#20
Note : Othor mau cari gara-gara hari ini, silahkan tertawa jika suka, mungkin Mike memang harus sering di tabokin, biar ingatannya segera kembali. 😁😜
…
Mike membuka matanya pagi itu, ia masih ada di kamar Pelangi, sementara pemilik kamar entah ada di mana dan sejak kapan di bangun, Mike tak tahu. Semalam ia banyak bicara seorang diri di samping Pelangi, hingga tertidur begitu saja.
Dengan langkah gontai dan belum sepenuhnya sadar Mike berjalan dengan maksud kembali ke kamarnya, ia berpapasan dengan ART yang semalam mengantarkan Luna ke kamarnya.
“Tuan, saya baru saja akan mengantarkan susu hangat untuk anda.”
Mike mengangguk, “kembalilah ke pekerjaanmu,” ucap Mike yang kemudian membawa gelas berisi cairan berwarna putih tersebut.
“Baik, Tuan.”
“Oh, Iya, dimana Pelangi?”
“Sedang sarapan bersama Mbak Yuli.”
“Katakan pada Mbak Yuli, untuk satu minggu ke depan, Pelangi masih harus beristirahat di rumah. Aku akan menghubungi Wali Kelasnya.”
“Baik, Tuan.”
Mike meneguk susu hangat tersebut dalam perjalanan menuju kamarnya, badannya terasa lengket karena semalam ia ketiduran dan belum sempat mandi. Dan nyaris saja ia tersedak ketika melihat seorang wanita keluar dari walk in closet di kamarnya, seketika kesadarannya kembali, ah iya dirinya sudah memiliki seorang istri dari hasil pernikahan paksa.
Luna baru saja selesai mandi usai aktivitas paginya bersama Pelangi, aroma parfume serta penampilannya yang segar pagi ini, membuat Mike akhirnya menyadari bahwa ternyata Istrinya memiliki paras yang sangat elok. Kulit cerah dan bersih, rambut bergelombang alami dengan warna hitam kecoklatan namun masih dominan hitam, mata biru cerah menggoda, serta bentuk tubuh yang proporsional. Semakin cantik dalam balutan pakaian santai yang tetap memperlihatkan kakinya yang jenjang.
Senada dengan Mike, Luna pun merasakan debaran kala melihat wajah kusut Mike, tapi bukan Mike yang ia bayangkan. Ia tengah membayangkan wajah pria yang dahulu menggoda hatinya, “Evan,” Gumamnya tanpa sadar namun masih tertangkap dengan jelas di rungu Mike.
Dalam khayalan Luna, Evan mengatakan “Ya.”
Mendengar jawaban itu, tak ayal air mata Luna kembali luruh, pertahanan yang ia bangun, lagi-lagi pecah berserakan. Perasaan rindunya benar-benar sudah mengakar dengan kuat, hingga kadang membuat khayalannya terasa nyata seperti saat ini.
Melihat luna diam dengan air mata berlinang, Mike mendekat setelah sebelumnya meletakkan gelas yang masih berisi susu hangat miliknya.
“ … “ Tak ada yang bisa Luna ucapkan, sepenuhnya ia menatap dengan rakus, wajah yang sangat ia rindukan. Mike pun ikut diam ketika telapak tangan Luna menyentuh wajahnya, kali ini ia benar-benar melihat kesedihan yang Luna rasakan.
“Apa kamu merindukanku?”
Luna mengangguk cepat, keseluruhan dirinya tanpa terkecuali memang merindukan Evan, “Hanya Tuhan saja yang tahu, betapa aku sangat rindu padamu.”
Telapak tangan Mike pun terulur, ia mengusap pahatan wajah nan dahayu milik Luna, menyingkirkan surai yang menempel di sudut mata, karena cairan bening yang tak henti mengalir.
Perlahan ada perasaan ‘ingin’ yang sangat kuat, menghisap dan menarik wajahnya hingga hanya berjarak beberapa senti saja dari wajah Luna. Mike mengangkat dagu Luna, bermaksud menyatukan bibir mereka.
Tapi secepat kilat Luna terhanyut dengan angan dan pesona Mike, secepat itu pula Luna kembali ke alam sadarnya. Persis ketika Mike bermaksud melahap rakus bibirnya.
Dan, Bugh!!! Sraakk!! Bugh!!
Tanpa ragu, Luna menaikkan lututnya persis di area inti Mike. Kedua lengannya membuka paksa lengan Mike, dan sebuah hantaman mengarah ke rahang pria itu.
“Aw … What the f*uck,” Pekik Mike dengan umpatan kasar, sementara wajahnya merah padam, pertanda ia tengah menahan rasa sakit sedemikian rupa.
Mike mundur beberapa langkah ke belakang, kedua telapak tangannya menutupi area intinya. Bukan perkara sakit di bagian inti serta rahangnya, tapi ia malu luar biasa. Baru kali ini ada seorang wanita berani mengarahkan tinju kepadanya.
Ketika kedua matanya terpejam karena menahan nyeri di kedua titik tubuhnya, Sekelebat bayangan melintas untuk pertama kalinya. Ia melihat seorang pemuda sedang mengalami hal serupa seperti dirinya beberapa saat yang lalu. Apa ini? Siapa pemuda yang ia lihat?
Namun hal itu tak berlangsung lama, karena kini Luna berjalan mendekatinya, wajah rapuh berhias kesedihan beberapa saat yang lalu, kini hilang berganti dengan wajah cantik nan tegas, dan tak bisa ditindas sembarang orang.
Mike menatap marah pada wajah istrinya, “kau benar-benar wanita sia*lan!!!”
“Dan kamu laki-laki bren*gsek yang memanfaatkan kelemahan seorang wanita.”
“Kamu yang memanggilku, sia*lan!!”
“Tapi, jika kamu bukan laki-laki bren*gsek, seharusnya kamu mengatakan ‘tidak’, bukannya malah mengambil kesempatan,”
“Sh*iiit …” Mike kembali mengumpat kasar, ketika rasa sakit pada miliknya belum juga berkurang.
“Sudah pernah kukatakan padamu, bahwa kamu tak bisa berbuat semaumu kepadaku, jadi aku harap kamu akan selalu ingat akan hal ini.”
Luna pun meninggalkan kamar, kedua telapak tangannya mengusap kasar air mata yang masih tersisa di wajahnya, karena ia tak mau Pelangi melihatnya dalam kondisi menangis. Bagaimanapun Mike tetaplah tempat Pelangi berlindung, dan Luna tak ingin Mike kehilangan wibawa di depan putrinya sendiri.
“Mama …” Pelangi yang pertama kali menyadari kedatangan Luna.
“Hai, sudah sarapannya?” Luna membalas sapaan Pelangi.
“Sudah Ma, ayo duduk sini, aku mau melihat Mama Makan.” Pelangi menepuk kursi kosong di sebelah nya.
Dengan senang hati Luna menempati kursi yang ditunjuk Pelangi, biasanya kursi tersebut dihuni Valerie, kini Pelangi meminta Luna yang duduk di sana.
“Maaf, Nyonya, sarapan apa yang anda inginkan?” tanya salah seorang ART yang bertugas menyiapkan sarapan.
“Aku bisa makan apa saja, asal jangan ada coklatnya, semua hal tentang coklat aku tak bisa memakannya.”
ART tersebut mengerutkan keningnya. “Maaf, apakah anda tidak suka?”
Luna tersenyum, “suka, aku sangat suka coklat, tapi aku alergi pada satu makanan itu.”
ART itu mengangguk paham, “sepertinya anda memang berjodoh dengan Tuan.”
Luna menoleh kembali, “maksudnya?”
“Tuan juga tidak makan atau minum semua yang berbau dan berasa coklat.”
Luna menoleh kembali, ia jadi teringat dengan susu full cream yang tadi Mike bawa ke kamar. “Apa dia juga alergi?”
“Tidak, Nyonya, Tuan hanya tak ingin memakannya, tapi dia seperti enggan memberitahukan alasannya.” Jawab ART tersebut.
Setelah ART tersebut berlalu pergi, Luna menyesap juice buah yang ada di hadapannya. Melihat sang Mama meminum juice buah, Pelangi pun mengikuti apa yang Luna lakukan.
“Apa kamu sengaja mengejek Mama?” tanya Luna berpura-pura marah seraya meletakkan kedua tangannya di pinggang.
Pelangi tersenyum jenaka, “tidak,”
“Lalu?”
“Aku ingin seperti Mama.”
Jawaban polos itu, tak ayal membuat Luna terdiam. Rupanya Pelangi memang mengidolakan Ibu Peri, bahkan hal-hal kecil yang ia lakukan pun Pelangi tirukan.
Luna tersenyum, ia memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Pelangi, “kamu, boleh meniru Mama, tapi kamu juga harus bisa jadi dirimu sendiri. Setuju???”
“Tapi aku ingin seperti Mama, cantik seperti Mama, baik seperti Mama, dan pintar membacakan buku seperti Mama.” Jawaban polos itu membuat Luna terenyuh. Pelangi benar benar membutuhkan sosok Ibu yang tulus menyayanginya, dan bahkan dirinya sekalipun bukan figur yang cocok mengingat pernikahannya dengan Mike pun hanya sandiwara demi menyenangkan Pelangi.
Luna memeluk hangat, tubuh kecil Pelangi, “baiklah, sementara ini kamu boleh meniru semua hal tentang Mama, tapi suatu saat nanti, kamu harus bisa jadi dirimu sendiri.”
“Mike… Sayang… “ Suara keras tiba-tiba menggema ke seisi ruangan, siapa lagi pemilik suara tersebut jika bukan Valerie. Ia kerap bersikap demikian, bahkan seper kebiasaan, karena merasa bahwa dirinya lah calon Nyonya di rumah besar milik Mike.
“Mbak Yuli, dimana Mike?” Tanya Valerie pada Mbak Yuli yang baru saja turun dari lantai atas.
“Maaf, Nona, saya tidak tahu, silahkan tanyakan pada Nyonya, dimanakah Tuan berada saat ini.”
“Heh!!! Kamu lupa aku adalah calon Nyonya di rumah ini? kenapa kamu memanggilku Nona? sementara memanggil dia dengan sebutan Nyonya?” tanya Valerie, ia bahkan dengan arogan menunjuk Luna dengan jari telunjuknya.
Hal itu membuat Pelangi mengeratkan genggaman tangannya di lengan Luna, ia seolah sedang mencari perlindungan. Luna mengusap punggung tangan Pelangi, “tenang, ada Mama, jangan takut ya?” Bisik Luna.
Tapi tetap saja hal itu tak membuat Pelangi tenang, ia justru semakin ketakutan ketika melihat pancaran bengis di kedua mata Valerie.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Maria Lay
kapan Valerie meninggal ya Thor?
2025-01-24
0
Itha Fitra
kok mike ny gk peka y,tiap x anak ny ktemu monster' vallery.anak ny sllu ketakutan
2024-08-27
0
Saadah Rangkuti
dasar kutu kupret itu si valerie 😠
2024-08-20
0