Semua orang menoleh ke arah Maher, para pelayan menunduk ketakutan, entah mengapa semua orang di sana seolah lebih takut kepada laki-laki itu daripada Prawira sang pemilik rumah.
Ska yang melihat omnya memasang mimik marah tak ingin mengucapkan sepatah katapun, laki-laki berwajah cool itu memilih mendekat dan berdiri diantara Bianca dan Felisya yang sama-sama menggigil kedinginan.
"Mati loe Ska kalau sampai loe lebih milih Felisya daripada gue." bisik Bian dalam hati.
"Ska, bawa aku dari sini dan tunjukkan ke orang-orang kalau kamu masih mencintaiku." Feli pun bergumam dalam hatinya.
Dengan sedikit membungkuk Skala menatap ke arah Feli, mata gadis itu terlihat penuh harap kepadanya,"Kalau kamu memang tidak bisa berenang sebaiknya jauhi kolam renang," ucap Skala yang langsung berpaling memandang istrinya. Binar bahagia jelas terpancar dari mata Bian, sementara Feli benar-benar merasa kecewa dengan mantan kekasihnya itu.
Skala memegang kedua bahu istrinya dari belakang, membantu gadis itu berdiri kemudian merapatkan badan Bian ke tubuhnya, Ia pergi dari kerumunan para pelayan tanpa peduli atau sekedar menyapa Maher dan Viona saat melewati kedua orang itu.
"Loe ketempelan setan dari mana Ska?" canda Bian saat menaiki anak tangga, bahkan Skala masih memegang erat pundaknya dengan cara melingkarkan lengan tangannya.
"Kita harus pura-pura layaknya suami istri di depan semua orang, apa loe lupa? bukannya malah aneh kalau gue tadi milih nolongin Feli."
"Artinya dalam hati loe sebenernya pengen nolongin Feli, gitu?"
Mereka berhenti di depan pintu kamar, Bian menatap suaminya kesal karena sebelumnya Ia merasa bahagia mendapat perlakuan seperti itu dari Skala meskipun hanya sandiwara.
"Terserah loe mau mikir apa, udah masuk dan cepetan mandi sana! liat wajah loe udah pucet." Skala meraih gagang pintu dan mendorong pelan tubuh Bianca masuk ke dalam kamar.
Gadis itu masih menatap kesal suaminya yang perlahan menutup pintu kamar dari luar, Bian masuk ke dalam kamar mandi untuk segera membilas badannya sambil masih cemberut. Sementara itu Feli masih terdiam duduk di pinggir kolam, ia tak menyangka dengan adegan yang baru saja terjadi di hadapannya.
Maher menatap sang menantu tanpa rasa iba sama sekali, malah matanya menyorot kesal, "bantu dia berdiri dan bawa masuk ke kamarnya!" perintah laki-laki itu ke pelayan Feli sambil berlalu pergi.
"Jangan terus-terusan melakukan hal yang bisa membuat papa mertuamu marah!" ucap Viona yang sama saja seperti sang suami, tidak peduli dengan kondisi menantunya sendiri.
Feli terlihat memalingkan mukanya, ia hampir saja menangis jika tidak ingat bahwa masih banyak pelayan yang ada disana, ia menepis tangan Ayu si pelayan pribadi yang sedang mencoba membantunya.
"Aku bisa sendiri." gadis itu berdiri sambil membuang handuk dari badannya begitu saja.
***
Bian terlihat meringkuk di atas ranjang membelakangi Skala yang tengah bersiap untuk makan malam seperti biasa.
"Apa loe ga mau siap-siap untuk turun kebawah?"
Diam, Bianca mengunci mulutnya.
"Apa yang harus gue bilang ke kakek kalau ditanya alasan loe ga ikut makan malam?"
Gadis itu masih saja terdiam, sampai Ska menepuk-nepuk betis kakinya, "bilang aja gue udah tidur."
Skala tak melanjutkan perbincangannya dengan istrinya, tapi sebelum keluar kamar ia masih sempat bertanya apakah Bian ingin makan malamnya dibawakan saja ke kamar.
"Minta aja pelayan gue buat kesini!" jawab gadis itu ketus.
"Pelayan loe namanya siapa?"
Bian akhirnya berbalik untuk menatap Skala, heran bercampur kesal nampak jelas di wajah gadis itu" Lestari, masa loe ga tau nama pelayan dirumah sendiri?" bibir mungilnya sudah mengerucut heran.
"Jangankan nama pelayan loe, nama pelayan gue sendiri aja gue ga tau siapa." jawab Skala enteng.
***
Prawira terlihat heran karena dua menantu di keluarganya sama-sama tidak turun untuk makan malam bersama, Ska berkata Bian sudah tidur sementara dengan enteng Tama berkata bahwa sang istri sedang tidak enak badan, berpikir bahwa mungkin Feli tengah hamil, Prawira menatap tajam cucu kesayangannya.
Didalam ruang kerjanya Prawira masih terus menatap tajam Skala yang duduk di hadapannya," Tama bilang istrinya sedang tidak enak badan, jangan-jangan Felisya hamil."
Skala terdiam, ia sibuk membaca laporan dari sang kakek yang harus ia periksa sesegera mungkin.
"Apa ularmu itu tidak dapat menyemburkan bisa mematikan? malu-maluin saja," ledek Prawira.
"Feli tidak sedang hamil, dia tadi siang jatuh ke kolam renang," beber Ska "bersama Bian," lanjutnya.
Prawira terkejut mendengar cerita sang cucu, "apa yang terjadi? kenapa bisa? apa istrimu tidak apa-apa?"
Mendengar pertanyaan sang kakek, Skala seolah baru tersadar, apa mungkin Bian juga sedang tidak enak badan? Ska menyerahkan laporan yang baru selesai dia baca ke sang kakek dan bergegas menuju kamarnya.
Skala melihat pelayan Bianca keluar dari kamar sambil membawa nampan, melihat makanan yang masih utuh laki-laki itu sudah bisa menebak bahwa istrinya sedang tak berselera makan.
"Apa Bian sedang tak enak badan?" tanyanya ke Lestari.
Pelayan itu sontak kaget dengan pertanyaan aneh tuan mudanya, mana mungkin ia tidak tahu bahwa istrinya sedang demam.
"Nona demam, sepertinya terkena flu," jawab Lestari.
"Apa dia tidak mau makan?"
Lestari menganggukkan kepalanya, "Nona bilang ingin bubur, jadi saya akan turun kebawah untuk meminta koki menyiapkannya."
Skala menganggukkan kepala, sebelum membiarkan si pelayan pergi dan ia melangkahkan kaki untuk masuk ke kamar.
"Katanya loe demam? bukannya tidur malah main HP."
"Gue ada urusan penting, perusahaan gue mau meluncurkan koleksi terbaru musim ini, kacau! model andalan gue minta kenaikan honor sampai dua puluh lima persen," ucap Bian.
"Hem... makanya jangan pakai model yang sama, jual mahal kan dia?" Ska menyandarkan punggungnya di kepala ranjang sambil meraih remote untuk menyalakan televisi.
Selang tiga puluh menit Lestari kembali mengetuk kamar nonanya, melihat Bian yang sudah terpejam Skala meminta pelayan itu untuk meletakkan nampan yang dia bawa ke atas meja.
"Ca bangun! makan dulu, tuh bubur yang loe minta sudah jadi," Skala berbisik di atas kepala istrinya.
"Ca...," ragu Ska memberanikan diri menyentuh lengan tangan Bian dengan jari telunjuknya, menusuk-nusuknya berulang-ulang.
Bian langsung membalikkan tubuhnya tanpa aba-aba, membuat wajahnya mau tak mau menjadi sangat dekat dengan wajah Skala, bukannya langsung mengangkat kepalanya suaminya itu malah menatap matanya lekat.
"Loe mau mati?" ucap Bianca.
"Dasar gadis oon ke ge-er an, noh ada belek di mata loe." Skala menjauhkan badannya sambil menahan tawanya.
Bian yang merasa malu langsung membersihkan matanya dengan jari telunjuknya, jelas saja tidak ada apa-apa di sana karena Skala hanya mengerjainya.
"Dasar tukang bohong!" Bian bangun untuk duduk di sofa, tangannya meraih semangkuk bubur yang dia minta tadi dan mulai memakannya dengan lahap.
"Oh ya gue lupa bilang, tiga minggu lagi ulang tahun PG group!"
"Emang kenapa?" Bian menyesap sendok bubur miliknya menatap Skala untuk menunggu jawaban.
"Tentu saja akan ada pesta besar, tahun ini kakek sudah menyewa The Queen Miri selama tiga hari."
Bianca melotot, bahkan sendok di mulutnya sampai terjatuh ke lantai, jiwa miskinnya kembali meronta-ronta mendengar nama kapal pesiar dengan harga sewa dua puluh empat miliar per minggu itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Rose_Ni
jangan efeknya yg mematikan dong, minimal bisa bikin perut kembung
2024-04-15
1
Uwie Mmkhansakifa
🤣🤣🤣
2022-09-06
0
Just Rara
sultan mah bebas ya😁
2022-04-22
0