"Maaf Pak ! Ada yang ingin bertemu dengan anda." Suara Lia, Sekeretaris Tuan Syakkir membuyarkan konsentrasi pria paruh baya itu pada dokumen-dokumen penting di hadapannya.
Tuan Syakkir yang setengah marah melepas kacamata yang dia pakai, berdecak kesal sebentar sebelum menatap ke arah Lia.
"Kan sudah saya bilang, saya sedang sibuk Lia." Ujar Tuan Syakkir yang tetap melanjutkan memeriksa beberapa dokumen penting tanpa menghiraukan Lia.
"Maaf, Pak ! Tapi orang itu bersikeras ingin bertemu. Dia mengancam akan menerobos masuk jika anda tidak mau menemuinya."
"Dimana security ? Suruh mereka menyeret orang seperti itu keluar dari perusahaan ini jika masih berani mengancam."
"Itu dia masalahnya, Pak." Lia tertunduk takut. Jemarinya bergerak menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Takut pada kemarahan Tuan Syakkir, namun lebih takut lagi pada bapak-bapak berpenampilan biasa-biasa saja namun ternyata menyeramkan yang sedang berada di luar.
"Kenapa ? Jelaskan yang rinci, Lia !" Bentak Tuan Syakkir jengah.
"Bapak lihat saja di luar." Ujar Lia yang tidak tahu harus menjelaskan mulai dari mana tentang kejadian menakjubkan yang barusan dia lihat.
Sorot mata Lia terlihat begitu memohon dan membuat Tuan Syakkir mau tidak mau menuruti perkataan Lia. Dengan perasaan begitu kesal, dia mengikuti Lia dari belakang dan langsung terperangah tak percaya saat melihat lima orang security kantornya sudah pada meringis kesakitan di lantai.
"Siapa yang berani melakukan hal ini pada pegawaiku, hah ?" Geram Tuan Syakkir marah. Urat-urat di dahinya sudah terlihat semakin menegang akibat pemandangan yang baru saja dia saksikan.
"Dia, Pak." Tunjuk Lia pada seseorang yang dengan santainya sedang duduk di kursi milik Lia sambil menengok kanan kiri. Tampak begitu santai dan acuh pada orang-orang yang baru saja dia hajar.
"Handoko ?" Seru Tuan Syakkir setengah tak percaya. Wajahnya nampak berseri-seri melupakan amarahnya yang tadi dan berganti tawa ceria saat tahu siapa yang datang bertamu.
"Tuan Syakkir !" Handoko segera berdiri dan membungkuk hormat pada pria itu.
Segera Tuan Syakkir menghampiri Handoko dan memeluk pria itu dengan sangat erat. Sebuah pelukan hangat sesama kawan lama yang sudah bertahun-tahun tak bertemu.
"Ayo masuk ke ruanganku." Ajak Tuan Syakkir tanpa basa-basi.
"Baik, tuan." Jawab Handoko senang.
Lia hanya menatap heran pada perilaku atasannya yang langsung berubah seratus delapan puluh derajat saat melihat orang itu. Bukannya membalas karena pegawainya sudah di buat babak belur, dia justru merangkul dan memeluknya begitu akrab.
Bukankah tadi dia bilang sangat tidak ingin bertemu orang itu ? Lantas kenapa sekarang dia malah mempersilahkan si pembuat onar itu masuk ke dalam ruangan padahal Tuan Syakkir sendiri yang bilang bahwa pekerjaannya sangat banyak dan menumpuk di atas meja.
Tak berselang lama, interkom di meja Lia berbunyi. Cukup berhasil untuk membuyarkan pertanyaan-pertanyaan kepo yang mengumpul di otaknya beberapa saat mengenai kehidupan pribadi sang atasan.
"Ya, Tuan ?"
"Buatkan kopi untuk saya dan tamu saya, Lia !" Perintah Tuan Syakkir.
"Baik." Jawab Lia singkat seraya berlari menuju pantry. Di liriknya sekilas para security yang masih duduk bersandar di tembok seraya mengaduh kesakitan. Lia jadi ngeri sendiri saat membayangkan kembali bagaimana pria asing tadi bisa melumpuhkan mereka dalam waktu kurang dari semenit.
"Kenapa kamu baru datang sekarang ? Ku pikir kamu sudah mati." Ucap Tuan Syakkir memulai basa-basi.
Handoko terkekeh kecil sambil mengusap kedua telapak tangannya. "Maaf ! Sebenarnya saya kemari hanya ingin menengok anak sulung saya yang bekerja di kota ini. Jadi, saya pikir sekalian saja saya menemui anda."
"Anak sulung ? Maksudmu gadis kecil waktu itu ?" Alis Tuan Syakkir tampak terangkat heran.
"Ya. Anak gadis yang anda selamatkan 11 tahun yang lalu." Angguk Handoko tersenyum.
Entahlah ! Handoko bingung harus mengatur ekspresi macam apa yang layak dia munculkan saat membahas mengenai tragedi 11 tahun lalu yang melibatkan Putri yang masih kecil di masa itu. Yang dia tahu, gara-gara hal itulah, hidup Tuan Syakkir juga sempat terguncang bahkan nyaris hancur jika saja Handoko terlambat datang.
"Dimana gadis kecil itu sekarang ? Aku ingin menemuinya." Seru Tuan Syakkir antusias.
"Tidak, tuan Syakkir. Lebih baik anda jangan menemui dia lagi. Saya tidak ingin anda kembali terseret masalah dengan Mr. Kim jika anda menemui Putri."
"Tapi, keadaan sudah mulai aman, Handoko. Sejak aku mengirim Shanum ke Norwegia, Mr. Kim tidak pernah mengganggu hidupku dan keluargaku lagi."
"Berarti, orang itu pasti sedang merencanakan pergerakan yang lebih besar Tuan Syakkir." Ucap Handoko serius.
Tuan Syakkir meneguk ludahnya kasar. Perkataan Handoko barusan sukses membuat ketakutan tiga tahun lalu kembali terbangun dan berputar di otak Tuan Syakkir bagai mimpi buruk. Jika ucapan Handoko benar, maka Shanum putri semata wayangnya bisa saja kembali dalam bahaya.
Padahal, Tuan Syakkir baru saja merasakan bahagia bisa berkumpul kembali secara lengkap bersama keluarganya, namun omongan Handoko seolah membuat Tuan Syakkir harus kembali membuat keputusan untuk mengembalikan Shanum ke Norwegia.
"Anda jangan khawatir, Tuan. Dulu anda yang menyelamatkan nyawa saya dan anak saya. Maka, izinkan saya untuk membalas budi untuk kali ini." Ujar Handoko saat tahu makna di balik wajah pucat Tuan Syakkir.
Tentu, dia tahu bahwa Tuan Syakkir sedang memikirkan nasib putrinya yang bisa saja kembali menjadi incaran orang yang sama yang juga mengincar Putri, anaknya. Maka dari itu, Handoko kali ini sudah bertekad untuk muncul ke permukaan dan membiarkan hal yang dulu seharusnya terjadi untuk terjadi sekarang. Dia dan keluarganya sudah cukup lelah untuk berlari. Meski dia berkata pada Putri bahwa bersembunyi adalah pilihan teraman, namun dirinya lebih tahu bahwa itu bukanlah solusi yang paling tepat.
"Apa kau punya rencana ?"
"Belum. Setidaknya untuk saat ini."
Tuan Syakkir mengangguk lemah. "Aku percayakan segalanya padamu, Handoko." Ujarnya seraya menepuk bahu pria yang memiliki usia terpaut 5 tahun di bawahnya itu.
Handoko kembali tersenyum. Ia masih ingat betul saat Tuan Syakkir meneleponnya dengan begitu panik beberapa hari setelah istrinya, Hannah meninggal. Ada seseorang yang memberitahu bahwa Shanum akan mereka culik. Dan Tuan Syakkir yang panik segera menghubungi dirinya, meminta dia mencari tahu di mana Shanum lalu mengamankan putrinya dan mengirim gadis itu ke Norwegia hari itu juga.
Hari yang sampai saat ini Shanum belum ketahui bahwa kala itu nyawanya hampir melayang karena dendam kesumat seseorang terhadap Tuan Syakkir.
Akan ku renggut kebahagiaan yang kau miliki, sama seperti saat kau mengambil kebahagiaan yang pernah ku miliki.
Itu adalah kata-kata ancaman yang paling Tuan Syakkir ingat. Tertulis di dalam surat kaleng yang di lempar ke dalam rumahnya dengan tinta yang berasal dari darah. Dan jika mengingat itu lagi, seluruh tubuh Tuan Syakkir gemetar tak terkontrol persis seperti saat ini.
"Kopinya, Tuan !" Suara Lia yang baru saja memasuki ruangan Tuan Syakkir sontak membuat lamunan pria itu terputus. Dengan dahi yang terlihat berkeringat, pria paruh baya itu memaksakan tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada sekretarisnya yang hanya memberinya tatapan bertanya-tanya.
"Tuan Syakkir, anda baik-baik saja ?" Handoko menyentuh pundak Tuan Syakkir perlahan. Takut jika pria itu ada apa-apa.
"Tidak apa-apa."
"Maaf, jika kedatangan saya justru membuat anda merasa cemas."
"Justru aku yang berterima kasih karena kau sudah memperingatkan aku. Terima kasih."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Ririn Satkwantono
tp shanum nggk salah jg kok... klo hatiberpaling dr ellio
2024-05-10
0
Hsyahrul Marosa
misteri
2021-03-14
1
Liana Rismawati
sabar nanti jg jelas, ikuti alurnya
2021-02-19
1