BAB. 19

Di dalam sebuah kamar hotel, di atas ranjang berukurang king size. Terdengar suara desa han yang keluar dari bibir seorang pria.

Keringat mengalir deras, membasahi tubuhnya. Udara di sekitarnya terasa panas, sepanas api gairah yang membakarnya saat ini.

"Cukup Sheila! Hentikan, aku susah tidak tahan lagi!" pekik Erick.

"Lalu,kenapa kamu memintaku untuk berhenti padahal aku bahkan baru memulainya, Erick." Sheila kembali menggerakkan kepalanya maju mundur dengan perlahan. Membuat Erick tak bisa lagi menahan ledakan yang sebentar lagi keluar.

Akal bulus Sheila yang mengatakan kalau mantan kekasihnya datang dan dirinya sedang dalam bahaya, itu hanya kebohongannya semata.

Nyatanya, Sheila tengah terpengaruh alkohol karena jebakan dari sahabatnya, yang berniat menjualnya para pria hidung be lang. Sebelum akhirnya, wanita itu berhasil kabur dan mengadu pada Erick.

"Brengsek! Ini sudah cukup, kamu membuatku tidak bisa menahannya lagi!" Erick menekan kepala Sheila semakin dalam.

"Kamu tidak boleh menikmatinya sendirian, sayang." Sheila beranjak melepaskan gaun yang menempel diatas tubuhnya lalu naik ke atas Erick. Memposisikan dirinya.

"Sial! Aku tidak akan membiarkan wanita ini melakukannya lagi," batin Erick seraya mendorong tubuh Sheila menjauh.

Cukup satu kali Erick pernah melakukan kesalahan, hampir bercinta dengan wanita seperti Sheila. Erick tidak akan tertipu untuk kedua kalinya.

"Ada apa? Kenapa kamu mendorongku?" tanya Sheila dengan wajah kecewa. Bukankah dia sudah hampir berhasil membuat Erick menginginkannya, kenapa sekarang pria itu berubah pikiran.

"Aku harus pergi," jawab Erick.

Pria itu turun dari atas tempat tidur dan memakai kembali pakaiannya.

"Apa? Pergi?" pekik Sheila. "Kita bahkan belum melakukan apapun, Erick! Kamu menginginkan aku dan aku juga menginginkanmu. Kita saling membutuhkan!"

"Kamu pikir aku peduli?" Erick menahan mati-matian hasratnya yang sudah berada di puncak.

Semua itu Erick lakukan demi janjinya pada ibunya, yang meminta Erick untuk berubah menjadi pria baik dan berhenti bermain dengan banyak wanita.

Kalau tidak, Erick akan dicoret sebagai satu-satunya pewaris tunggal keluarganya.

Ancaman itu membuat Erick tak bisa berkutik. Tapi, apa boleh buat. Erick begitu menyayangi ibunya, ia juga tidak bisa hidup miskin dan berhenti berfoya-foya.

Jadi, Erick memilih menurut daripada di cap sebagai anak durhaka.

"Kumohon, ini yang terakhir. Aku janji akan pergi meninggalkan kamu setelah kamu puas," ujar wanita itu dengan nada dibuat-buat. Tangannya kembali mengusap senjata Erick yang sudah terbungkus rapi.

"Sialan!" Erick kembali tergoda. Sheila memang selalu membuatnya puas di atas ranjang. Tak jarang Erick selalu mendatangi wanita itu, lagi dan lagi.

Meski selama ini Erick tidak pernah melakukan yang lebih dari sentuhan fisik.

Erick menghempaskan tubuh Sheila ke atas tempat tidur. Melepaskan pakaiannya dan merangkak naik, menggagahinya.

Yang terjadi selanjutnya, mereka menghabiskan pagi panas bersama. Tembok pertahanan Erick runtuh, Erick melanggar janjinya sendiri.

"Pelan-pelan, Erick!"

"Berhenti berteriak, seolah kamu ini masih perawan! Siapa saja yang sudah memakai mu, hum?"

Sheila membelalak. "Apa yang kamu katakan. Tentu saja kamu yang pertama," jawabnya gugup. "Aku sangat mencintaimu, jangan lupakan itu Erick."

Sheila merasa tak terima dengan ucapan Erick yang menganggap dirinya murahan, meski memang Erick bukanlah yang pertama untuknya. Ia terpaksa berbohong agar Erick tetap berada di sisinya.

"Kamu pikir aku bodoh! Kamu jangan lupa, sudah banyak wanita yang aku kencani dan mereka semua sudah tidak tersegel!" Erick bergerak semakin cepat. Tanpa ada kelembutan.

Yang Erick inginkan hanyalah mencari kepuasan untuk menuntaskan has rat nya. Bukan kenikmatan seperti sepasang kekasih yang saling mencinta.

"Katakan, dengan siapa kamu melakukannya!" desak Erick.

Sheila terdiam. Mengelak sekalipun itu tidak ada gunanya. "Aku... aku melakukannya dengan mantan kekasihku, puas?!"

"Menjijikan!" Erick pikir, wanita yang ada dibawah tubuhnya ini adalah tempat terakhir untuk melabuhkan hatinya.

Namun, lagi-lagi Erick dikhianati.

Erick mengakhiri permainannya tanpa ada penyelesaian. "Aku selesai!"

"Erick, aku masih belum puas," ucapnya, mengusap rahang Erick.

"Jangan berani menyentuhku!"

Tangan Sheila terkepal erat. "Maafkan aku... aku tidak bermaksud membohongimu, sungguh... "

"Aku tidak mau mendengar penjelasan apapun darimu." Erick memungut pakaiannya yang tercecer di lantai. "Mulai detik ini, jangan pernah menghubungiku lagi. Karena aku akan segera menikah!" imbuhnya, melangkah masuk ke kamar mandi.

"Apa! Menikah?!" Sheila memekik tak percaya. Bagaimana bisa pria playboy seperti Erick akan menikah. Bahkan selama ini Erick adalah pria yang sulit sekali untuk jatuh cinta.

"Bohong! Kamu pasti bohong agar aku berhenti mengejar kamu, kan?"

Erick menoleh sekilas. "Itu kenyataannya. Aku akan segera menikah!" lalu beranjak pergi dari sana.

"Tidak Erick! Kamu milikku dan aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja! Argh... " Sheila mengusap wajah frustasi.

*****

Ponsel Erick bergetar, Arthur— sahabatnya itu menghubunginya.

"Masih hidup? Apa tante-tante itu berhasil memuaskan kamu, hum?" sindir Arthur.

Erick berdecak kesal. Jangankan memuaskan, Erick justru berhenti di tengah jalan karena muak. Ia melepaskannya di dalam kamar mandi seorang diri.

"Tidak ada tante seperti yang kamu katakan," sahut Erick. "Kamu sendiri bagaimana? Puas bermain bersama Alice?" Erick tersenyum, balik menyindir Arthur.

Erick bisa menebak kalau semalam Arthur pasti sudah menghabiskan malam panjang bersama Alice. Apalagi, Alice adalah satu-satunya wanita yang berhasil menarik perhatian pria dingin anti wanita itu.

"Hentikan omong kosong mu itu dan bawa kemari kopernya. Wanitaku sedang mandi, dia menolak gaun yang aku beli!"

"Haha, sudah aku tebak. Kalian melakukannya." tawa Erick pecah, akhirnya Arthur berhasil melepas keperjakaannya.

"Sepertinya otakmu perlu di cuci. Cepatlah datang."

"Ya, ya baiklah. Aku harus mampir dulu ke suatu tempat, mungkin saja jam makan siang baru datang," balas Erick, sengaja agar mereka bisa menghabiskan waktu berdua.

"Ada meeting penting. Jadi, jangan terlalu lama dan—" belum selesai Arthur bicara, Erick sudah lebih dulu memutuskan sambungannya.

"Kebiasaan!" geram Arthur melempar ponselnya ke atas tempat tidur.

Di dalam kamar mandi, Alice sudah mulai kedinginan Wanita itu tidak berani keluar. Ditambah lagi, bagian leher dan juga dadanya tertinggal bekas merah keunguan entah karena ulah siapa.

Alice menyesal karena semalam dia tidur dengan sangat lelap. Andai saja Alice tetap terjaga mungkin saja ini semua tidak akan pernah terjadi.

"Aku harus menanyakan ini pada Arthur. Ya, dia pasti tahu sesuatu." Alice menyambar handuk dan melilitkan di tubuhnya.

Please sampai sini jangan nabung bab ya kak.

Ku menangis nih jika gagal lolos bab terbaik lagi...

Terpopuler

Comments

Lembayung Senja

Lembayung Senja

lanjut

2024-06-28

1

L K

L K

gk thor tenang ja

2024-06-28

1

Eva Karmita

Eva Karmita

jangankan nabung bab ini aja selalu berasa kurang 😩😩😩

2024-06-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!