"Duduk!" Grey meminta Kaisar untuk duduk kembali di kursinya. Pria itu menatap putranya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Kaisar kembali di posisi duduknya. Meski sejujurnya Kaisar muak harus berada di antara mereka berdua. Mereka tidak tahu alasan Kaisar selama ini menolak tinggal di mansion utama.
Semua karena Arthur.
Vanessa menghela nafas kemudian menghampiri Grey. "Aku tidak apa-apa. Biarkan putra kita kembali ke kamarnya. Mungkin dia lelah dan butuh istirahat," ucap Vanessa berusaha untuk tetap tersenyum dan menganggap kalau terjadi apapun baru saja.
"Jangan pernah membela anak pembangkang dan tidak tahu aturan ini, sayang!" Grey tahu, selama ini apa yang putranya rasakan. Hanya saja Grey menutup mata. Kaisar sendiri yang menolak untuk diperhatikan olehnya.
Sikap Kaisar yang lebih dewasa dari Arthur membuat Grey percaya pada putranya itu, kalau dia bisa melakukan semua tanpa bantuan kedua orangtuanya.
"Kalau kalian memintaku pulang hanya untuk berceramah, maaf, lebih baik aku pergi. Aku tidak punya waktu untuk mendengarnya." Kaisar memalingkan wajahnya dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.
Kaisar mencoba menahan emosi karena ia tahu kemana arah pembicaraan ini akan tertuju nantinya.
"Seharusnya, kamu tahu posisi Arthur. Dia kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil. Sementara kamu, masih memiliki kami." ucapan Grey terdengar begitu lembut, berharap kalau Kaisar mengerti keadaannya.
Namun, dugaan Grey salah. Kaisar tetaplah Kaisar, putranya yang keras kepala.
Sama seperti dirinya.
"Aku sudah memahaminya sejak kecil, Dad! Mau sampai kapan anak manja itu merebut perhatian kalian?!" pekik Kaisar. "Kalian mengacuhkan aku demi Arthur, aku masih bisa memaklumi. Tapi, jika masakan kesukaanku saja mommy melupakannya, aku merasa..."
"Lalu maumu apa, hah?!" emosi yang Grey tahan sejak tadi akhirnya meledak. Pria itu bangkit dari tempat duduknya dengan kilatan kemarahan di matanya.
"Cukup Dad, Kai!" teriak Vanessa. "Mommy mohon jangan lanjutkan perdebatan kalian!" Vanessa mengusap dadanya yang tiba-tiba sesak.
Inilah yang terjadi jika mereka dipertemukan di dalam satu ruangan, pertengkaran yang awalnya kecil, kini melebar kemana-mana.
"Sejak kecil kamu yang menolak untuk Daddy manja. Jadi kami pikir kamu memang sudah sangat dewasa dan bisa diandalkan. Bukan malah membentak mommy mu hanya untuk sebuah kesalahan yang tidak ada apa-apanya!" jelas Grey panjang lebar.
Mendengar ucapan pria itu, Kaisar terkekeh. Kesalahan yang tidak ada apa-apanya dia bilang? Justru menurutnya, ibunya melupakan hal yang menurutnya sepele.
"Jika kalian sudah selesai bicara, aku akan pergi ke kamar. Aku butuh istirahat hari ini karena pekerjaanku yang menumpuk. Aku sangat lelah," sahut Kaisar, beranjak dari tempatnya.
Vanessa ingin mengejar sang putra, namun ditahan oleh Grey. "Biarkan saja. Dia butuh waktu sendiri."
Vanessa menunggu dan menuruti ucapan suaminya. Mungkin memang benar Kaisar sedang lelah dan butuh istirahat.
___________
Melangkah menaiki anak tangga, Kaisar dikejutkan dengan sosok Arthur yang berdiri di ruang utama. Menatap Kaisar dengan sendu.
Kaisar tak menghiraukan Arthur hingga tiba-tiba langkahnya terhenti mendengar Arthur memanggil namnya.
"K—kai, bisakah kita bicara sebentar?" hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Arthur. Posisi Arthur saat ini menjadi serba salah. Hampir semua yang mereka bertiga perdebatkan, Arthur mendengar semuanya.
"Aku sedang malas. Kita bicara besok pagi saja!" ketus Kaisar, lalu melewati Arthur begitu saja.
Arthur menarik lengan Kaisar, mencoba menahannya. Namun, ditepis begitu saja oleh sepupunya itu.
Arthur menghela nafas dan memilih melepaskan Kaisar.
Sementara, apa terjadi diantara keduanya, tak luput dari perhatian Vanessa dan Grey.
"Sebenarnya, apa yang terjadi di rumah ini..." Vanessa terduduk lemas. Hatinya sakit melihat kedua putranya saling menatap penuh kebencian.
"Tenanglah. Semua akan baik-baik saja." Grey mengusap punggung Vanessa naik turun lalu mengecup keningnya. "Tidak perlu memikirkannya. Mereka sudah dewasa. Sebentar lagi juga akur. Percayalah padaku."
Vanessa mengangguk. "Tapi, Dad..."
"Lebih baik kita ke kamar." Grey memapah istrinya.
Baru saja akan melangkah, pria itu merasakan kehadiran seseorang berjalan mengendap-endap seperti pencuri.
Melewati dapur dan menuju ke lantai atas.
"Ada apa, Grey?"
"Tunggu di sini sebentar. Aku melihat seekor tikus nakal yang sepertinya akan mencuri."
"Tikus?" Vanessa mengernyit. "Sejak kapan di rumah ini ada tikus?" gumamnya.
Grey mengambil tongkat base ball yang selalu dia sembunyikan di balik pintu. Kemudian menarik ujung kerah baju seseorang itu.
"Mau kemana tikus kecil?" suara bariton Grey mengagetkannya.
"D—dad?!" pekik Kenan menelan susah payah saliva nya.
____________
Di sisi lain, Alice tengah berdebat dengan pemilik kontrakan.
Kesal, tentu saja.
Karena pemilik kontrakan itu sama sekali tidak memberikan Alice jeda waktu agar Alice bisa mengemasi barang-barangnya.
"Aku tidak mau tahu, hari ini kamu harus membayar uang sewa yang sudah lama menunggak. Kalau tidak, kamar ini akan aku berikan pada penyewa lain," ucap pria paruh baya bertubuh gendut itu.
"Bisakah anda memberikan saya keringanan untuk membayar? Akhir bulan saya baru mendapat gaji," pinta Alice memasang raut wajah memelas dan suara di yang dibuat-buat agar pemilik kontrakan iba padanya.
"Cih! Kamu mengunakan alasan yang sama lagi untuk menipuku, Nona! Bulan kemarin juga kamu mengatakan hal ini, bukan? Lalu sekarang mana buktinya? Kamu saja masih menganggur," ketusnya.
Alice berdecak kesal. Alice menjadi miskin seperti ini semenjak berpacaran dengan Zack. Alice selalu memberikan apa yang pria itu inginkan dengan alasan keluarganya sakit keras.
Kekasih mana yang menolak untuk memberikan bantuan jika? Justru rasa kasihan Alice pada Zack semakin besar.
Tetapi, siapa yang menyangka kalau apa yang Alice lakukan di balas pengkhianatan oleh pria itu. Zack berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
"Menyebalkan!" gumam Alice.
"Apa kamu bilang? Aku menyebalkan?!" pekik pria itu, tanpa sengaja mendengar umpatan yang keluar dari bibir Alice.
Alice menggeleng cepat. "Bukan anda yang menyebalkan, tetapi teman saya. Ya, teman saya." Alice mencoba mengelak.
Alice menjatuhkan harga dirinya dengan berlutut di hadapan pria itu. "Saya mohon, Tuan, berikan saya kesempatan."
Pria itu mendorong Alice hingga Alice jatuh tersungkur ke tanah. "Buang saja air mata palsu mu itu, Nona. Karena aku sama sekali tidak akan tertipu."
Setelah mengatakan itu, pria tersebut pergi. Meninggalkan Alice seorang diri tanpa mau membantunya.
"Aku benar-benar membencimu, Zack! Sangat membencimu! Argh..." Alice mengacak-acak rambutnya frustasi. Karena Zack, dia menjadi wanita miskin dan tidak punya apapun sekarang.
"Ternyata cinta tidak selamanya indah seperti yang mereka katakan." Alice menangis dalam hati meratapi nasibnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
+62 88
al sepeltinya pernah baca karya sama persis seperti ini
2024-06-25
2
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
2024-06-25
1
jaran goyang
мαѕιк ιgт... ∂тιк" вякυт ηу уg ∂ι нρυѕ... вя αq gк тαυ🤣🤣🤣
2024-06-25
1