BAB. 4

"Kamu!" pekik mereka berdua bersamaan dan saling menunjuk satu sama lain.

Sungguh, benar-benar suatu kebetulan yang di luar dugaan mereka bisa bertemu lagi seperti ini.

"Oh God! Apa salah dan dosaku? Bagaimana bisa aku bertemu dengan pria mesum seperti dirinya?!" Alice mendengus kesal. Menatap malas ke arah Arthur.

"Siapa yang kamu bilang mesum? Bukankah kamu yang malam itu mencium aku terlebih dulu? Dan dengan tidak tahu malu sekarang kamu menuduhku!" Arthur membela dirinya sendiri. Arthur tak terima dituduh mesum oleh wanita yang sama sekali tidak mengenalnya luar dan dalam.

"A—aku tidak sengaja melakukannya. Dan kamu sendiri, bukankah kamu menikmatinya?" Alice memojokkan Arthur. "Jadi di sini kita sama—"

Alice tak melanjutkan kalimatnya saat Arthur berjalan mendekatinya. Perlahan, Alice melangkah mundur ke belakang. Bermaksud untuk menghindari pria itu.

"Apa yang mau kamu lakukan?!" pekik Alice menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Jangan macam-macam atau aku akan teriak!"

Arthur tak menghiraukan ucapan Alice. Ia semakin mendekat, menahan pinggang wanita itu hingga dada mereka saling berbenturan.

"Lain kali sebelum kamu datang kemari, lebih baik mandi dulu," bisik Arthur.

"Mandi? Tentu saja aku sudah mandi." Alice mengendus gaunnya.

"Begitukah?" Arthur beralih menatap sepasang mata kecoklatan milik Alice. "Kalau sudah mandi kenapa ada kotoran mata di situ?"

"Kotoran mata? Dimana?" Alice kelabakan. Ia mendorong Arthur dan cepat-cepat mengambil cermin kecil yang selalu ia bawa dari dalam tasnya.

Sementara Arthur, memilih meninggalkan Alice yang masih sibuk berkaca lalu berjalan menuju ke mobil.

"Dasar pria mesum menyebalkan! Apa dia sedang mengerjai ku? Bahkan tidak ada apapun di mataku!" kesal Alice menjejakkan kakinya berulang kali.

"Awas saja kamu!" umpatnya.

•••••

Di dalam mobil, Arthur tengah melamun membayangkan kejadian tadi bersama Alice. Tingkah polos sekaligus aneh wanita itu membuat Arthur tak berhenti tersenyum.

"Sepertinya setelah ini kita akan lebih sering bertemu."

Arthur merogoh ponselnya kemudian salah satu orang kepercayaannya.

"Carikan aku sekertaris baru. Pastikan kalau gadis itu bermata hazel, berkulit putih dan dengan body lumayan. Tidak terlalu mon tok dan juga jangan terlalu kecil. Yang sedang-sedang saja," titahnya.

"Selama ini kamu tidak pernah pacaran, Ar. Lalu kenapa kamu memiliki kriteria calon sekertaris yang rumit seperti ini? Apa kamu berniat membuatku —"

"Kerjakan saja dan jangan banyak protes!"

Pria yang berada di seberang sana hanya mengangguk. Meski sejujurnya itu sedikit sulit.

"Oh, ya. Pastikan besok kamu menemukannya dan membawanya ke hadapanku. Kalau tidak bersiaplah untuk tidur di kolong jembatan," perintahnya tanpa mau diganggu gugat.

•••••

Seorang gadis sedang berlari mengindari derasnya air hujan yang membasahi hampir seluruh tubuhnya. Dengan tas ransel yang gadis itu gunakan untuk menutupi kepalanya.

Gadis itu menyusuri luasnya lapangan sekolah, menuju ke ruang kelas. Dimana bell masuk sudah berbunyi lima menit yang lalu.

"Aku kehujanan lagi. Mana basah, nggak bawa baju ganti juga," gumam gadis itu kesal.

Langkah gadis itu berhenti mendengar suara seseorang samar-samar memanggil namanya.

"Lima menit sepuluh detik!" ucapnya melangkah mendekat, dan kini sudah berada di hadapan gadis itu.

"P—pak Kai? Sejak kapan Bapak ada di sini?" Kayla bertanya sembari menggaruk tengkuknya. Ia gugup.

Kayla sampai menelan ludahnya dengan susah payah jika sudah berhadapan dengan guru killer yang terkenal dingin dan tidak bisa diajak kompromi ini.

"Ikut keruangan saya, Kayla!"

Kaisar berbalik kemudian melangkah lebih dulu menuju ruangannya.

"Tunggu, Pak. Saya terlambat karena jalanan macet. Ditambah lagi hujan deras beberapa hari ini menyebabkan banjir dimana-mana. Jadi—"

"Jadi?" Kaisar menghentikan langkahnya. "Kamu menyalahkan hujan dan banjir karena kamu terlambat, begitu?" setiap kalimat yang Kaisar ucapkan membuat bulu kuduk Kayla merinding.

"Saya serius, Pak!" Kayla mengangkat tangannya menunjuk huruf v.

"Saya tidak suka murid pembangkang. Kamu terlambat, jadi kamu harus di hukum. Atau, kamu mau saya menghubungi keluarga kamu dan memberitahunya kalau kamu membuat masalah lagi?" ancamnya.

Kayla membelalak. Ia menggeleng cepat. Jika Alice tahu kalau ia membuat masalah lagi hanya karena terlambat datang ke sekolah, Alice bisa menghukumnya lebih parah dari hukuman Kaisar.

Sedangkan bagi seorang Kaisar, disiplin itu sangat penting. Bahkan Kaisar tidak peduli banyak siswa dan siswi yang tidak menyukainya karena sikapnya. Yang tidak punya rasa tolerir sama sekali.

Kayla mendengus kesal. Ia terpaksa mengikuti langkah kaki Kaisar yang membawanya menuju ke ruangan pribadinya.

"Duduk! Apa kamu mau berdiri saja di depan pintu?"

"Nggak, Pak. Makasih. Saya masih kuat berdiri dengan kedua kaki saya!" tolak Kayla.

Ini adalah kesekian kalinya Kayla berada di ruangan milik Kaisar.

"Saya bilang duduk ya duduk!" ucapnya tegas seraya berdiri dan bersandar di tepian meja. Menatap lurus ke arah Kayla.

"Iya, Pak, iya! Maksa banget sih!" Kayla terpaksa duduk di kursi yang ada di depan Kaisar tanpa berani menatap gurunya itu.

Sementara Kaisar, memijit pangkal hidungnya yang mulai berdenyut nyeri. Selain Kayla, tidak ada murid lain yang berani menginjakkan kaki di sini.

"Kamu tahu apa kesalahanmu?" tanya Kaisar dan Kayla pun mengangguk. "Ini sudah ke tiga puluh kalinya kamu terlambat masuk selama berada di kelas dua belas. Mau jadi apa kamu?"

Kayla memutar bola mata dengan malas. Belum juga lima puluh kali. Pikirnya.

"Kayla, saya sedang bicara. Lihat saya!"

"Iya, Pak. Saya tahu saya salah. Tapi saya sudah memberitahu alasan kenapa salah terlambat. Kenapa Bapak nggak ngerti-ngerti juga, sih? Saya harus menjelaskan seperti apa supaya Bapak paham?!" kesal Kayla terpaksa menjawab ucapan Kaisar.

Bukannya mendengarkan apa yang Kayla katakan, fokus Kaisar malah tertuju pada Kayla yang basah kuyup. Apalagi, seragam yang gadis itu kenakan sedikit ketat, memperlihatkan bagian dalam lekuk tubuhnya.

Kaisar memalingkan wajahnya.

"Saya sudah memperingatkan kamu untuk memakai seragam yang benar dan sesuai standar sekolah, bukan? Lalu kenapa masih saja memakai pakaian kurang bahan? Kamu mau sekolah apa mau jadi model, hah?!" Kaisar melipat kedua tangan di dada sambil terus menunggu jawaban dari Kayla.

"Cita-cita saya sejak kecil memang ingin menjadi model terkenal, Pak. Tapi malah modal madil, hehe..." Kayla nyengir.

Kaisar melotot tajam. Apa gadis yang ada di depannya ini sedang berusaha memancingnya emosinya?

"Saya butuh alasan kamu, bukan cita-cita kamu!"

Kayla melipat bibirnya. Entah alasan apalagi yang harus Kayla berikan supaya Kaisar percaya padanya.

"Pak Kai benar-benar galak dan nggak punya hati. Udah tau aku kedinginan malah marah-marah melulu. Bisa-bisa aku terkena serangan jantung mendadak kalau gini," gumamnya sembari mengumpat guru killer itu.

Terpopuler

Comments

jaran goyang

jaran goyang

кєвιαѕααη χ нρυѕ" z... ¢ят zσуα ρυη gк α∂α ʝg.... ∂кт нρѕ z...мяρт αq ηι кк

2024-06-21

1

jaran goyang

jaran goyang

кσк ρʝg χ кк мєу... кмяη вαв вяρ кк нρυѕ ѕємυα....

2024-06-21

3

Yessi Kalila

Yessi Kalila

siapa kaisar dan Laila?

2024-06-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!