Gundukan tanah kecil panjang berjajar rapih di belakang rumah, tunas-tunas kecil tertata rapih. Fen Hui menatap puas ladang kecilnya, kunyit, jahe dan lengkuas yang memiliki sedikit tunas akan ditanam kembali di ladang baru. Lalu Fen Hui menyemai bibit sayur seperti pokcoy, selada putih, dan kol. Beberapa ada biji cabe rawit hijau, gadis itu menyukai sangat menyukai makanan pedas.
"Apakah biji-biji ini akan tumbuh dengan baik ketika di tutup lapisan kain, dan disimpan dalam ruang gelap?"Fen Mei masih memperhatikan nampan berisi kain berlapis.
Dia diberikan tugas untuk membasahi kain terbawah, tidak terlalu banyak tapi tidak terlalu sedikit. Memastikan kain tetap lembab agar biji berkecambah.
"Ya, lakukan saja apa yang ku suruh pada mu."angguk Fen Hui.
"Apa yang sedang kalian lakukan?"
Fen Hua masuk kedalam dapur, menemukan kedua puterinya sedang berbincang. Dia membawa sekantong tepung, hari ini Ayah mertua sedang berulangtahun. Rumah tua akan ramai nanti malam, dia berniat akan membuat mie panjang umur sebagai hadiah. Mie dengan toping saus jamur pasti sangat lezat.
"Kami sedang membahas tentang biji tanaman Aniang."jawan Fen Mei.
Mata besarnya menatap sekantung tepung yang dibawa oleh Fen Hua, ujung bibirnya menaik keatas. Dia merasa bersemangat kali ini, Ibunya akan membuat mie panjang umur.
Dia menyumbangkan dua Fen agar Kakaknya Fen Hui, membeli tepung lebih banyak. Dengan begitu dia bisa meminta ibunya menyiapkan mie khusus untuknya besok.
"Aniang, sekarang membuat mie panjang umurnya?"
Fen Hua mengangguk, dia menduga Fen Mei akan ikut mengolah tepung menjadi mie. Gadis kecil itu langsung mencuci tangannya hingga bersih, sementara Fen Hui berlari keluar tidak mau ikut membuat mie. Ada hal yang ingin dia lakukan sekarang, berhubungan perhatian Fen Mei jatuh pada ibunya. Maka dia bisa bergerak bebas, gadis kecil itu selalu menempel padanya setiap hari.
"Dajie!"Fen Hui memanggil Fen Qian.
Gadis remaja itu tengah membawa pakaian kotor dalam keranjang bambu, dia hendak pergi ke sungai untuk mencuci baju keluarganya. Menoleh dan tersenyum lembut, adik perempuan pertamanya datang menghampiri.
"Kemana kau akan pergi?"
"Aku mau ke sungai untuk mencuci baju, mau ikut?"
Mata Fen Hui berbinar, dia mengangguk cepat. Keduanya berjalan perlahan, melewati beberapa rumah warga. Seorang nenek sedang memberi pakan pada beberapa ekor ayam betina, itik ayam secara patuh bergerak mengikuti induknya dari belakang. Melihat itu Fen Hui merasa gemas, tidak disangka Kakaknya menyapa nenek itu.
"Nenek Wan, bagaimana kabar mu hari ini?"
"Oh! Fen Qian, kabar ku baik. Aku sedang memberi pakan ayam hari ini, kau akan pergi kesungai?"
"Syukurlah, benar aku hendak pergi kesungai, melihat banyaknya itik hari ini. Sepertinya ayam-ayam mu sudah berkembang biak dengan baik."
Nenek Wan tertawa senang, dia mengatakan ada banyak telur bulan ini. Dia bisa menjual telur yang belum menetas, mendengar itu telinga Fen Hui membesar.
"Berapa sen Nenek menjual telurnya?"tanya Fen Hui.
Nenek Wan menatap Fen Hui ragu, gadis kecil dengan penampilan kumal itu terlihat ingin membeli telur padanya. Apakah dia memiliki uang?
"3 sen untuk satu telur."
"Wah, kalau begitu tolong beri aku 2 telur Nenek."
Fen Qian terkejut saat adiknya sudah mengeluarkan 6 sen dari balik saku. Nenek Wan terdegun, sejak kapan keluarga Fen memiliki uang lebih? Apa panen mereka lebih baik kemarin?
Tidak terlalu banyak berpikir Nenek Wan pergi sebentar dan kembali dengan dua butir telur ayam kampung. Memberikan kedua telur itu pada Fen Hui, sebaliknya Fen Hui memberikan 6 sen pada Nenek Wan tanpa ragu.
Nenek Wan terlihat senang."bagus...bagus...lain kali kalau mau telur datanglah pada Nenek!"
"Tentu saja, Nek."angguk Fen Hui."Dajie, aku mau pulang saja. Memberikan dua telur ini pada Aniang."
"Ya, pulang lah."
Fen Hui berbalik dan lari kecil, Fen Qian memandangi kepergian Fen Hui. Nenek Wan baru menyadari sesuatu, gadis kedua keluarga Fen kembali keluar! Dia tidak pernah melihatnya selama beberapa tahun, entah kenapa gadis itu mengurung diri dirumah.
"Dia sudah mau pergi keluar? Aku sangat senang melihat nya."Nenek Wan tersenyum sendu.
Gadis kecil yang suka berlari melewati depan rumah nya yang sepi, menatap ayam-ayam dengan gemas. Terkadang membuat nya risih setengah mati, gadis itu akan mengikuti Fen Qian pergi kesungai untuk mencuci pakaian. Atau pergi ke tanah lapang melihat anak-anak seusianya bermain dari kejauhan.
"Beberapa hari ini dia suka pergi keluar, pagi dan sore. Apa Nenek tidak melihat nya melewati rumah mu?"
Nenek Wan menggeleng,"aku sibuk dengan ladang, buru-buru menanam bibit padi agar tidak telat."
"Begitu, baiklah aku pergi dulu Nek."
"Ya, berhati-hatilah."
"Baik!"
Fen Qian berpamitan dan pergi, sementara itu Fen Hui sudah memberikan dua telur pada Ibunya. Mengamati adik dan Ibunya membuat adonan mie, alangkah bagusnya jika tepung yang di beli dihabiskan semua untuk makan malam. Aniang nya tidak mau, katanya mereka akan makan malam bersama di rumah tua.
"Aniang, berapa satu buah ubin?"
Fen Hua mendongak menatap Puteri keduanya," 5 sen,jangan berpikir untuk membelinya."
"Aku berniat menabung untuk membantu Aniang merenovasi rumah. Meskipun bukan kewajiban ku tapi membantu meringankan beban orang tua adalah hak anak."
Mendengar penuturan Fen Hui, wanita itu tidak bisa berkata-kata. Dia menghela nafas, lalu kembali membentuk adonan mie panjang umur.
"Aniang tidak melarang mu, tapi sisihkan lah untuk mu juga."setelah terdiam beberapa saat, Fen Hua baru menjawab ucapan anaknya.
Selesai membuat Mie panjang umur, dia merebusnya kedalam wajan besar berisi air mendidih. Diikuti dengan dua telur yang sudah di cuci bersih, kemudian memotong-motong jamur kancing. Dan beberapa rempah lain untuk membuat sausnya.
Fen Mei masih berkutat dengan adonan mie yang dia buat untuk dirinya sendiri, tidak dia akan membaginya pada Fen Hui.
"Apa yang sedang kau bentuk? Biar ku tebak, itu pasti seekor Cacing putih besar."Fen Hui menyentuh adonan yang telah di bentuk oleh adiknya.
Seringai jahil muncul di ujung bibirnya, Fen Mei menatap Kakak nya kesal."ini bukan Cacing!"
"Jelas-jelas ini Cacing."
"Tidak, itu bukan Cacing. Aku membuat mie dengan bentuk sama seperti Aniang membuat nya."bantah Fen Mei keras.
"Cacing..."
"Aniang, dia mengejek ku!"Fen Mei berlari memeluk kaki Fen Hua, mengadu pada Aniang nya.
Fen Hui tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Fen Mei, adiknya begitu pengadu. Untung saja Fen Hua tidak menggubris hanya mengusap kepala besar Fen Mei.
"Huaaaa.... Aniang jahat, Kakak Jahat... Bagaimana bisa kalian begitu jahat?"
Tangisan anak kecil itu meledak dalam dapur, disambut suara tawa dari Ibu dan Kakaknya. Fen Hua mengangkat tubuh Fen Mei dan menggendongnya.
"Siapa yang jahat? Kakak mu hanya bercanda jangan terlalu serius."
"Hmp...! Jahat."Fen Mei membuang muka.
"Aku jahat lalu kenapa? Kau mau upah menyiram bibit di kurangi?"
Fen Hui merasa adiknya sangat lucu, dia kembali menggoda sebelum di pukul pelan oleh Fen Hua menggunakan centong nasi.
"Aniang sakit."tangan Fen Hui mengusap pant*t nya yang terkena pukulan.
"Jangan ganggu adik mu lagi, Aniang sedang memasak. Kalau mau bermain lebih baik dihalaman."
"Ya...ya... Baiklah, ayo Mei'er kita bermain di halaman."
"Tidak mau,"
Tolakan dari adiknya membuat wajah Fen Hui memburuk, dia menahan diri dan tersenyum menyeramkan. Kalau melakukan sesuatu didepan Fen Hua sangat beresiko tinggi untuk mendapatkan pukulan lebih keras di pant*t.
"Aku akan mengajari mu berhitung, cepat turun dan susul aku."Fen Hui berjalan keluar dari dapur.
Mendengar Fen Mei akan di ajari berhitung, gadis itu meminta turun dari gendongan. Berlari kencang mengejar Kakaknya, sedangkan Fen Hua yang mendengar nya merasa bingung. Sejak kapan anaknya bisa berhitung?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Sita Sit
keluarga yg naajagia ,tanpa bapaknya
2024-10-24
0