"Onty Bian itu aneh om dia bisa makan apa aja tapi ga tau kenapa onty ga suka sama es krim, terus onty juga takut sama hewan melata macam ular."
"Kenapa bisa ada orang yang ga suka es krim? pasti dia takut badannya jadi gemuk, ya kan?"
"Bukan, dia punya kenangan buruk sama es krim om, tapi Nuna ga tau ceritanya, om tanya aja sama onty Bian sendiri."
"Terus Nuna tahu kalau istri om suka nulis diary?"
"Yang suka dibawa-bawa onty maksud om? itu bukan diary onty tau, itu diary mama Kiran."
Ska memikirkan obrolannya dengan Nuna sepanjang perjalanan pulang ke rumah Prawira.
"Onty pernah sampai kayak orang gila lho om setelah mama Kiran meninggal, onty bahkan ga mau bicara sama Nuna."
"Em.. terus apa nenek kamu memang ga suka gitu ya sama istri om?"
"Sstttttt!" Nuna meletakkan telunjuknya di depan mulutnya. "Jangan panggil nenek, nanti oma Salma marah kalau denger, katanya manggil nenek itu cuma buat anak kampung."
Ska terbengong, berpikir bahwa sepertinya semua keluarga Nataniel dari kepala sampai ekor memang aneh.
"Dia tadi pergi tenang saja," ucap Ska.
"Kadang dia maunya dipanggil madam," bisik Nuna.
Ska semakin terheran-heran sampai mulutnya mengaga, dengan sigap Nuna memasukkan sepotong kue yang baru saja disambarnya dari atas meja kedalam mulut omnya itu.
"Oma Salma benci sama onty soalnya di rumah ini yang ga mau nurut sama perintah oma ya cuma istri om itu."
"Masa sih?" Ska semakin terheran-heran.
Nuna menggeser badannya mendekat ke laki-laki yang duduk di sebelahnya, dengan suara pelan gadis itu berbisik," Oma pernah ngatain onty anak haram."
Ska terkejut, meskipun ia tahu bahwa istrinya merupakan hasil pernikahan Nataniel dengan istri keduanya tapi dia tidak memahami alasan di balik hal itu.
"Tapi kata lady Day semua anak itu terlahir suci, yang haram perbuatan orang tuanya bukan anaknya," ucap Nuna.
" Lady Day? siapa Lady Day? kayaknya dia yang paling waras di rumah ini," Skala terheran lagi.
"Mama Nuna om, namanya kan Diana." anak itu terkekeh lagi.
"Dasar sangklek ni bocah." pikir Ska.
"Terus apa yang onty Bian suka?"
"Onty paling suka sama buah anggur, dan soal makanan onty tu suka banget sama Nila bakar pake sambel bawang."
"Ilih Nun, maksud om bukan makanan, misal hobi atau apa gitu?"
"Oh itu bilang donk om yang jelas," Nuna tertawa lagi, "onty suka banget sama pantai om, dulu bisa tiap minggu onty pergi ke pantai, tapi entah sekarang Nun ga tau, dia juga suka pergi karaoke suara onty bagus lho," cerocos anak Billy Nataniel itu.
"Om tahu kalau almarhumah mama onty Bianca adalah seorang pianis, jadi apa istri om juga bisa main piano?"
Nuna terdiam mendengar pertanyaan Skala, keningnya berkerut seolah memikirkan sesuatu yang ia lupa.
"Enggak deh om, onty Bian itu sebenernya tomboy, main piano bisa-bisa pake kaki om ga pake jari."
Skala tersadar dari lamunannya mengingat beberapa obrolannya dengan Nuna tadi, ia menoleh ke arah Bian yang ternyata sedang terlelap tertidur di sampingnya.
***
Sampai di rumah Prawira dua orang pelayan langsung membantu Bianca membawakan kopernya ke dalam kamar, Ska yang berjalan di belakang sang istri terlihat memilih berbelok menuju ke ruang kerjanya.
Bian merebahkan badannya di atas ranjang, tak lupa mengucapkan terima kasih saat dua pelayan yang membantunya izin meninggalkan kamar Skala. Mata gadis itu lalu berkeliling menatap benda-benda di kamar sang suami, pandangannya berhenti ke sebuah foto keluarga di atas nakas.
Ia bangun untuk meraih bingkai foto yang terbuat dari potongan kayu itu, Bian memandangi wajah mendiang orang tua suaminya dalam-dalam. Namun, tiba-tiba dengan telunjuk dan ibu jari yang di satukan Bian menyentil foto muka Skala dengan gemas sampai menimbulkan bunyi di kaca bingkai itu.
"Ternyata loe imut juga dulu, tapi ampun sekarang loe amit-amit," gumamnya sambil meletakkan kembali foto itu ke tempatnya.
Bian melangkahkan kakinya untuk turun ke lantai bawah, ia berniat mengeksplor tempat tinggal suaminya, Bian ingat bahwa ada sebuah kolam renang besar di rumah Prawira, baru melewati pintu yang menghubungkan rumah dengan kolam renang dirinya berpapasan dengan mantan kekasih suaminya.
Felisya melewatinya begitu saja namun Bian dengan segera mencegah dengan sindiran yang terucap dari mulutnya. "Dasar muka tembok."
Feli berhenti dan berbalik" Apa maksud kamu?" penasaran, Feli menatap Bian dengan heran.
"Kemarin malam loe meluk Ska kan? Punya laki sendiri masih aja meluk-meluk suami orang."
Diam, Feli tak bisa berkutik dengan apa yang disampaikan Bian.
"Parah loe Fel, dan asal loe tahu bukan gue yang lihat tapi kakek Prawira," beber Bian sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menghina.
Seolah tak memiliki rasa takut Feli malah tertawa mengejek Bianca, "Jadi apa kakek juga cerita kalau Skala tidak menolak aku peluk? apa kakek juga melihat adegan selanjutnya?"
Entah kenapa Bian merasa emosinya terbakar, raut wajahnya berubah menjadi marah, jelas bukan karena dia cemburu kepada gadis di hadapannya, toh dia tidak memiliki perasaan apa-apa ke Skala, bahkan sejumputpun tidak ada perasaan suka di hatinya untuk suaminya itu.
Bian hanya merasa kesal karena Feli ternyata bisa mengimbangi kesombongannya, bahkan gadis itu seolah tak memiliki rasa takut kepadanya.
"Dasar ga tau malu, apa loe mau jadi pelakor?" Bianca meringsek mendekat ke arah Feli. Gadis itu mulai menunjuk-nunjuk bahu Feli sambil terus mengucapkan berbagai kalimat ancaman.
"Loe ga takut sama kakek? tapi kayaknya loe takut kan sama mertua loe, apa perlu gue tau ke om Maher? ha?" Bian mengancam, melihat Feli yang ketakutan gadis itu membalikkan badan mendekat ke arah kolam renang.
"Takut kan loe?" ucap Bian merasa menang.
Namun, tiba-tiba Feli mendorong tubuh Bian sampai tercebur masuk ke dalam kolam. Skala yang sudah keluar dari ruangan kerjanya samar mendengar suara ribut dari bawah tapi ia tidak berpikir macam-macam.
"Loe gila?" pekik Bianca yang langsung naik dari atas kolam, tangannya menarik rambut Felisya menjambaknya lalu menyeret gadis itu, Bian membalas dengan mendorong Feli masuk ke dalam kolam.
Ska berbalik lalu berjalan cepat ke arah balkon dekat ruang kerjanya yang memang mengarah langsung ke kolam renang di rumahnya, seketika Skala panik melihat Feli yang terjatuh ke dalam kolam dan Bianca yang berdiri menonton dengan kondisi rambut dan baju basah kuyup.
Beberapa pelayan berlari menuju kolam untuk melihat apa sedang terjadi, melihat Feli seperti orang yang hampir tenggelam Bian baru tersadar bahwa mungkin gadis itu tidak bisa berenang.
"Sial!" pekiknya, Bian segera melompat ke dalam kolam untuk membantu Felisya naik.
Kedua gadis itu terbatuk-batuk duduk di pinggir kolam, Lestari pelayan Bian dan Ayu pelayan Feli terlihat langsung membungkus tubuh masing-masing nonanya dengan handuk.
Skala yang berlari tergesa-gesa karena tahu mantan kekasihnya tidak bisa berenang terlihat mengatur napasnya, laki-laki itu merasa lega melihat Feli sudah keluar dari kolam, disaat dia ingin mendekat ke arah dua gadis itu sebuah suara mengagetkan semua orang yang berkumpul di sana.
"Apa yang sedang terjadi di sini?" ternyata Maher datang bersama Viona yang mengekornya dari belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
merti rusdi
Hahaha Lady Di
2022-09-18
2
Nadia
ntar sahabtan tinggal di satu kompleks Fellisya dan Bianca
2022-07-10
0
Just Rara
masih punya perasaan si bian,padahalkan si felisya duluan yg ngejeburin dia
2022-04-22
0