Melihat kamarnya terang Nadhira langsung melihat sekeliling, lalu ia melihat kebelakang ke arah suaminya. Nadhira tersenyum melihat suaminya, walau ia memejamkan matanya tidak sama sekali melihat ke arahnya, Nadhira tahu sebenarnya suaminya perduli dengannya.
Dariel tahu jika Istrinya tidak bisa tidur dengan ruangan gelap. Jadi ia menghidupkan kembali lampu kamar tersebut. Nadhira berjalan ke arah lemari untuk mengambil selimut sebagai alas tidurnya, ia tidak sama sekali menoleh ke arah lain selain menatap wajah suaminya.
Nadhira tersenyum bahagia, ini kali pertamanya ia tidur dengan suaminya di satu kamar walau ia tidur di bawah. Sekitar tiga puluh menit kemudian, Nadhira memunculkan kepalanya dari bawah tempat tidur untuk melihat suaminya.
Menghampiri suaminya ia melihat apakah suaminya sudah tidur apa belum, melihat tidak ada pergerakan ia duduk di lantai bersandar di sisi ranjang. Ia menyentuh ujung jari telunjuk suaminya dengan senyum dibibirnya.
"Terima kasih, karena kakak sudah datang walau karena perintah Mama."
"Terima kasih karena sudah ingat kalau Dira enggak bisa tidur kalau gelap."
"Terima kasih karena sudah nolongin Dira dari Kak Millie."
"Dira sayang kakak walau kakak jahat sama Dira. Dira berharap kakak bisa tersenyum seperti dulu lagi, walau itu karena orang lain bukan Dira."
Sepanjang malam Nadhira di posisi yang sama, ia tertidur sambil menatap ke arah suaminya. Dariel yang lebih dulu bangun melihat ada istrinya yang tertidur disisinya. Ia menatap wajahnya seperkian detik, lalu mengulurkan tangannya hendak menyentuh kepala istrinya. Namun langsung ia tepis pikirannya tersebut.
Menepis kasar tangan istrinya yang menyentuh tangannya karena Nadhira sepanjang malam menyentuh jemarinya, apa yang dilakukan Dariel membuat Nadhira kaget dan langsung terbangun.
Dariel yang kesal langsung menarik lengan Nadhira kasar menyuruhnya untuk bangun. Mendorong istrinya begitu saja ke ranjang, ia mencekik leher Nadhira kasar.
"Jangan kau pikir aku sudah berbaik hati kemarin malam dan kau jadi besar kepala sesukamu menyentuh aku," Murka Dariel.
"Kau pikir kau siapa?."
"Maaf," Katanya terbata dengan deru nafas yang semakin berkurang. Nadhira hanya menatap wajah suaminya dengan air mata yang membersamainya.
Setelah puas meluapkan emosinya Dariel bangkit dan pergi ke kamar mandi meninggalkan Zahira yang lemas karena kekurangan oksigen yang dibutuhkan untuk paru-parunya.
***Tok tok tok***
Mendengar suara ketukan pintu Nadhira menghentikan tangisnya dan mengontrol suaranya agar terdengar baik-baik saja.
"Siapa?"
"Dira, kamu sudah bangun sayang?," Suara itu ternyata adalah suara ibunya.
"Sudah Ma."
"Ya sudah, Mama tunggu di meja makan ya."
"Iya, sebentar lagi Dira sama kak Dariel turun."
Hanya menjawab pertanyaan ibunya tanpa membuka pintu kamar, lalu ia pergi ke ruangan di mana khusus ia menyimpan barang dan pakaian. Ia keluar lagi dengan membawa pakaian yang memang sebelumnya sudah ia siapkan jika sewaktu-waktu suaminya menginap di rumah.
Meletakkannya di atas ranjang, kemudian ia pergi lagi ke ruangan tersebut. Ia menutup pintu itu dan duduk di balik pintu depan tatapan kosong. Ia tersenyum tetapi air matanya masih saja menetes.
Ia duduk sambil mendengarkan apakah suaminya sudah keluar atau belum dari kamar mandi. Setelah tidak mendengarkan suara apapun lagi baru ia keluar. Melihat dari pintu dengan mengeluarkan kepalanya ia melihat apakah suaminya benar sudah pergi dari kamar atau belum.
Setelah melihat benar tidak ada, ia keluar dan pergi ke kamar mandi. Membuka pintu dan masuk ke kamar mandi, Nadhira dibuat terperangah dengan apa yang ia lihat di hadapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments