Pintu kamar itu tertutup rapat, namun degup jantung Nadhira begitu berisik. Ia yang bisa menatap wajah suaminya begitu dekat, masih nikmati keindahan itu. Ia tahu jika suaminya tersebut memang sangat tampan, matanya indah namun tajam. Alisnya rapi, hidung mancung begitu juga senyumnya yang begitu menawan.
Dariel mendorong perlahan Nadhira hingga sampai ke dinding yang membuatnya tidak bisa bergerak. Ia masih menautkan kedua tangannya di pinggang istrinya tersebut. Suasana malam ini terasa panas, deru nafas Nadhira mulai tidak beraturan.
Nadhira masih menatap lekat wajah suaminya, apakah benar jika suaminya sudah menerimanya. Tetapi tidak ia pungkiri jika ia merasa bahagia dengan perubahan sikap suaminya. Perlahan jemari Dariel menyentuh wajah Nadhira, ia sentuh alis, pipi dan berakhir di bibirnya dengan ujung jari hingga membuat Nadhira memejamkan matanya, namun ia juga menikmati sentuhan tersebut.
"Cihhhh," Suara Dariel.
Ia kemudian menghentakkan tubuh Nadhira ke dinding, yang membuat Nadhira langsung membuka paksa matanya. Ia melihat suaminya tersenyum jijik menatap kearahnya.
"kak ..."
"Apakah sentuhan saya membuat kau gila. Ha haa," Tawa Dariel terdengar begitu menyeramkan.
seratus delapan puluh derajat, suaminya itu berubah kembali. Ia mencengkram erat rahang Nadhira hingga membuatnya meringis kesakitan, "Kak..." Mohon Nadhira untuk melepaskan cengkeramannya.
"Apa kau sudah terbuai seharian ini. Kau pikir saya sudah menerimamu hah," Bentak Dariel kasar.
"Kak sakit," Mohon Nadhira agar Dariel melepaskan tangannya.
"Sampai kapanpun saya akan tetap membencimu. Jangan pernah mimpi untuk bahagia di pernikahan sial ini," Air mata Nadhira sudah mengalir deras, sakit di pipinya tak seberapa dengan sakit di hatinya.
"Dan jangan pernah sekalipun berpikiran jika saya akan memberikan Cucu untuk Mama dari wanita seperti kamu. Saya bahkan jijik melihat kau apalagi menyentuhmu," Mendorong kasar Nadhira hingga ia jatuh tersungkur di lantai. Dariel tidak sama sekali khawatir jika tangisan istrinya terdengar di telinga ibunya karena kamarnya ia desain kedap suara.
Perlakuan Dariel kembali seperti awal, sikapnya ternyata hanya di depan Mamanya saja. karena memang akhirnya ia menyetujui pernikahan tersebut karena permintaan Mamanya sendiri. Sikapnya terlihat bahagia bersama istrinya hanya untuk menyembunyikan kebenaran tentang pernikahannya.
Dengan perasaan hancur berkeping-keping, bersama derasnya air matanya Nadhira keluar dari kamar suaminya. Setelah pintu tertutup, ia terduduk di depan pintu karena kakinya terasa lemas. Ia tidak bisa menahan tubuhnya yang bergetar hebat karena perlakuan suaminya.
"Oma Dira takut," Tangisnya.
"Dira harus apa? Kak Dariel sudah bukan seperti yang Dira kenal."
Mengeluarkan semua rasa sakitnya, Nadhira menggenggam jemari tangannya kuat yang melingkar sebuah cincin di jari manisnya. Ia menatap nanar cincin itu sambil terbaring di lantai, hingga akhirnya matanya memejam.
...***...
Menatap dirinya dari pantulan cermin entah apa yang sedang dipikirkan Dariel. Wajahnya terlihat memikirkan sesuatu, ia menunduk dan memasukkan tangannya di saku celananya. Pakaiannya sudah rapi, ia yang tadinya sedang bersiap hendak ke kantor justru diam mematung.
Namun dengan cepat ia menepis pergi pikirannya. Lalu ia segera bersiap dan bergegas. Namun langkah kakinya terhenti saat baru saja membuka pintu, ia melihat Nadhira tergeletak di lantai. Untung saja Dariel menghentikan langkahnya, jika tidak Nadhira sudah diinjak suaminya.
Perlahan Dariel berjongkok untuk melihat Nadhira, mengapa dia tidur di depan kamarku pikir Dariel. Saat melihat Nadhira pusat perhatian Dariel pada warna merah kebiruan di pipi istrinya itu. Ingatannya memutar saat kejadian tadi malam.
Perlahan tangannya terulur hendak menyentuh luka akibat perbuatannya, tetapi sesaat jemari itu hendak menyentuhnya Dariel kembali menarik tangannya dan langsung berdiri tegak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments