"Putri ?" Sahut Shanum kaget ketika menemukan Putri sedang membacakan buku cerita untuk Ellio ketika baru saja membuka pintu.
Ya. Hari ini Shanum kembali berkunjung untuk menjenguk Ellio di rumah sakit karena memang tidak ada jadwal pemotretan. Selain itu, menemui Ellio juga adalah cara ampuh untuk menghindar dari Andra yang masih saja gigih mencari tahu penyebab dirinya tiba-tiba berubah.
"Eh, Shanum ?" Putri langsung berdiri, tersenyum canggung menyambut kedatangan Shanum yang tak pernah dia duga.
"Kamu di sini juga ?" Ucap Shanum yang sudah menutup pintu dan bergerak mendekati Putri. "Lagi bacain Ellio buku apa sih ?"
"Nih !" Putri menyodorkan buku yang ia baca pada Shanum.
Sontak Shanum langsung tertawa terbahak-bahak ketika melihat sampul buku yang di perlihatkan Putri. Tertulis di sampul itu dengan jelas ' cerita rakyat nusantara' yang di peruntukkan untuk anak 5 sampai 12 tahun.
"Shanum kenapa ketawa sih ?" Mulut Putri mencebik sebal sambil menarik kembali buku yang tadi ingin dia berikan pada Shanum. Menaruh buku itu kembali ke dalam ransel berbahan kanvas yang dia bawa.
"Put, Ellio udah 21 tahun. Ngapain di bacain buku cerita buat anak-anak kayak gitu, sih ?" Ujar Shanum terkekeh.
"Ish, emangnya kenapa sih ? Gak boleh ?" Sahut Putri dengan bibir yang sudah mengerucut sebal.
"Bukan gak boleh, cuma aneh aja perasaan."
"Gak aneh kok." Bantah Putri cepat.
"Buat aku aneh, Put." Shanum juga tampaknya tak mau mengalah. Dia masih betah beradu opini yang jelas berbeda jauh dengan Putri.
"Tapi buat Putri gak aneh, Sha !" Gadis itu menggembungkan kedua pipinya. Masih menatap sebal pada Shanum yang tingginya terlampau berbeda dengan dirinya yang bertubuh mungil nyaris seperti Ellena .
Merasa bahwa Putri tidak akan kembali tersenyum jika dirinya tak mengalah, Shanum akhirnya menyerah dan berusaha membujuk salah satu sahabat Ellena yang selalu ada untuk gadis manis itu selama dirinya tidak ada.
"Iya deh. Shanum yang salah. Shanum minta maaf kalau gitu. Maafin ya." Ucap Shanum sambil mengulurkan jari kelingkingnya. Tanda mengibarkan bendera putih untuk menawarkan perdamaian dengan gadis polos yang terkenal manja itu.
Putri masih bertahan dengan ekspresi kesalnya pada Shanum. Di liriknya jari kelingking gadis berwajah blasteran itu yang terulur padanya. Menghela napas secara perlahan, Putri akhirnya menurunkan ego dan menyambut simbol perdamaian yang Shanum berikan.
"Iya deh. Putri maafin." Raut wajah Putri langsung berubah cerah. Tersenyum begitu cantik kepada Shanum dan melupakan apa yang baru saja mereka perdebatkan.
Begitulah Putri. Gadis yang paling susah di mengerti apa kesukaannya namun paling mudah melupakan kesalahan orang lain. Dia bukan gadis yang pendendam dan tak pernah memikirkan sedikit pun untuk menyakiti orang lain.
* * *
"Habis nemuin pangeran tidur kamu lagi, Put ?" Sapa Handoko yang sedang asyik bersantai di beranda depan rumah.
"Kok bapak tahu ?" Putri tersenyum, mencium tangan Handoko sebelum ikut mendaratkan bokongnya pada kursi rotan di sebelah ayahnya.
"Memangnya, anak bapak mau keluyuran kemana lagi sih, kalau nggak nemuin si pangeran tidur ?" Handoko ikut tersenyum. Mengacak-acak rambut anak sulungnya dengan gemas.
"Bapak bisa aja." Gadis itu terkekeh.
Kedua ayah dan anak itu saling terdiam setelahnya. Saling beradu dalam hening tanpa ada yang berniat mengeluarkan suara. Mereka hanya memandang ke arah halaman. Entah melihat hal menarik apa di depan sana.
"Pak ?" Panggil Putri tanpa menoleh.
"Hmm."
"Apa Putri boleh bertanya ?"
"Tanya apa, Put ?" Handoko menoleh. Menatap lamat-lamat wajah Putri yang terlihat begitu serius. Raut wajah yang hanya akan muncul jika gadis itu merasakan kegundahan di dalam hatinya.
"Kalau suatu hari nanti Putri harus kembali, apa orang-orang yang kenal Putri akan tetap ingat sama Putri ?" Lirih Putri dengan tatapan tertunduk dalam. Jemari tangannya saling beradu, bertautan satu sama lain sambil menggigit bibir bawahnya. Berusaha sebisa mungkin membendung kesedihan yang tiba-tiba saja menyeruak menyesakkan dada.
Handoko terdiam beberapa saat. Matanya perih seperti kemasukan debu. Air mata itu sudah menggenang di pelupuk mata karena pertanyaan sang anak sulung yang di rasanya begitu dalam menusuk.
"Pasti, Nak ! Semua yang mengenal Putri pasti akan tetap ingat sama Putri sekalipun Putri udah pergi jauh."
"Bapak yakin ?" Putri menatap sang ayah. Meminta kepastian dari pria yangg selama ini sudah menjaganya sepenuh hati.
Handoko mengangguk. "Ya, bapak yakin. Putri kan anak yang baik, sayang sama orang-orang. Pasti mereka yang kenal Putri gak akan pernah lupain Putri selamanya. Seperti bapak."
"Tapi, pak ! Putri tetap takut."
"Takut apa, Nak ?"
" Putri takut orang-orang yang kenal Putri tetap akan ngelupain Putri suatu saat nanti. Putri takut gak akan ada yang mengingat nama Putri Syifana lagi di masa depan. Putri...."
"Ssst !" Handoko menempelkan telunjuknya di depan bibir Putri. Memerintahkan gadis itu untuk tidak melanjutkan kata-katanya lagi.
"Kamu tahu apa yang lebih penting sekarang, Put ?" Ujar pria paruh baya itu sambil memegang kedua lengan Putri.
Gadis itu terdiam. Mengangkat alis meminta jawaban dari pertanyaan ayahnya.
"Bapak akan lakukan apapun agar kehidupan kamu tetap akan seperti ini. Tidak akan ada yang hilang dari hidup kamu selama bapak masih ada."
"Tapi, bapak bilang kita harus tetap lari, kan ?"
Handoko tersenyum. Menghapus air mata anak sulungnya dengan kedua ibu jari lalu meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat.
"Mungkin, sudah saatnya kita menetap." Ujar Handoko meyakinkan anaknya. Pria itu tahu bahwa Putri sudah terlanjur mencintai apapun yang dia temui selama berada dikota J. Baik sahabat, rumah Ellena yang dia tinggali, bahkan pangeran tidur yang masih koma itu.
Dan, tentu saja sebagai seorang ayah, Handoko tidak akan tega merenggut segala yang membuat Putri bahagia. Dia tidak akan tega merampas alasan Putri untuk tersenyum bebas di tengah kekangan yang selama ini merantainya. Handoko tahu, sudah saatnya dia bersiap untuk menghadapi ketakutan keluarga mereka, jika orang itu tiba-tiba akan muncul kembali.
Putri memeluk ayahnya. Meski dia tahu bahwa situasi tidak akan pernah aman selama orang yang mencarinya masih hidup, namun gadis itu tetap ingin mempercayai apa yang ayahnya katakan. Seperti yang sudah-sudah, ayahnya selalu bisa menepati janji yang dia ucapkan. Walaupun, kali ini janji itu terasa mustahil, namun bagi Putri tak ada keraguan sedikit pun di dalam hatinya jika yang berjanji itu ayahnya.
Akan bapak lakukan apapun demi membahagiakan kamu. Sekali pun nyawa bapak menjadi taruhan, bapak tidak masalah. Untuk kebahagiaan anak-anak bapak, nyawa adalah bayaran yang setimpal untuk mewujudkan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Ririn Satkwantono
putri ahli mnymbunyikan identitas
2024-05-10
0
Bambang Setyo
Putri kenapa ya... Kenapa harus selalu lari..
2021-11-25
0
Siti Balkis
masi bingung ..putri anak siapa?
2020-11-05
2