BAB. 5

"Jangan mengumpat saya! Saya tahu apa yang ada di dalam pikiran kamu itu." Kaisar meletakkan jari telunjuknya di dahi Kayla. "Besok, suruh orang tua kamu datang ke sekolah. Saya tunggu jam delapan pagi!" imbuhnya.

"Hah?! Orang tua saya, Pak?" tanya Kayla sembari menunjuk dirinya sendiri.

Kaisar mengangguk. Lalu membungkukkan sedikit badannya, mendekatkan wajahnya ke samping wajah Kayla.

"Eh, Bapak mau ngapain?" Kayla memundurkan tubuhnya ke belakang.

"Pakai ini!" titah Kaisar memberikan jaket kulit miliknya pada Kayla. "Lain kali, jangan memperlihatkan milikmu itu pada pria lain kalau kamu tidak mau diterkam olehnya," bisik nya.

Kayla meneguk kasar ludahnya. Ia bisa merasakan hembusan nafas Kaisar dengan aroma mint juga parfum milik gurunya itu.

"T—terima kasih, Pak!" Kayla langsung berdiri dan mengambil jaket dari tangan Kaisar kemudian memakainya.

"Kamu boleh keluar sekarang. Dan ingat, jangan sampai terlambat lagi besok pagi!" Kaisar menunjuk pintu keluar.

Kayla kabur begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi.

"Gadis zaman sekarang, penampilannya sudah kelewat batas. Apa orang tuanya tidak mendidiknya sama sekali?" gumam Kaisar.

Fokus Kaisar teralihkan ketika ponsel miliknya bergetar. Ada beberapa pesan masuk yang ia terima.

[Mommy : Malam ini, Mommy mau kamu pulang. Dan nggak ada penolakan. Mommy kangen kamu Kai]

[Iya, Mom. Aku usahakan pulang tapi tidak janji bisa malam ini. Karena pekerjaanku di sini juga sedang menanti]

[Mommy : Mau sampai kapan kamu tinggal di kontrakan kecil dan sempit itu dan menolak kembali ke mansion?]

Kaisar nampak berpikir balasan apa yang akan dia kirim pada Vanessa—mommy nya.

[Sampai Mommy dan Daddy bersikap adil padaku dan Arthur!]

Kaisar mengirim pesan balasan pada Vanessa kemudian segera mematikan ponselnya. Sebelum wanita itu menelponnya tanpa henti seperti yang sudah-sudah.

"Maafkan aku, Mom. Maaf..."

•••••

Arthur sudah berada di kantor. Ia tengah bergulat dengan beberapa berkas yang menumpuk di atas meja kerjanya.

Tok, Tok!

Terdengar suara ketukan pintu yang diketuk beberapa kali dari luar. Tak lama, seorang wanita berjalan masuk dengan begitu anggunnya. Menghampiri meja Arthur.

Wanita itu mengangkat sedikit dagunya dan membusungkan dadanya ke depan. "Selamat pagi, Tuan," sapa wanita itu. Yang diketahui bernama Viona—sekertaris Arthur.

Tak mendapatkan respon sama sekali dari Arthur. Viona berdehem pelan. Kemudian menyodorkan sebuah berkas. "Saya membawakan laporan bulanan yang anda minta kemarin. Silahkan anda cek kembali. Jika anda membutuhkan bantuan lagi, saya akan dengan senang hati membantu anda."

"Hmm," jawab Arthur tanpa menatap Viona sama sekali.

Viona terlihat sangat kesal. Kedua tangannya terkepal erat. Ia menahan emosinya yang meledak-ledak.

Sudah hampir satu tahun semenjak dirinya bekerja di perusahaan milik Arthur, pria itu tidak pernah meliriknya sama sekali.

Bahkan saat sedang berduaan seperti ini, Arthur masih nampak acuh dan mengabaikannya. Apa dia kurang seksi dan cantik? Ataukah mungkin bos nya ini memiliki kelainan?

"Kenapa masih berdiri disitu? Keluarlah!" lagi-lagi Arthur bicara dengan nada dingin dan ketus padanya.

"Kopi anda kenapa belum di minum, Tuan?" ucap Viona dengan tubuh yang bergerak kesana dan kemari seperti cacing kepanasan.

Ternyata sebelum masuk ke ruangan Arthur, wanita itu sempat meminum obat perangsang dan juga memasukkan sisanya di kopi milik Arthur.

Viona berharap Arthur meminumnya. Dan nyatanya, kopi itu masih utuh.

"Apa yang terjadi denganmu, hum?" Arthur menaikkan satu alisnya, lalu kembali memalingkan wajahnya.

Melihat penampilan Viona saat ini membuat Arthur muak. Apa wanita itu pikir Arthur akan tergoda dan menubruknya? Tidak sama sekali!

"Kamu tuli atau berpura-pura tidak mendengar ku, Nona Viona?!"

"Mm... sebenarnya anu, Tuan. Saya sudah tidak tahan dan ingin—" Viona tak melanjutkan ujarannya. Ia menggigit bibirnya sendiri menahan panas tubuhnya.

Saking kesalnya, Arthur bangkit dari duduknya dan menggebrak meja. Membuat Viona tersentak kaget dan langsung diam tak berani berkutik.

"Apa kamu sengaja berusaha menggoda atasanmu dan ingin menjebaknya dengan memasukkan obat perangsang kedalam minumannya, begitu?" Arthur menatap tajam Viona. "Sepertinya kamu sudah bosan menjadi sekertaris ku, Nona Viona."

Viona menunduk, meremas jari-jarinya tangannya. Tubuhnya saat ini rasanya sudah tidak karu-karuan.

"Maafkan saya, Tuan. Saya mohon jangan pecat saya. Masih ada seseorang yang harus saya bahagiakan di dunia ini." Viona memohon dengan mata berkaca-kaca.

Sungguh memalukan sekali kepergok memasukkan obat ke dalam minuman bos nya sendiri.

"Kalau begitu enyahlah! Sebelum aku berubah pikiran dan mengusir paksa kamu!"

Viona bergegas melangkah keluar dengan raut wajah kecewa. Ia harus menuntaskan has rat nya seorang diri atau mencari pelampiasan.

Arthur meraih secangkir kopi tersebut lalu melemparnya ke lantai hingga gelasnya hancur berkeping-keping.

Semalaman ia tidak bisa tidur sama sekali, dan sekarang Viona memasukkan obat sialan itu ke dalam minumannya.

"Dia benar-benar mirip seperti ulat bulu, sangat menggelikan." Arthur bergidik ngeri membayangkan tingkah Viona tadi.

Arthur meraih gagang telepon dan menghubungi seseorang. "Bisakah kamu datang ke ruanganku sekarang? Ada yang ingin aku katakan padamu, penting!" panggilan itu langsung diakhiri begitu saja olehnya.

Dan tak lama, seorang pria masuk ke dalam ruangan Arthur tanpa mengetuk pintunya lebih dulu.

"Ada apa? Kenapa menyuruhku kemari? Kamu tidak lihat pekerjaanku sedang menumpuk?!" Erick menarik kursi dan duduk di hadapan Arthur.

"Kapan kamu membawa sekertaris itu kemari? Bukanlah aku sudah menyuruhmu untuk membawanya hari ini?" Arthur yang terpancing emosi sejak tadi, meluapkannya pada Erick. "Kamu tahu tidak, aku muak melihat Viona dan dua gunung kembarnya itu!" ucap Arthur lagi.

Erick mendengus kesal. "Kamu pikir aku ini agen rahasia? Atau detektif Conan yang bisa dengan mudah menemukan wanita seperti itu dalam waktu semalam?" geram Erick.

Arthur adalah salah satu sahabatnya yang keras kepala. Karena bagi Arthur, apa yang dia minta harus dia dapatkan sekarang juga.

"Pokoknya aku tidak mau tahu. Bawa dia kemari sekarang atau kamu aku pecat!" ancam Arthur. Membuat Erick langsung merapatkan bibirnya. Ia tak berani lagi membuka suara.

"Sial! Apes sekali nasibku punya sahabat seperti ini," umpat Erick dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!