#4

#4

Acara peluncuran Buku dongeng terbaru Ibu Peri telah usai, kini tribun yang sebagian besar berisi anak-anak itu tampak sedikit senyap. Karena sang Ibu Peri dengan gayanya yang ceria serta piawai dalam bercerita tengah membacakan buku. 

Pada awalnya Luna hanya tertarik dengan buku bergenre fantasy, lama kelamaan imajinasinya terus berkembang, hingga ide ingin menulis sebuah buku itu muncul begitu saja. Adalah Aya, sahabat sekaligus kakak ipar Luna adalah orang pertama yang memberinya semangat. 

Hingga tanpa sadar, imajinasinya di masa kanak-kanak menuntun dirinya untuk menulis bukunya sendiri. Alasannya sungguh sederhana, ada banyak hal-hal kecil positif yang penting untuk dipelajari oleh seorang anak. Dengan sedikit cerita maka secara perlahan, anak-anak akan meniru moral baik yang ia serap dari buku bacaannya. 

“Dan sejak hari itu, Putri Kecil yang manja, berubah menjadi Putri Kecil yang pemberani. Ia tak lagi takut tidur sendiri, pergi ke kamar mandi sendiri, serta bisa pergi ke toko untuk membeli permen seorang diri. TAMAT.”

Suara tepuk tangan meriah langsung terdengar, kala Luna mengakhiri ceritanya. Sebenarnya buku yang baru saja ia bacakan, adalah buku lama. Dan hari ini ia meluncurkan sebuah novel untuk anak-anak yang mulai beranjak remaja. 

Ketika pertama kali membuat novel ini, Luna merasa ragu-ragu, serta berbagai macam prasangka bermunculan. Namun seperti halnya buku cerita anak, novelnya ternyata laris manis diserbu para remaja. Cerita keseharian tentang cinta, persahabatan, dan sekolah, mampu Luna kemas secara epik, hingga menjadi buku bacaan yang menarik. 

Usai acara pembacaan buku, pihak EO segera menata tempat antrian. Para penonton sudah otomatis mendapatkan buku terbaru, lengkap dengan merchandise, serta tanda tangan Si Ibu Peri. Karena harga buku sudah termasuk harga tiket yang harus mereka bayar ketika hendak menghadiri acara ini. Tapi jika tak menginginkan tanda tangan pun tak masalah, EO sudah menyediakan antrian khusus. 

“Terima kasih, sudah hadir hari ini…” Ucap Luna setiap kali memberikan novel dengan tanda tangan dirinya pada para penggemarnya. 

Melihat senyum bahagia di wajah anak-anak yang telah sekian lama mengantri, membuat Luna pun ikut berbahagia. Tak peduli sudah berapa puluh anak yang mengabadikan momen bersama dirinya. 

Setelah berjibaku selama 3 jam, antrian pun mulai berkurang, dan tidak sepanjang ketika pertama kali antrian di buka. Namun Luna sama sekali tak merasakan perasaan jenuh atau bosan, bahkan hatinya selalu merasakan kehangatan. Tatkala tangan mungil anak-anak menyentuh tangan dan kadang wajahnya, jiwa mereka masih murni, jadi semua yang terucap dari lisannya pastilah kejujuran. 

Dan di barisan terakhir, seorang gadis kecil nampak menatap Luna dengan wajah berbinar. “I Love You, Ibu Peri.” ia berusaha tertawa walau kedua matanya sembab. 

Luna tersenyum lembut, entah ini ungkapan cinta keberapa yang ia terima hari ini, kendati demikian ia tetap tersenyum, walau sisi lain hatinya porak-poranda. 

“I Love You too, Little Princess,” Balas Luna. 

Tak ayal lagi, kedua pipi gadis itu merona bahagia. Melihat penggemarnya bahagia, Luna pun merasakan hal yang sama. 

Luna menyerahkan buku yang sudah ia tandatangani. “Apa kamu habis menangis?” 

Gadis itu tiba-tiba muram, “hampir saja aku terlambat datang,” Jawabnya. 

“Oh, iya?? berarti kamu beruntung sekali hari ini,” Hibur Luna spontan. Ia merogoh tasnya, mengeluarkan sebuah merchandise spesial. Ketika menyerahkan Merchandise tersebut, Luna berjongkok agar tinggi nya sejajar dengan gadis itu. 

Dengan wajah berbinar gadis kecil itu menerima sebuah kristal dengan pahatan serupa diamond, sementara inti dari kristal tersebut adalah nama pena Luna, Ibu Peri. 

“Terima kasih, Ibu Peri.” ujarnya jujur. 

“Ibu Peri yang harus berterima kasih padamu.” balas Luna. 

Tanpa Luna duga, gadis kecil itu memeluk erat lehernya, “aku janji akan menyimpan hadiah ini baik-baik.” 

Luna hanya mengangguk, kedua tangannya mengusap rambut dan punggung gadis itu. 

“Bye … Ibu Peri, Papa sudah menunggu.” pamit gadis itu. 

“Okey, hati-hati.”

Usai gadis itu mengangguk, dia pun berlari riang, rambutnya berayun seiring dengan gerakan kakinya. 

Ketika Luna berbalik, tiba-tiba ia ingat belum menanyakan nama gadis itu. Entah ada dorongan apa hingga membuat Luna mengejar gadis itu, padahal hanya nama yang ingin ia tanyakan. 

Tak butuh waktu lama Luna tiba di tempat parkir, “tadi dia bilang datang bersama Papa nya,” Gumamnya sembari terus mencari-cari. 

Namun lagi-lagi ia dibuat membeku, ternyata Pria yang ia sebut Papa adalah dia, lelaki yang kemarin Luna lihat, bahkan membuat dunianya tiba-tiba jungkir balik. 

Wajah cantik yang tertutup topeng itu memucat, ia kembali berjalan cepat dalam kepanikan, “Tunggu … tidak … jangan pergi lagi … aku mohon jawab dulu pertanyaanku!!!” teriak Luna, hingga membuat orang-orang yang melihatnya keheranan. 

Mobil yang kemarin sore Luna lihat, terus bergerak, Luna tak lagi peduli pada orang-orang yang memperhatikan kepanikannya. Dan seperti hari sebelumnya, Luna kembali berlari mengejarnya, “Evan…!!” Jeritnya putus asa. 

Luna terus berlari tak lagi memikirkan keselamatan dirinya, bahkan tanpa menoleh ke sisi kanan dan kirinya, Luna nekat menyeberang jalan. Tiba-tiba… 

Tin 

Tin 

Tin

Tin

Tin

Suara klakson melengking keras, Luna tak lagi sempat menoleh karena sedetik kemudian tubuhnya ditarik kuat ke arah belakang. Luna masih memberontak ketika pelukan itu terasa sangat erat, membuat tubuhnya sulit bergerak. “kumohon jangan sakiti dirimu seperti ini, haruskah kamu terlihat semenyedihkan ini?!!” bentaknya, rasa cemas bercampur kekesalan membuatnya bersuara keras tanpa sadar. 

Luna kembali meraung keras, “tapi aku yakin itu dia … tak mungkin aku salah mengenalinya.” semakin keras raungan Luna, semakin erat pula pelukan Nathan. 

Nathan menatap wajah rapuh Luna, wajah cantik yang ia cintai bertahun lamanya itu tampak rapuh. Meskipun kesal, dan masih tak rela dengan kenyataan yang ada, tapi kini ia pun tak bisa berbuat apa-apa. “Tapi mungkin saja itu bukan dia, bisa saja mereka hanya kebetulan berwajah sama.”

“Jika hanya wajah yang sama itu mungkin, tapi suara? Aku yakin sekali suaranya pun sama persis dengan suara Evan.”

Deg

Hati yang sudah hancur sejak awal, kembali lebur ketika mendengar pengakuan Luna. “Jadi sekarang kamu bahkan tak lagi menutupi perasaanmu?” tanya Nathan lirih. “Buru-buru aku kemari, meninggalkan keluargaku yang sedang dirundung duka, aku berharap setidaknya ada sedikit rasa kasih yang tertinggal di hatimu untukku. Tapi ternyata …”

Walau tak pernah mencintai Nathan, tapi Nathan tetap spesial di hati Luna. Selama bertunangan Luna tulus menyayangi pria itu. Dan kini melihat Nathan tiba-tiba rapuh, Luna pun merasa amat bersalah. “Nathan … maaf, tapi apa maksudmu, kenapa kamu seolah ingin menyampaikan kabar duka?”

Nathan mengusap rambut dan wajahnya, pergerakan tangannya membuat Luna memperhatikan jari manis pria itu. Tempat yang semula tersemat cincin pertunangan mereka, kini berganti dengan cincin baru. 

“Nathan, Itu …” Luna menunjuk jari tangan Nathan, menyadari bahwa Luna melihat cincin yang tersemat di jarinya, Nathan buru-buru ingin melepas benda berbentuk lingkaran tersebut. 

“Ini …” Terlihat kegugupan di wajah Nathan, pria itu bahkan bersusah payah mencoba melepaskan cincin tersebut.

Terpopuler

Comments

Rhenii RA

Rhenii RA

Too

2024-12-13

1

Barokah 99ˢ⍣⃟ₛ

Barokah 99ˢ⍣⃟ₛ

jangan ragu luna. kamu adalah penulis berbakat. kembangkan itu

2024-08-06

0

𖤍ᴹᴿ᭄☠BanxJeki Hiatus,GC.2th

𖤍ᴹᴿ᭄☠BanxJeki Hiatus,GC.2th

Semog enggak ke arah affair kedepanya ini cerita 😊👍

2024-08-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!