Malam telah beranjak pergi, matahari mulai menampakkan diri, namun cahaya sang surya tak mampu menembus kamar pengantin baru yang masih terlelap dalam tidur mereka.
Skala mengerjapkan matanya, ia merasakan sesuatu berada di atas dadanya, saat menegakkan sedikit leher kepalanya alangkah terkejutnya Ska mendapati kaki Bianca ada disana, bahkan ujung telapak kaki gadis itu hampir saja menendang wajahnya.
Laki-laki itu menegakkan tubuhnya lalu bergeser duduk bersandar pada ranjang, menatap posisi tidur Bianca yang sudah berubah seratus delapan puluh derajat, dimana posisi kepala gadis itu ada di ujung ranjang dan kakinya berada di atas.
Ska tertawa geli melihat pemandangan aneh yang baru kali ini dia dapati sepanjang hidupnya.
"Dasar, bagaimana mungkin gadis yang dalam kesehariannya bersikap sok anggun bisa tidur seperti ini," gumamnya.
"Heh.. bangun, gadis bar-bar bangun hoi." Ska menggunakan jempol kakinya untuk menggoyang-goyangkan kaki Bianca.
"Apa'an sih ah, berisik." Bian hanya mengubah posisi tidurnya.
Bian tiba-tiba membelalakkan matanya, gadis itu baru tersadar bahwa dia sudah menikah kemarin dan tidur satu ranjang dengan Skala. Ia melonjak bangun dan langsung duduk dari posisi tidurannya, pada saat yang bersamaan Skala memajukan badannya untuk bangun, alhasil kepala mereka saling berbenturan.
"Auchhh!"
"Aduh!"
Keduanya memekik bersamaan sambil memegangi bagian depan kepala mereka.
"Loe mau bikin gue gegar otak?" pekik Bian.
"Ngaco, yang ada loe yang pengen bunuh gue, biar kalau gue mati sekarang loe bisa dapat harta gue, iya kan?"
Ska bangun kemudian berjalan menuju ke kamar mandi, kakinya tanpa sengaja menginjak sebuah buku diary bercover cokelat, ia memungut buku itu dan hampir saja membukanya, Bian yang sedang mengikat rambutnya terlihat kaget lalu menyambar buku diary almarhumah sang mama yang berada di tangan Skala.
"Heleh... gue ga penasaran sama isi diary loe paling juga curhatan labil isinya," ejek Ska.
"Enak aja loe ngomong, pernah sekolah ga sih tuh mulut?"
"Loe tu emang oon ya, emangnya ada sekolah mulut? kalau ada kasih tau gue dimana biar gue beli tu sekolahan."
Ska berucap dengan santainya, ia lalu kembali berjalan menuju kamar mandi sambil menggaruk pinggangnya membuat kaos putih yang ia kenakan agak naik ke atas, sementara celana pendek yang dia pakai sedikit melorot menunjukkan bagian atas boxer yang menutupi organ pribadinya.
"Elo pecinta produk gue ya ternyata," ucap Bian.
Ska yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi berbalik memandang heran ke arah istrinya.
"Loe pakai kolor produk gue ya kan?" tanya gadis itu lagi.
"Loe apain gue semalam sampai loe tau merek kolor yang gue pakai?" Ska menyilangkan kedua tangannya didepan dada, seolah menuduh Bian telah merenggut kesuciannya seperti di adegan-adegan FTV.
"Eh Anaconda, Ge-er banget sih loe, celana loe melorot tau." Bian memalingkan mukanya.
"Enak aja ngatain gue anaconda, kalau gue anaconda loe piranha Amazon," ucap Ska kesal sambil membenarkan celana pendek yang dia pakai.
"Idih ogah gue sehabitat sama loe." Bian meraih kopernya untuk mengambil baju ganti, ia mulai berkemas karena mereka harus check out dari hotel beberapa jam lagi.
***
"Jadi kita mau kemana nih abang Ska?" ucap Bianca yang sudah duduk manis di samping Skala yang sedang memasang sabuk pengaman ke badannya.
"Idih ngapain loe manggil gue abang?"
"Terus loe mau dipanggil apa? sekarang loe pilih aja, mau gue panggil say dari kata barongsai, atau yank dari kata peyang?"
"Kalau abang loe pasti lagi nyamain gue kayak tukang siomay ya kan? bilang aja iya."
Bianca terbahak mendengar tebakan Skala. "Kok loe tau sih Ska? ya ampun jangan bilang baru satu hari nikah kita udah satu hati," goda Bian.
"Diem loe ah, bawel," Ska bersungut kesal.
"Terus kita mau kemana sekarang, gue udah nanya ga loe jawab dari tadi," Bian mencebikkan bibirnya kesal.
"Ke rumah gue lah, kemana lagi?"
"Loe punya rumah Ska? bukannya itu rumah kakek Prawira?"
Bian begitu penasaran karena gadis itu sama sekali tidak tahu menahu dengan kehidupan pribadi sang suami.
"Iya rumah kakek, gue belum punya rumah sendiri."
"Gue ga mau Ska tinggal di sana, ada mantan pacar loe, ada keluarga om loe. Stress gue ntar kalau harus tinggal disana, eh... ngomong-ngomong gue punya apartemen, apa loe mau kita tinggal disana aja?"
"ogah! gue akan beli rumah buat kita tinggali."
"ogah!"
"Lha loe aneh, tadi ga mau tinggal di rumah kakek, pas gue bilang mau beli rumah sendiri loe ogah, terus mau loe apa?" Skala terlihat heran.
"Mau gue kita beli rumah berdua jadi fifty-fifty, kalau rumah itu cuma punya loe, gue takut ntar loe seenaknya aja memperlakukan gue, ntar gue ga boleh ini itu dirumah, loe suruh gue bersih-bersih ini lah itu lah karena gue statusnya numpang, terus ntar loe batesin mobilisasi gue dirumah itu, loe juga____,"
Bian terdiam karena telapak tangan kiri sang suami sudah mendarat menutupi mulutnya yang ia gunakan untuk berbicara sedari tadi.
"Diem! berisik tau, nanti kita omongin lagi, pening kepala gue dengerin ocehan loe."
Ska menghentikan mobilnya bertepatan dengan lampu yang menyala merah, menatap gadis yang mulutnya masih ia bungkam dengan telapak tangannya, Bian yang bisa saja menepis tangan sang suami entah kenapa terlihat pasrah diperlakukan seperti itu. Ia menatap mata Skala, berlahan pandangannya turun ke hidung dan bibir suaminya.
Bian yang tersadar langsung menepis tangan Ska. "Bawa mobil yang benar! gue ga mau mati sekarang."
Skala lantas menyingkirkan tangannya, setelahnya mereka hanya terdiam sepanjang perjalanan ke kediaman Prawira.
***
Sesampainya disana tak ada sambutan untuk mereka dari keluarga Prawira, hanya beberapa pelayan saja yang terlihat membukakan pintu dan membawakan koper keduanya.
Bian sedikit kagum saat masuk ke kamar Skala karena kamar laki-laki itu terlihat begitu bersih dan tertata tapi, awalnya ia membayangkan kamar suaminya pasti akan berantakan melihat kelakuan laki-laki itu yang menurutnya sedikit urakan.
"Elo istirahat aja dulu, gue mau ke ruang kerja gue bentar, paling nanti kita akan berkumpul untuk makan malam, oh ya ruang kerja gue ada di kanan lorong balkon utama, siapa tau loe nyari gue," jelas Ska ke sang istri.
Bian hanya menganggukkan kepala, memandangi suaminya sampai menutup pintu kamar yang sekarang menjadi miliknya juga.
Tak lama setelah Skala pergi rasa penasaran menggelitik Bianca, gadis itu memilih turun kebawah masuk ke dapur untuk menyapa pelayan-pelayan yang ada di sana, matanya terbelalak melihat banyaknya pelayan yang di miliki kakek suaminya. Jika di rumah papanya ada enam orang pelayan, di rumah Prawira ada lebih dari dua belas pelayan.
Bian yang berdiri mematung di depan pintu masuk dapur terlihat di hampiri oleh seorang pelayan wanita.
"Nona Bianca."
"Iya."
"Perkenalkan saya Lestari, saya yang akan melayani Nona di rumah ini," ucap wanita yang terlihat berumur tak jauh beda darinya itu.
"Melayani? apa maksudnya?" Bianca mengernyitkan dahinya.
_Bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
jumirah slavina
ya ampunnnnn bawellllnyyaaaa...
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2024-09-26
1
Rita
anaconda dan piranha qt lht siapa yg kuat😉
2023-02-16
1
Just Rara
ada2 aja julukan yg mereka lontarkan🤣🤣
2022-04-21
0