#7

#7

Kejadian itu begitu cepat, seperti terjadi begitu saja. Bertahun-tahun Luna mengemudi mobil, baru kali ini mengalami tragedi. 

Dug

Dug

Dug

Dug

Dug

Suara gedoran di kaca serta body mobil, membuat Luna tersadar dari lamunan singkatnya. Ia menurunkan kedua sisi kaca mobilnya, wajah cantik nan lembut itu pucat, jelas saja ia takut, apalagi jika sampai yang ia tabrak sampai mengalami cedera parah. 

“Keluar!!!”

“Iya, habis nabrak orang, jangan pura-pura diam, tak tahu apa-apa!!”

“Mungkin kebiasaaan orang kaya kali ya?!” 

Tuduhan itu Luna dengar tanpa berani membantah, karena jika salah bicara bisa-bisa malah terjadi huru-hara. “Iya, Pak, saya keluar.” Luna pilih mengalah, bukan karena apa, tapi ia tak mau dicap sebagai manusia tak bertanggung jawab. 

Didikan Mama dan Papanya nyatanya begitu membekas, sejak kecil Mama Disya selalu menekankan pada ketiga anak kembarnya untuk selalu bertanggung jawab, walau pada hal kecil sekalipun. Karena hal kecil yang dibiasakan, akan menjadi habit (kebiasaan) yang luar biasa suatu hari nanti. Dalam hal kebaikan pastinya. 

“Bisa nyetir tidak? main tabrak aja!!” Tuduhan kembali mampir di telinga Luna. 

“Maksudnya apa ya, Pak?” 

“Pakai nanya lagi, tuuhh lihat, kasihan kan, anak kecil sampai lecet begitu lututnya.” 

Luna terkejut, ternyata benar ia menabrak sesuatu, bukan benda yang ia tabrak, melankan manusia. Buru-buru Luna berjalan ke depan mobilnya, dan seorang anak kecil (dengan baju yang masih Luna ingat dengan jelas siapa pemakainya) sedang diangkat oleh beberapa orang. “Masukkan ke mobil, Pak, saya akan membawanya ke Rumah sakit.” dengan sigap Luna memberi perintah. 

Seseorang membuka pintu belakang mobilnya, kemudian menidurkan korban kecelakaan di sana. 

“Dibawa ke Rumah sakit beneran gak ini?” Tanya seseorang dengan nada curiga. 

“Jangan berlebihan, Pak, saya akui, saya salah, tapi bukan berarti saya lari dari tanggung jawab. Saya akan pastikan anak ini mendapatkan pengobatan yang sangat layak.” Jawab Luna, lama kelamaan ia kesal karena terus menerus dituduh yang tidak-tidak. 

“Yakin dibawa ke Rumah Sakit?” kembali selorohan itu membuat telinga Luna semakin panas. 

“Jika tidak percaya, Bapak boleh ikut Saya ke Rumah Sakit.” Pungkas Luna, tak ingin berbasa-basi. 

“Okey, saya ikut!!” 

Luna mengangguk, ia kembali duduk di kursi kemudi. Sebelum mobil berjalan, Luna menghubungi Aunty Emira yang ia yakini saat ini masih berada di Rumah sakit. 

“Hai, Princess,” Sapa sang Aunty seperti biasa, jika ia menelepon. 

“Aunty masih di Rumah Sakit?” 

“Iya, Aunty masih di Rumah Sakit, tapi … “

“Ayo cepat jalan, keburu meninggal ini anak!!” Kembali pria itu memprotes. 

Luna menoleh sebal pada pria itu, “iya, pak, saya tahu, tapi saya ingin menelepon Rumah Sakit dahulu, sebelum membawa gadis ini.” Jawab Luna. 

“Hei, sedang bicara dengan siapa kamu?” Tanya Auntu Emira.

“Okey, tolong siapkan Emergency Room, sebentar lagi aku sampai.” 

“Hei … what's happen?”

Tut

Tut

Tut

Tanpa menjawab pertanyaan sang Aunty, Luna mematikan sambungan teleponnya. Kemudian kembali melepas hand rem serta menginjak pedal gas, karena ia tak ingin pria di sebelahnya kembali mengatakan hal yang menyakiti perasaan. 

Skill mengemudi Luna cukup memadai, hingga tak sampai 20 menit, mereka sudah tiba di depan Emergency Room William Medical Center. Hanya saja sesaat lalu ia teledor hingga menyebabkan terjadinya kecelakaan. 

Pria yang mengikuti Luna hingga ke Rumah Sakit nampak terperangah, ia pikir Luna akan membawa korban kecelakaan tersebut ke klinik terdekat. Tapi pada kenyataannya, Luna justru membawa korban kecelakaan tersebut ke salah satu Rumah Sakit elit di pusat kota Jakarta. 

Karena sebelumnya Luna sudah meminta bantuan Aunty Emira, maka begitu petugas Emergency Room melihat kedatangan mobil Luna, mereka bergegas melakukan evakuasi. “Sudah, Pak, sekarang anda percaya?” 

Pria itu menganggukkan kepalanya, ia nampak lega karena Luna sudah menepati janjinya. “Baiklah, Nona, saya percaya. Mohon maaf jika anda tersinggung, tadi saya hanya ingin memastikan, karena sudah beberapa kali ada kejadian tabrak lari di daerah tadi. Dan sialnya pelaku selalu berhasil lolos karena CCTV telah lama terabaikan, tak pernah ada tindakan dari Pemkot meskipun kami sudah melapor beberapa kali.” 

Selepas kepergian pria itu, Luna diseret Aunty Emira menjauh dari keramaian, sementara Pelangi, ditangani para petugas Emergency Room. Yah, gadis kecil yang tanpa sengaja Luna tabrak adalah Pelangi, Luna pun tak menyangka hal ini akan terjadi. Karena setahu Luna, Pelangi sudah dijemput, tapi entah kenapa gadis kecil itu justru berkeliaran seorang diri di jalanan. 

“Apa yang terjadi?” Cecar Aunty Emira ketika melihat sang keponakan datang ke Rumah Sakit membawa seorang anak korban kecelakaan. 

“Aku tak sengaja menabraknya,” Jawab Luna pelan, ia takut jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan. 

“Huuuuffttt…” Aunty Emira membuang nafas kasar, usai mendengar pengakuan Luna. 

“Please, Aunty, tolong selamatkan gadis itu.” Mohon Luna, bukan karena Pelangi adalah putri dari pria yang mirip Evan, tapi karena Luna tak mau dibayangi rasa bersalah seumur hidupnya. 

“Tunggu di sini, aku akan memeriksa gadis itu, semoga tidak ada luka dalam.” 

Setelah mengatakannya, Aunty Emira segera berlalu, ia kembali ke bilik pemeriksaan, tempat Pelangi berada. Sementara Luna segera mengabarkan berita kecelakaan pada pihak sekolah.

2 jam kemudian, yang lagi-lagi membuat Luna diam membisu adalah kembali melihat pria itu. Walau tidak mungkin jika dia adalah Evan, tetap saja Luna tak bisa membohongi dirinya, jika ia teramat merindukan kekasihnya yang telah tiada. 

 “Maaf, saya mencari putri saya, dia korban kecelakaan lalu lintas,” Ujarnya segera, setelah tiba di meja perawat, lelah bercampur panik tergambar jelas di wajahnya. 

Luna yang masih duduk di ruang tunggu, bahkan tak mampu berbuat apa-apa. Ingin meminta maaf, tapi takut terbawa suasana hatinya yang tiba-tiba sendu ketika melihat pria itu. 

Seperti seorang Ayah pada umumnya, pria itu segera memeluk putri kecilnya, “Pelangi … bangun, Nak. Ini Papa.”

Dengan langkah berat, Luna menghampiri pria itu, sungguh jika semua orang bisa mendengar detak jantung nya saat ini, saking keras detak jantungnya mungkin seisi Emergency Room akan menutup gendang telinga mereka. “Permisi … “ Sapa Luna dengan suara bergetar dan tangan yang semakin dingin. 

Pria itu menoleh, membuat Luna semakin tak bisa menguasai diri. Air mata kerinduan yang sejak tadi ia tahan akhirnya luruh. 

“Sayalah yang tanpa sengaja menabrak putri anda.” Aku Luna. 

Pria itu menegakkan tubuhnya, tingginya proporsional dengan pundak bidang yang menawan. Rambut berantakan serta wajah cemas tak mampu mengurangi kadar ketampanan di wajahnya yang telah matang. 

Namun tanpa Luna duga, dalam sekejap saja wajah pria itu berubah menjadi tatapan tajam penuh amarah. “Jadi anda pelakunya, persiapkan saja diri anda karena saya akan membawa kasus ini ke jalur hukum.” 

Jedeeerrrrr!!!! 

Air mata Luna mengalir semakin deras, bukan karena takut mendengar ancaman pria itu. Tapi karena mendengar dengan jelas suara yang ia rindukan sejak lama. Yakni suara Evan. 

Terpopuler

Comments

Barokah 99ˢ⍣⃟ₛ

Barokah 99ˢ⍣⃟ₛ

luna mau tanggung jawab. kenapa dibawa polisi juga. andaikan kau tahu klu ada masa lalu sm kamu. bkln nyesel dah

2024-08-06

0

𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩

𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩

wlpn pahit seenggaknya rindunya sedikit terobati yaa Lun.
menatap Evan dan mendengar suaranya

2024-08-06

1

𖤍ᴹᴿ᭄☠BanxJeki Hiatus,GC.2th

𖤍ᴹᴿ᭄☠BanxJeki Hiatus,GC.2th

Yah Papa Pelangi, reksi mu berlebihan huft😑👍

2024-08-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!