"Apa maksud loe dengan perjanjian?"
Skala terlihat bingung dengan ucapan gadis yang tangannya masih memegang dasi yang ia kenakan, sebenarnya Ska sudah bisa menerka kemana arah omongan Bianca, namun ia memilih untuk diam dan mendengarkan setiap kalimat yang gadis itu ucapkan.
"Gue tau loe pasti udah bosen di jodohin sama kakek loe, iya kan?"
Bian menatap wajah Ska yang masih terlihat kebingungan. Laki-laki itu berpikir dari mana gadis bar-bar di hadapannya bisa tahu isi hatinya, bahwa dia memang sudah jenuh menuruti keinginan kakeknya yang selalu memaksanya untuk segera menikah.
"Buat gue pernikahan ga ada di daftar sepuluh besar prioritas hidup gue baik sekarang ataupun lima tahun ke depan, karena urutan satu sampai sepuluh hanya diisi oleh Neil fashion, buat gue pernikahan it's just kind of bullshit Ska, tapi___, "
"Tapi apa?" potong Skala.
Bianca menyunggingkan senyum karena merasa Skala sudah mulai tak sabar dengan kalimat yang akan ia ucapkan selanjutnya.
"Bukankah lebih baik kita menerima apa yang kakek loe dan kakak gue mau, setidaknya kita berdua bisa lepas dari satu hal yang sama-sama kita benci, per-jo-do-han," eja Bianca sambil melepaskan tangannya dari dasi Ska, mengusap dasi itu seolah merapikannya.
"Elo mungkin belum sadar tapi kakek loe kayaknya bener-bener suka sama gue, jadi gue yakin bisa bantuin loe buat dapetin apa yang loe mau," ucap Bianca sambil tersenyum.
"Emang loe tau apa yang gue mau?" akhirnya Skala membuka mulutnya setelah hanya diam sedari tadi.
"Menjadi pewaris tunggal PG group, mengalahkan om loe Maher Prawira, apa gue salah?" ujar Bianca.
Ska tertawa sambil memalingkan wajahnya, ia tak habis pikir dengan setiap kalimat yang lolos dari bibir tipis Bianca.
"Pikirkan baik-baik, gue butuh jawaban paling lambat besok pagi, setelah itu gue baru akan ngomong ke Tuan Prawira kalau gue udah maafin loe." Bian mengambil kaca mata hitam dari tasnya, menyibakkan rambutnya ke sisi kanan kemudian memakai benda itu sambil tersenyum ke arah Skala.
Bian dengan santainya melambaikan tangan ke pelayan toko, masih dengan menatap laki-laki yang ada di depannya gadis itu berucap akan mengambil semua baju yang sudah dia pegang tadi, lalu melenggang pergi ke arah meja kasir.
"Tunggu! Jadi maksud loe, gue masih ga bisa nginjekin kaki di kantor gue hari ini?" ucap Ska yang baru tersadar bahwa dia ternyata masih dikerjai gadis itu.
Bianca menurunkan sedikit kacamatanya, tersenyum mengejek ke arah Skala yang terlihat frustrasi.
***
Ska memilih pulang setelah memikirkan bahwa tidak mungkin baginya untuk kembali lagi ke kantor setelah kejadian tadi pagi, ternyata menemui Bianca pun tak serta merta membuat gadis itu memberikannya maaf, malah ia merasa semakin dikerjai dan dibuat kesal dengan tingkah Bian.
Sambil memikirkan tawaran gadis gila yang beberapa bulan ini sudah mengganggu ketenangan hidupnya, Ska berjalan gontai menaiki satu persatu anak tangga menuju ruangan pribadinya.
Sial dan malang benar nasip Skala, di lorong lantai dua menuju kamarnya ia berpapasan dengan sang mantan kekasih, tanpa menyapa atau berbasa-basi Ska memilih berjalan melewati Felisya begitu saja.
"Kenapa sudah pulang Ska? apa kamu sakit?" tanya Feli sambil membalikkan badannya menatap punggung Skala.
Laki-laki yang memiliki tinggi badan 180 cm itu sejenak menghentikan langkahnya, Ska menjawab pertanyaan gadis yang pernah sangat dicintainya itu dengan nada dingin tanpa membalikkan badannya.
"Jangan berpura-pura peduli padaku!" ucapnya.
"Ska, apakah kamu begitu sangat membenciku?"
Skala memilih diam, berjalan dan masuk kedalam kamarnya tanpa menjawab pertanyaan Felisya, ia melemparkan jasnya ke sofa, merebahkan badannya ke kasur king size miliknya, matanya memandang langit-langit kamar, jelas dirinya begitu sangat lelah, ia membalikkan badannya setelah menyambar bantal untuk menyangga kepalanya, memandangi foto dirinya bersama almarhum orang tuanya. Perlahan matanya terpejam memberi tanda agar raganya beristirahat sejenak.
Di dalam sebuah mobil Ska kecil terlihat duduk di kursi penumpang, sementara papa dan mamanya berada di depan. Mereka terlihat bahagia menuju peresmian pabrik baru PG group dimana Mahen akan menjadi CEO nya.
Tiba-tiba dari arah berlawanan sebuah mobil melaju kencang menyalip truk di depannya dan mengambil jalur dimana mobil yang dikemudikan Mahen tengah melaju. Tabrakan tak dapat dihindari, bahkan mobil yang dikendarainya sampai membentur pembatas jalan dan terbalik.
Ska merasakan sakit di badannya, pelipisnya mengeluarkan darah, ia hanya bisa menangis melihat kedua orang tuanya tak bergerak, tangan kecilnya membuka kunci pintu di sampingnya, ia berusaha merangkak keluar.
Seseorang terlihat membantu menarik tubuhnya, menggendongnya sesaat sebelum mobil yang mengalami kecelakaan itu terbakar.
Ska membuka matanya, jantungnya berdetak begitu cepat, keringat dingin sudah membasahi wajahnya, ia begitu ketakutan mendapat mimpi yang sebenarnya adalah sebuah kejadian dari masa lalunya. Ia memilih bangun dan duduk di tepi ranjang sambil menangkup wajahnya.
Setelah tenang Ska berjalan menuju ruang ganti yang masih berada di dalam kamarnya, memandangi sebuah laci, tangannya mulai menarik handle dan nampak sebuah kotak berwarna merah ada di dalamnya.
Skala membuka kotak itu, mengambil sebuah jepit rambut berwarna hitam dengan hiasan mutiara berbentuk lambang cinta berwarna silver di atasnya, ia mengusapnya lembut seolah jepit rambut itu adalah benda berharga.
"Terima kasih sudah menyelamatkan nyawaku," lirihnya.
***
Bianca duduk di sebuah kursi sambil menyandarkan punggungnya, gadis itu tengah berada di sebuah gedung dimana di lantai satu bangunan itu digunakan sebagai kafe dan di lantai duanya terdapat sebuah studio musik, ia menatap keluar jendela menunggu seorang laki-laki yang seusia dengan mamanya selesai mengajar les biola.
Juan duduk di hadapan Bianca yang terlihat tersenyum ke arahnya, laki-laki yang Bian tahu sangat mencintai mamanya itu seolah menjadi papa keduanya. Mereka bertemu tujuh tahun yang lalu, yang berarti tiga tahun sebelum sang mama meninggal dunia.
Jika saja 26 tahun yang lalu Juan tahu bahwa Kiran hamil, pasti laki-laki itu dengan lapang dada bersedia menerimanya dan sudah bisa dipastikan Bianca menjadi anaknya. Mereka bisa saja hidup bahagia, namun Kiran tidak ingin memanfaatkan perasaan laki-laki itu kepadanya.
"Apa om masih belum menemukan wanita pekerja rumah tangga itu?" tanya Bian.
Juan hanya bisa menghela napasnya, ia sadar telah berjanji kepada gadis di depannya untuk mencari seseorang.
"Apa kamu masih tidak bisa menerima kematian mamamu? Ini sudah empat tahun Ca," ucap Juan.
Bian tersenyum kemudian menundukkan kepalanya, jemarinya terlihat memainkan sedotan minuman di gelasnya.
"Hanya om yang memanggilku Ca, seperti mama."
Bian menghapus air mata yang tiba-tiba mengaliri pipinya, setelah sang mama meninggal gadis itu hanya bisa menunjukkan kelemahannya di hadapan Juan.
"Mama tidak mungkin bunuh diri om, mama tidak mungkin tega meninggalkan aku seorang diri," lirih gadis yang sekarang terlihat sangat rapuh itu.
Juan mengambil tangan Bian, menggenggamnya erat seolah berusaha memberi kekuatan kepada gadis itu.
"Jika benar mamamu tidak bunuh diri, apa kamu siap dengan fakta yang akan kamu hadapi?"
Bian terdiam, namun pundaknya nampak bergetar, gadis itu menangis terisak.
_
_
_
_
_
_
_
Apresiasi aku dengan tekan LIKE dan KOMEN ya guys 😊 meskipun hanya Next aku sudah bahagia kok, apalagi kalau kalian RATE bintang lima dan VOTE poin, yuhuuuuu terima kasih sekaleeeeee
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Rose_Ni
punya Bianca ya?
2024-04-15
1
Rita
dibalik ketegaran mu ada sakitmu be strong Bianca
2023-02-16
0
Susanti
baru mampir dan suka sama ceritanya, bagus keren kak
2022-09-29
0