolah masih muda. Wajahnya terlihat berseri karena senang. Tetapi ketika melihat wajah Ron yang sedih, Gladys jadi ikut merasa sedih.

"Jevan, terima kasih banyak. Kamu luar biasa, tetapi sepertinya aku tak bisa melakukannya lagi"

"Tentu saja, aku mengerti. Sebaiknya aku pergi agar kalian bisa bicara berdua. Sebelumnya Ron berjanji padaku kalau ia akan berobat, setidaknya agar gula darahnya bisa stabil dan menjalani diet sehat"

"Kamu benar, Jevan. Sekali lagi terima kasih" Gladys kemudian mencium pipi Jevan sebelum Jevan pergi. Setelah itu ia memeluk suaminya untuk menghiburnya.

***

Ketika Jevan tiba di rumah susun yang berada di belakang tempat pertunjukan yang bernama La Femme, Jevan langsung di sambut oleh Nino dan ibunya.

"Aku harap kamu tau apa yang kamu lakukan, Jevan. Bekerja untuk balas budi tanpa bayaran sepeser pun tentunya tak bisa di bilang menyenangkan"

Jevan kemudian mengangkat bahu sambil berkata :

"Iya, aku tahu"

Bab 3 Pertama bagi Louisa

Sejak Louisa pertama di paksa untuk melayani seorang pelanggan oleh Nino, yang tentu saja gagal dilakukan berkat usaha Jevan tanpa sepengetahuan Nino. Tapi beberapa tahun kemudian, Nino kembali memaksa Louisa untuk kembali melayani seorang pria hidung belang. Jevan kemudian kembali menentang Nino.

"Jevan, apa sih masalahmu? Louisa sudah besar! Kamu sendiri dulu juga memulainya sebelum usia 17 kan?"

"Tapi dia kan perempuan dan sakit-sakitan!"

"Hei, aku tak selemah itu ya!"

"Lou, kau kan tahu apa maksudku... "

"Iya aku tau maksudmu, Jev. Tetapi sama seperti dirimu, aku juga tak punya pilihan lain, kan?"

"Tapi tidak untukmu, Lou. Please Nino, setidaknya tunggu sampai Louisa berumur 17 tahun! Kumohon!"

"Jevan, klien ini sangat penting karena dia menjanjikan banyak uang untukku! Eh, maksudnya untuk kita! Memangnya kamu akan sanggup untuk menanggungnya?"

"Memangnya berapa yang dia bersedia bayar untuk Louisa?"

Nino kemudian menyebutkan sejumlah uang dalam bentuk dollar yang jumlahnya memang melebihi dari yang biasa di berikan oleh pelanggan lain. Jevan membelalakkan matanya saking terkejutnya ia mendengar jumlah uang yang di sebutkan oleh Nino, begitu juga dengan Louisa karena jumlahnya hampir sama dengan dua bulan menjadi pria peliharaan tante Mariana yang selalu mengejar Jevan. Seolah tahu jalan pikiran Jevan, Louisa lalu menegur Jevan.

"Oh no, don't you think about it! Aku tak ingin kamu melakukan pengorbanan sebesar itu untukku, Jevan"

"Tapi Lou, hanya ini satu-satunya jalan... "

"Tidak, jangan Jevan! Lebih baik aku melakukannya daripada kamu berkorban untukku!"

"Lou, kamu kan udah janji... "

Jevan menggantung ucapannya karena ia hampir saja keceplosan di depan Nino.

"Janji apa, Jevan?"

"Eh, maksudku janji kalau ia akan melakukannya jika sudah berumur 17 tahun"

"Ternyata tidak semudah itu, kan? Ayo Lou, kamu harus segera bersiap-siap!"

"Tunggu! Beri aku waktu beberapa hari lagi!"

"Hhh... Ya, baiklah... Sebaiknya kamu menepati janjimu kalau tidak Louisa secara otomatis harus melakukan tugasnya"

"Iya, aku akan menepati janjiku! Tunggu saja, Nino!"

***

Jevan belum menghubungi Mariana karena ia masih ingin mencari jalan lain untuk mencari uang agar Louisa bisa terbebas dari tugas yang harus ia lakukan untuk Nino. Ia berpikir sambil berjalan-jalan di sekitar area perjudian. Karena iseng, kemudian ia mencoba keberuntungannya dengan main di slot machine.

Entah sedang beruntung atau alasan lain, ia mendapatkan banyak koin dari mesin tersebut. Seseorang berpenampilan seperti seorang kutu buku mendatanginya dan mencoba untuk bicara dengannya.

"Beginner's luck?"

"Sepertinya begitu"

"Kamu kerja di tempat ini?"

"Tidak"

Apa kamu mau aku beritahu bagaimana caranya supaya bisa menang banyak?"

"Apakah aku harus membayarmu?"

"Bukan membayar, tapi bagi hasil"

"Maksudmu bagaimana?"

"Kamu sudah makan?"

"Kamu tak menjawab pertanyaanku"

"Aku akan jelaskan nanti sambil kita makan. Ayo, kita cari tempat makan. Jangan khawatir, aku akan traktir kamu"

"Baiklah, tapi aku tukar koinku dulu"

"Oke, aku tunggu di sebelah sana ya"

'Iya"

Setelah selesai menukar koinnya, Jevan dan orang tersebut kemudian makan di restoran di dekat tempat tersebut.

"Kenalkan, namaku Rafael, tetapi kamu bisa memanggilku Rafe"

"Halo Rafe, aku Jevan"

"Jevan... Nama yang bagus. Oke, aku langsung saja ya, aku ada penawaran untukmu. Aku adalah seorang ahli iT dan belum lama ini menemukan cara untuk mengakali semua permainan yang ada di atas meja judi, termasuk slot machine seperti yang kau mainkan tadi"

"Benarkah?"

"Iya benar. Aku akan buktikan nanti malam"

"Kenapa kau ingin aku untuk membantumu?"

"Karena kita saling membutuhkan, Jevan. Kamu sedang butuh uang kan? Begitu juga dengan aku"

"Mmm... Iya sih... "

"Kalau begitu aku tunggu nanti malam. ya? Kamu punya setelan jas? Kalau tak punya nanti aku pinjamkan"

"Iya, aku punya"

Karena tinggal di kota perjudian dan terkadang harus menemani klien untuk bermain judi, jadi Jevan punya beberapa setelan resmi yang di anggapnya sebagai baju kerja. Di malam hari, sesuai permintaan dari Rafe, Jevan datang dengan setelan resmi. Rafe yang sudah datang lebih dulu kemudian menghampiri Jevan. Rafe juga memakai setelan resmi seperti Jevan, membuat ia terlihat berbeda karena siang tadi ia terlihat seperti seorang kutu buku.

"Dimana kacamata kamu, Rafe?"

"Aku tinggal di hotel. Aku pakai contact lens sekarang. Setidaknya untuk mengimbangi penampilanku denganmu"

"Memangnya penampilanku kenapa? Sepertinya aku merasa biasa saja deh"

"Lihatlah di cermin, Jev. Kamu adalah seorang bocah tampan, untuk itulah aku memilihmu agar para wanita yang ada di sini tertarik padamu. Kita akan menemani mereka bermain. Tentunya kamu pernah melakukan itu, kan?"

"Iya pernah, Rafe"

"Ayo kita beraksi. Tapi sebelumnya pakai ear piece ini. Aku akan membimbingmu. Tapi kunci utamanya adalah kamu harus selalu bersikap tenang. Oke?"

"Bagaimana kalau kita ketahuan, Rafe?"

"Maka kita harus menjalankan rencana kedua agar kita bisa melarikan diri. Tapi aku harap itu tidak terjadi. Sekarang, tarik nafas, lalu hembuskan perlahan"

Jevan melakukan permintaan Rafe dengan patuh, setelah itu mereka memasuki gedung tempat perjudian dengan langkah mantap dan penuh percaya diri walau di dalam hati detak jantung Jevan terasa berdetak lebih cepat dari biasanya.

***

Rafe benar. Penampilan Jevan yang di sebutnya sebagai bocah tampan menarik perhatian para pengunjung yang sebagian besar berjenis kelamin wanita. Sudah tak terhitung berapa kali ia di dekati oleh mereka dan tentunya mereka meminta Jevan untuk menemani mereka bermain. Seorang wanita yang mengaku bernama Chayene membisikkan sesuatu di telinga Jevan.

"Aku sudah puas bermain di sini, ayo kita ke kamarku untuk memainkan permainan yang lain"

"Maaf nona, aku juga ingin. Tapi sayangnya malam ini aku masih ingin bermain di sini dulu. Lain kali, barangkali?"

Wanita itu terlihat kecewa, tetapi kemudian ia menyelipkan selembar kertas di saku jas Jevan. Kemudian ia menyerahkan koin yang tadi sudah ia menangkan bersama Jevan untuk di tukar dengan uang.

"Anda yakin?"

"Tentu saja. Jumlahnya tak seberapa bagiku. Anggap saja hadiah, Jevan. Aku pergi dulu. Jangan lupa untuk menghubungi aku, oke? Aku di sini sampai hari Selasa besok. Aku tunggu ya"

"Baiklah, Chayene"

Setelah Chayene pergi, wanita lain bergantian mendatangi Jevan. Kemudian Rafe yang mengamati Jevan dari jauh bicara kepada Jevan melalui ear clip yang ia pakai sebelumnya.

"Kamu laku keras malam ini, Jevan. Ingat, jangan tergoda. Kita akan keluar dari sini setelah di rasa cukup. Jangan terlalu serakah dulu. Kalau masih perlu, kita akan melakukannya lagi di tempat lain"

"Oke, Rafe"

Malam itu mereka sukses besar. Jevan dan Rafe menukarkan koin mereka secara terpisah dan tidak berbarengan agar pemilik tempat itu tidak curiga. Tetapi ketika Jevan sedang menukarkan koinnya untuk yang ketiga kalinya, seorang bodyguard mendatanginya.

"Menang besar malam ini ya?"

"Iya, dan aku berhenti bermain ketika sedang menang besar agar keberuntungan aku tidak hilang"

"Memangnya kamu tak ingin dapat kemenangan lagi?"

"Tidak, cukup malam ini saja. Sudah dulu ya"

Jevan menepuk pelan pundak bodyguard tersebut kemudian menyelipkan selembar uang seratus dollar ke tangannya.

"Anggap saja bonus untukmu"

Jevan mengedipkan sebelah matanya lalu pergi keluar dari tempat itu dengan langkah santai walau orang lain tak tahu kalau ia masih berdebar seperti waktu ia masuk ke tempat itu tadi.

Rafe yang sudah menunggu di luar dengan mobilnya kemudian mengendarai mobilnya bersama Jevan menuju hotel tempat ia menginap selama beberapa hari ini.

Rafe dan Jevan pikir mereka sudah terbebas dari tempat judi dimana mereka telah mengambil banyak keuntungan dari tempat tersebut, tetapi di tengah jalan menuju hotel, mobil mereka di cegat oleh sebuah mobil lain.

"Berhenti sekarang juga atau aku akan menembak kalian!"

Rafe dan Jevan kemudian saling memandang dengan wajah tegang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!