Sebulan sebelum pernikahan, Ska dan Bian pergi ke Bali untuk melakukan sesi foto pre wedding, sekaligus mengajak pengacara pribadi mereka untuk membahas masalah kontrak pernikahan yang beberapa poinnya telah mereka sepakati bersama.
"Apa perlu kita melakukan ini?" bisik Skala ke telinga Bian disela sang fotografer dan asistennya sibuk mengatur kamera.
"Hem...ini namanya totalitas," jawab Bianca sambil berlalu meninggalkan Ska menuju spot foto yang telah dipersiapkan untuk mereka.
"Tolong senyum!"
Permohonan itu mungkin sudah yang ke dua puluh kali keluar dari mulut sang asisten fotografer, laki-laki berambut gondrong itu mengingatkan Bian dan Ska untuk menunjukkan ekspresi bahagia, namun mimik wajah datarlah yang sedari awal ditunjukkan keduanya.
Sang fotografer dan asistennya sama-sama menggaruk kepala mereka, sudah hampir seratus take shot tapi belum ada satupun foto yang memenuhi harapan mereka.
"Kapan ini selesai?" omel Skala.
"Bagaimana mau selesai jika kalian tidak memberi kami ekspresi wajah yang bagus, ini foto pre wedding bukan foto pemakaman kenapa wajah kalian datar terkesan terpaksa seperti itu?" omel sang asisten fotografer yang merupakan kenalan Bian.
"Sudahlah, ayo kita lanjutkan untuk mengambil beberapa foto lagi, jika memang tidak ada yang bagus carilah satu yang paling bagus," ucap Bianca yang mulai terlihat kegerahan.
Dan pada akhirnya sesi foto itu berakhir dengan tak ada satupun hasil foto yang layak untuk dikatakan sebagai foto pre wedding.
****
Disisi lain di villa milik Ska, Andra sang pengacara Skala dan Melanie pengacara Bianca terlihat memijat kepala mereka sendiri karena pusing, keduanya memang sudah saling mengenal secara pribadi karena teman kuliah di satu kampus saat mengejar gelar sarjana hukum mereka dulu.
"Apa yang klienmu katakan saat meminta hal ini?" tanya Andra.
"Dia bilang akan menikah dengan badak Afrika jadi aku diminta membantunya membuat kontrak pernikahan," jawab Melanie sambil membaca tulisan tangan Bian.
"Lalu apa yang dikatakan klienmu?"
"Skala bilang butuh bantuanku untuk mengurus masalahnya dengan seorang gadis bar-bar, apa mereka sudah gila? menjadikan pernikahan sebuah alat untuk mendapatkan warisan."
"Mereka datang." Melanie memberitahu Andra agar diam, karena dua mahkluk yang menjadi obyek pembicaraan sedang berjalan ke arah mereka.
"Gara-gara loe kan gue jadi bau matahari dan berkeringat kayak ini, harusnya kita bisa cepat kelarin pemotretan tadi," omel Bianca.
"Heh... gue udah ngikutin arahan si asisten fotografer tau, muka loe aja tu emang yang ga ada bagus-bagusnya di depan kamera, makanya kita diminta ngulang berkali-kali," cibir Ska.
"Muka gue kayaknya ga ada masalah deh Ska, gue cantik-cantik aja, Iya kan?" tanya Bian ke Andra, pengacara itu hanya menunjuk hidungnya sendiri seolah bertanya apa Bian meminta jawaban darinya.
"Sudah, ayo kita duduk dan bahas ini satu persatu, ini Bali untuk apa kamu mengajak aku jauh-jauh kesini kalau hanya untuk membahas ini, aku berharap bisa liburan juga Bi," ucap Melanie dengan mimik wajah memelas ke arah klien yang juga merupakan teman baiknya.
Bian dan Skala memilih diam dan mendengarkan pengacara mereka yang saling berdiskusi membahas poin-poin kontrak yang mereka tulis, sesekali Melanie dan Andra bertanya untuk memastikan ke kliennya, mencoret dan mengganti tulisan itu dengan tulisan tangan mereka.
"Bianca tidak ingin ada hubungan layaknya suami istri, dia juga tidak akan menuntut nafkah materi, Skala tidak boleh mencampuri urusan pribadinya," ucap Melanie membaca tulisan tangan Bian.
"Setuju! masukkan juga di poinku, aku juga tidak ingin dia mencampuri urusan pribadiku," jawab Skala.
"Bian harus menjadi istri yang baik jika menyangkut urusan bisnis dan perusahaan," ucap Andra.
"Apa maksudnya itu?" tanya Bianca.
"loe harus mau nemenin gue semisal gue butuh loe ikut ke acara penting, ketemu rekan bisnis atau pergi menghadiri undangan pesta," terang Ska.
"Oke ga masalah." Bian menganggukkan kepalanya ke Melanie.
"Mel, tolong tulis yang jelas jika dia melanggar kesepakatan, aku ingin ganti rugi berupa villa beserta pulau pribadi miliknya."
Ska mendecih,"Tulis! Jika Bianca melanggar kesepakatan dia harus mundur dari dunia bisnis selamanya."
Bianca berdiri lalu menggebrak meja membuat Melanie dan Andra kaget.
"Heh...punuk onta, bukannya kemarin kamu bilang hanya akan meminta saham jika akhirnya aku yang berhasil duluan," ucapnya.
"Aku berubah pikiran, enak saja kamu minta pulau dan villa, apa tidak sekalian minta saja aku menjadi budakmu seumur hidup," sindir Skala.
"Hah, bikin kamu jadi budakku seumur hidup? artinya sampai mati aku harus liat muka kamu gitu? aku mah ogah." Bianca memalingkan wajahnya kesal.
Perdebatan mereka terus berlanjut sampai Andra melerai pertengkaran konyol mereka.
***
"Bian, apa kamu mau menikah dan pergi dari rumah?" tanya Brian sang kakak.
Bian memeluk dari belakang laki-laki yang sedang duduk sibuk menggambar di kursinya, meskipun usia Brian sudah 29 tahun tapi tingkah dan pikirannya tak jauh beda dengan Nuna sang keponakan.
"Aku tetap akan mengunjungimu, tenang saja!" ucap Bianca.
"Apa mama Kiran akan melihat kamu menikah dari atas sana?" Brian menunjuk langit-langit kamarnya.
"Hem... pasti, aku sudah bilang meskipun mama Kiran sudah tidak bersama kita, dia tetap selalu ada disini dan mengawasi kita." Bian menunjuk dada Brian dengan jari telunjuknya.
"Dia ada dihati," ucap Brian sambil tertawa.
"Hem... dia selalu ada dihati kita," Bian menyandarkan dagunya di pundak sang kakak, berusaha untuk selalu tidak menangis di depan keluarganya, sekalipun itu Brian.
"Apa gambar yang aku minta sudah selesai?" tanya Bian.
Brian berdiri dari kursinya, mengambil sebuah buku gambar di rak penyimpanan miliknya, menyodorkan buku itu ke Bian.
Gadis itu tersenyum melihat design baju yang di gambar oleh sang kakak, dua tahun belakangan setiap Neil fashion mengeluarkan koleksi baru Bian selalu memasukkan design Brian, royalty yang merupakan hak Brian gadis itu gunakan untuk membeli saham atas nama kakak laki-lakinya.
"Jika kamu bilang akan menikah aku pasti akan menggambar gaun yang Indah untukmu," ucap Brian.
"Kamu masih bisa menggambarnya, buatkanlah untukku, oke!" pinta Bian.
"Oke, akan aku buat, tapi sabar," jawab Brian yang seolah sedang banyak kerjaan.
Bian tertawa memeluk pinggang sang kakak dari samping, menciumi pipi Brian seolah laki-laki itu adalah adiknya.
***
Di sebuah tempat pemakaman Ska berdiri di antara pusara sang mama dan papa, ia termenung menatap dua buah batu nisan bertuliskan nama orang tuanya. Pagi tadi sang kakek memintanya pergi ke makam untuk berdoa dan meminta restu kepada almarhum orang tuanya karena sebentar lagi dirinya akan menikah.
"Ma, pa kalian pasti akan membunuhku jika tau bahwa aku menikahi seorang wanita hanya untuk mendapat warisan dari kakek." Skala seolah berbicara dengan orang tuanya.
"Tapi ini satu-satunya cara agar aku bisa membuat om Maher mengakui kesalahannya, maaf," bisik Ska.
Di makam dan waktu yang sama, Bian juga sedang duduk di dekat pusara sang mama, tangannya memainkan kelopak bunga yang baru saja dia taburkan, dari balik kacamata hitam yang dia kenakan tetesan kristal bening jatuh membasahi pipinya.
"Ma, aku akan segera menikah, tapi maaf aku tidak bisa menuruti nasihat mama, dulu mama pernah berpesan agar aku mencari dan menikah dengan laki-laki yang sangat mencintaiku, tapi beberapa hari lagi aku akan menikah dengan laki-laki yang sepertinya malah sangat membenciku." lirih Bian.
"Ma, apa mama tau? setelah mama pergi aku tidak pernah bisa tidur sebelum membaca diary milik mama, maafin aku! diary Indah mama sekarang jadi kumal karena sering aku baca," Bian menangis terisak.
Setelah puas berkunjung ke makam sang mama, dengan langkah gontai Bian berjalan menuju pintu keluar dari tempat pemakaman itu, tanpa sengaja dari arah berlawanan Skala juga berjalan menuju pintu yang sama.
Mereka berhenti berjalan dan berdiri berhadapan tepat di depan pintu makam. Bian tiba-tiba mengulurkan tangan kanannya ke Skala, dengan ragu Skala menerima uluran tangan Bian.
"Loe harus ingat Ska, kontrak yang akan kita tanda tangani bukanlah kontrak pernikahan biasa, kontrak itu adalah kontrak hidup dan mati kita, kalau loe sampai melanggarnya gue pastikan loe akan pindah rumah kesini," ancam Bian.
"Jika itu sampai terjadi gue ga mau pindah kesini sendirian, gue akan bawa loe juga."
Mereka saling tatap, namun karena keduanya sama-sama mengenakan kacamata hitam, sendu dan pilu mata mereka tak bisa dibaca satu sama lain.
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
jumirah slavina
dan dr sinilah kalian mulai terpaut smp maut yg memisahkan...
Aku sdh mulai romantis trnyata 🤭🤭🤭🤣🤣🤣
2024-09-26
1
Rita
speechless 😥
2023-02-16
1
Just Rara
berarti si skala gak mau sendirian dong😁
2022-04-21
0