Melihat istrinya kesakitan, Dariel melepas cengkraman tangannya. Ia menyentuh warna merah yang ia berikan di pipi Nadhira. Tatapan mereka sesaat bertemu, sampai akhirnya Dariel memejamkan matanya dan jatuh dalam dekapan Nadhira.
Perlahan Nadhira membawa tubuh suaminya dengan sisa kesadaran Dariel. Menjatuhkannya ke ranjang, ia membuka sepatu dan menyelimutinya. Duduk di tepi ranjang, ia tatap sendu suaminya. Ia tidak menyangka jika pria yang ada di hadapannya sekarang sangat berbeda dari yang pernah ia kenal.
Dariel yang ia kenal begitu perhatian, penyayang, lembut dalam bersikap, kini menjadi kasar seperti sekarang. Padahal dulu ia yang paling khawatir jika melihatnya terluka sedikit saja. 15 tahun berlalu membuat Nadhira tidak mengenali sosok Dariel, orang yang sama tetapi memiliki perbedaan yang sangat jauh.
"Maafin Dira kak."
...***...
"Suami kamu belum bangun sayang?" Tanya mertuanya lembut.
"Belum Ma, kak Dariel capek banget sepertinya," Jawab Nadhira.
Nadhira membawa mertuanya itu ke taman belakang rumah. Udara pagi yang sejuk menusuk paru-paru dengan segarnya. Nadhira begitu sangat perhatian, dan memperhatikan mertuanya tersebut.
"Sudah. Mama cantik banget," Pujinya setelah selesai merapikan dan mengikat rambut mertuanya.
"Apalagi kalau lagi senyum," Sambungnya lagi.
"Mana ada orang penyakitan cantik Dira."
"Ada. Mama," Ucap Nadhira bangga. "Sekarang biar tambah cantik plus sehat, ayo Dira bantu berdiri," Nadhira menadahkan tangannya untuk membantu mertuanya.
"Mau ngapain ?" Tanya mertuanya heran.
"Pertama buka dulu sandalnya, sudah. Sekarang ayo berdiri," Membantu mertuanya berdiri perlahan.
"Jalan pagi itu sehat Ma, jadi Mama harus olahraga jangan duduk di sana terus," Menunjuk ke arah kursi roda.
Langkah kaki mulai menapak di atas rerumputan, menuntun mertuanya dengan senyum dan terus menyemangatinya. Mereka mulai berjalan dengan Nadhira yang terus mendampingi, ia juga tidak berhenti berbicara hingga senyum di bibir mertuanya terus merekah.
Suara tawa mereka terdengar di telinga Dariel saat menuruni anak tangga. Ia yang sudah rapi hendak pergi ke kantor menghentikan langkahnya. Awalnya ia tidak terlalu perduli dengan suara itu, karena sudah pasti pemilik suara itu adalah istrinya. Namun ia jadi penasaran saat mendengar suara tersebut lebih dari satu.
"Mama," Ucap Dariel spontan saat mengetahui jika itu suara Mamanya.
"Mama kenapa di sini?" Herannya.
Mendengar itu membuat Ibu Dariel menatap ke arah menantunya, "Sayang, kamu tidak bilang sama suami kamu kalau Mama di sini?."
"Um itu Ma..."
Dariel yang mendekat, mengambil alih menuntun Mamanya. Ia menolak tubuh Nadhira untuk menjauh, "Mama kemari kenapa tidak bilang sama Dariel?."
Membawa kembali Mamanya untuk duduk di kursi roda, Nadhira menatap ke arah suaminya nanar. Itu adalah kak Dariel yang ia kenal, lembut, perhatian dan penyayang. Tetapi tidak dengannya, sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat jika melihatnya.
"Tadi malam kak Dariel capek banget Ma, jadi Dira belum kasih tau kalau Mama di sini," Jelas Nadhira cepat sebelum mertuanya bertanya padanya.
"Oma lagi pergi ke luar kota, jadi Oma minta Dira buat jagain Mama kak," Lanjutnya lagi, saat sorot mata Dariel menatapnya.
Tidak memperdulikan ucapan Nadhira, ia hanya fokus pada ibunya. Berlutut di depan ibunya mengajaknya bicara.
"Sayang, kenapa kerja lagi. Kasihan istri kamu ditinggal terus. Kalian kan baru Menikah, pergi bulan madu sana!" Senyum Dariel juga Nadhira terasa getir mendengar perkataan dari Winda.
. "Dariel lagi banyak kerjaan Ma," Bohongnya.
"Istri kamu juga sibuk, tapi dia masih cuti dari kantornya. Kalian baru menikah seharusnya..."
"Mama. Mama istirahat saja ya, Dariel antar ke kamar," Potongnya cepat, sebelum Mamanya berbicara yang tidak-tidak.
"Gak mau, Mama mau di sini dulu."
"Ya sudah, kalau gitu Dariel pergi ke kantor dulu ya," Pamitnya.
"Kamu tidak sarapan dulu sayang?" Seru ibunya.
"Gak papa Ma, nanti sarapan di kantor aja."
"Bentar kak. Dira udah siapin bekal untuk kakak," Ucap Nadhira. Ia buru-buru pergi sebelum suaminya itu menolaknya dengan berbagai alasan.
Tidak lama Nadhira kembali dengan sebuah paper bag yang berisi bekal suaminya. Ia memberikan bekal itu tanpa menatap suaminya karena takut. Dengan rasa terpaksa Dariel menerimanya karena tidak ingin membuat ibunya tahu jika ia tidak menerima pernikahannya.
Mencium punggung tangan ibunya, lalu mencium dahinya. Ia pergi begitu saja melewati istrinya. Ibunya yang melihat itu memanggilnya kenapa hal yang sama tidak ia lakukan pada istrinya.
"Dariel..."
"Iya Ma."
"Kamu gak pamit sama istri kamu?" Sontak Dariel dan Nadhira saling menatap satu sama lain.
"Ayo sayang!" Perintah ibunya.
"Gak papa Ma. Kak Dariel lagi buru..."
Deg
Nadhira seketika terdiam, nafasnya seakan berhenti. Jantungnya berdetak tidak beraturan. Ia mencengkam jemarinya kuat saat melihat apa yang baru saja dilakukan suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments