"Ska, apa loe ga mikir mungkin aja Feli dan Tama sama kayak kita, mereka menikah tapi sebenarnya terpaksa dan ga saling cinta, mereka cuma sandiwara persis kayak loe sama gue, kalau bener ya Ska gue penasaran apa coba kira-kira isi perjanjian mereka," celoteh Bian yang tengah duduk santai di sofa sambil memangku diary sang mama.
"Gue ga peduli."
Ska seolah tak tertarik dengan topik pembicaraan istrinya, laki-laki itu memilih duduk di ranjang menyambar remote untuk menonton televisi.
"Siapa tau loe masih cinta sama Feli, karena feeling gue bilang dia masih cinta sama loe."
Laki-laki itu terdiam mendengar ucapan Bian, pikirannya melayang mengenang pertemuan pertamanya dengan Feli empat tahun yang lalu.
Skala bertemu gadis itu saat sama-sama menghadiri sebuah pesta temannya, Feli yang begitu anggun dan terampil memainkan alat musik harpa di pesta membuat Skala jatuh cinta pada pandangan pertama.
Butuh satu tahun bagi Ska untuk mendapatkan cinta Felisya, selama tiga tahun menjalin hubungan asmara mereka telah berencana untuk menikah, namun sayang ayahnya menjodohkan Feli dengan sepupunya, Tama.
"Feeling gue ga pernah salah Ska," ulang Bian lagi.
"Elo dari tadi feeling mulu, Jangan-jangan loe keturunan cenayang?"
Tak ada jawaban, Bian terdiam memandangi buku diary mamanya, tulisan sang mama yang baru dia baca membuat dia semakin yakin bahwa dia memang di anugerahi sebuah perasaan menduga-duga yang kuat dari Tuhan.
"Hem....seandainya mama percaya omongan gue hari itu, mungkin sekarang kami berdua bisa hidup bahagia."
Ucapan Bian membuat Ska tak enak hati, ia memandang lekat ekspresi wajah gadis yang menunduk menatap buku diary usang yang dia ketahui adalah diary milik Bianca sendiri.
4 tahun yang lalu
Satu minggu setelah sang mama meninggal dunia, Bian terlihat sering termenung dan hanya berdiam diri di dalam kamarnya. Satu bulan pertama tanpa sang ibunda gadis itu tidak pernah bisa tidur nyenyak, bahkan dada Bianca bisa secara tiba-tiba terasa sesak seolah tak bisa bernapas setiap kali mengingat almarhumah sang mama.
Bian sadar ia harus tetap melanjutkan hidupnya, melihat keluarganya yang sama sekali tak menunjukkan kesedihan dan kehilangan atas kepergian sang mama, Bian semakin curiga bahwa penyebab sang mama meninggal bukanlah karena bunuh diri, ia berniat mencari kebenaran dibalik tragedi itu.
Bian akhirnya rutin pergi ke psikiater dan melakukan semua anjuran dokter jiwa yang dia temui, gadis itu perlahan mulai bisa menerima kepergian Kiran untuk selama-lamanya, namun tetap saja ia ingin memecahkan keganjilan penyebab terjatuhnya sang mama dari lantai dua belas apartemennya.
Saat mengemasi barang-barang pribadi sang sama, Bian tanpa sengaja menemukan satu kotak besar berisi buku-buku usang yang ternyata adalah diary Kiran. Semenjak itu setiap malam Bian selalu membaca lembaran demi lembaran diary milik sang mama, terkadang satu buku bisa dia baca sampai empat kali, ia seolah tak rela jika harus berpindah buku dan menemukan tulisan terakhir sang mama.
Bian tertidur di sofa sambil masih memeluk diary sang mama dengan satu tangannya, sebuah keberuntungan bagi Skala karena istrinya tidur di sofa, ia bisa dengan leluasa menguasai ranjang kamarnya seorang diri.
Namun, melihat posisi tidur sang istri yang tak nyaman dengan satu tangan terjuntai ke bawah laki-laki itu merasa kasihan, Skala memilih mendekat untuk menaikkan tangan Bian ke atas.
Bak pepatah untung tak dapat diraih malang tak dapat dicegah, Bian terbangun tepat saat Ska meletakkan tangannya di atas perutnya, dengan kekuatan penuh gadis itu menggunakan buku diary sang mama untuk memukul kepala suami jadi-jadiannya itu.
"Plak."
Bunyi benturan buku dan kepala itu terdengar sangat nyaring dan sudah bisa dipastikan menyakitkan.
"Shit!"
Ska terjengkang sambil memegangi bagian samping kepalanya.
"Mau apa loe?"
Bian langsung bangun, ia melebarkan manik matanya menatap curiga di depan suaminya yang sudah terduduk di lantai dengan posisi kedua lututnya yang ditekuk.
"Gue cuma mau benerin letak tangan loe doank," teriak Skala.
"Emang tangan gue kenapa?"
"Elo tidur dan tangan loe ngejulur ke bawah, loe pernah liat TV ga? ada orang yang bangun tidur tangannya harus diamputasi gara-gara ga ada pasokan darah ngalir ke tangannya saat dia tidur."
Skala terus menerus mengusap bagian kepalanya yang terkena hantaman buku tadi.
"Gue ga tau orang gue ga pernah nonton TV, lagian ngapain juga loe peduli sama gue?"
Skala terdiam, sejenak laki-laki itu tersadar, memang benar juga untuk apa dia peduli kepada istri abal-abalnya itu. Dengan menahan malu Ska berdiri kemudian naik ke atas ranjangnya.
Bian memilih pergi ke kamar ganti untuk mengganti dress yang masih dia pakai dengan sebuah piyama panjang bermotif Spongebob.
"Gila mata gue sakit liat piyama loe," omel Skala melihat piyama berwarna kuning cerah yang dipakai Bianca.
"Ga ada yang nyuruh loe liat."
Bian naik ke atas ranjang dan langsung memposisikan tubuhnya membelakangi suaminya.
"Gara-gara loe gue ga bisa pakai piyama seksi koleksi gue, karena kalau gue pakai, gue yakin mata loe pasti bakal melotot sampai mau copot."
"Idihh kayak loe punya badan paling seksi aja, lagian siapa suruh tidur seranjang sama gue." Ska seolah tak mau kalah setiap kali berdebat dengan istrinya.
"Ya udah loe kan laki, elo lah yang tidur di sofa masa gue?"
Ska terdiam, tapi tangannya sudah dia kepalkan sambil menunjuk-nunjuk ke arah Bianca, ia merasa sangat kesal.
"Ayo besok pagi kita temui kakek, gue jenuh juga lama-lama kalau tiap malam harus berdebat sama loe masalah ranjang." laki-laki itu menarik selimut ke arahnya namun ditahan oleh tangan Bian.
"Loe mau rebutan selimut juga sama gue?" amuk Ska lagi.
"Dingin!" jawab Bian malas.
Ska yang kesal menyibakkan selimut itu sampai ke dekat Bianca, ia lalu memposisikan dirinya sama seperti gadis itu, mereka tidur dengan saling membelakangi satu sama lain. Tak lama laki-laki itu bangun dan pergi meninggalkan kamar, Bian yang terlihat cuek memilih memejamkan matanya rapat-rapat tak ingin peduli dengan apa yang akan dilakukan suaminya.
Ska keluar dari kamar menuju balkon yang berada didekat ruang kerjanya, matanya menerawang jauh menatap langit malam yang sama sekali tak berhias dengan bintang. Memejamkan matanya mengingat kembali percakapannya dengan Felisya.
"Apa kamu benar-benar ingin berpisah? beri aku alasan yang jelas Fel? jika hanya karena masalah dana untuk kesuksesan pencalonan ayahmu tahun depan, aku bisa memberikannya."
Felisya hanya terdiam memilih memendam perasaannya sendiri.
Skala membuka mata, berbalik untuk kembali menuju kamarnya, ia terkejut mendapati Feli yang sedang berdiri tak jauh dari dirinya, gadis itu ternyata sudah memandangi dirinya sedari tadi.
"Haruskah aku jujur bahwa papaku dan om Maher menutupi sesuatu? asal kamu tau Ska mereka sekarang sedang menjadikan aku dan Tama tawanan untuk mengamankan posisi mereka masing-masing, aku sama sekali tidak bahagia Ska, tidak." lirih Feli dalam hati.
Tanpa berkata apa-apa Ska berjalan melewati gadis itu, tapi Feli tiba-tiba memeluknya dari belakang. Skala yang terkejut sesaat hanya bisa mematung mendapat perlakuan dari sang mantan kekasih, tanpa mereka sadari sepasang mata menyaksikan pemandangan yang seharusnya tidak dilakukan perempuan yang sudah memiliki suami ke laki-laki beristri.
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Rita
seru
2023-02-16
1
Just Rara
pasti ni yg lihat bianca
2022-04-22
0
eMakPetiR
wadohhh
2022-04-08
0