“Jangan tertawa, sayang. Anak kamu yang satu ini benar-benar unik. Kelihatannya saja sudah dewasa tapi sifatnya masih seperti bocah!” celetuk Grey.
Arthur menatap tajam Grey kemudian beralih pada Vanessa.
“Maafkan aku, Mom. Tadi di kantor ada sedikit masalah. Jadi aku pulang terlambat,” ucap Arthur.
Vanesa mengusap rambut Arthur penuh kelembutan. “Mommy tahu, kamu sangat sibuk. Sekarang istirahatlah. Kamu pasti lelah, kan?”
Arthur mengangguk.
“Daddy mau, mulai malam ini dan seterusnya kamu tidur sendiri dan jangan bergantung lagi pada mommy kamu!” sahut Grey.
Arthur menundukkan wajahnya. Nampak berpikir, bagaimana caranya ia bisa tidur tanpa ada Vanessa di sampingnya.
Menyebalkan sekali bukan, kebiasaan buruknya sejak kecil ini. Benar-benar menyusahkan dirinya sendiri.
Sejujurnya Grey tidak tega mengatakan itu pada Arthur. Tapi, mau tidak mau Grey harus melakukannya.
Ditambah usia Arthur yang memang sudah cukup matang untuk menikah.
“Mom, bantu aku bicara padanya.”
Wanita itu menghela nafas seraya menepuk pundak Arthur. “Untuk kali ini Mommy tidak bisa membantumu. Mommy berdoa semoga kamu segera menemukan calon istri yang bisa mengurus mu.” Vanessa menyusul Grey ke kamarnya.
“Mencari istri? Menikah? Berpacaran saja aku belum pernah!” Arthur mengusap wajahnya frustasi.
Hingga terlintas di dalam pikiran Arthur wajah seorang wanita yang beberapa saat lalu ia temui di hotel.
“Gadis bar-bar itu boleh juga,” gumamnya sembari membayangkan wajah Alice.
•••••
Keesokan harinya...
“Pagi, Mom,” sapa Arthur berjalan menuruni anak tangga menuju meja makan. Menghampiri kedua orangtuanya yang sudah menunggunya.
“Pagi, sayang,” sahut Vanessa.
Arthur mencium pipi kanan kiri wanita paruh baya itu bergantian. Lalu mengambil posisi duduk di sampingnya.
Vanessa terkejut melihat lingkaran hitam di bawah mata Arthur. “Sayang, kamu baik-baik saja 'kan? Apa semalam kamu tidur nyenyak?” tanya Vanessa khawatir.
“Ya, Mom. Aku tidur dengan sangat nyenyak,” jawabnya. Kemudian menyandarkan kepalanya di pundak Vanessa.
“Bukankah hari ini kamu mau ke makam kedua orang tua mu?” Grey mengalihkan pembicaraan supaya Arthur menjauh dari istrinya. “Titip salam untuk mereka. Daddy tidak bisa datang. Ada meeting penting hari ini.”
“Iya, Dad. Aku tahu kalian sedang sibuk hari hari dan tidak bisa menemaniku,” ucap Arthur.
Setiap satu tahun sekali, Arthur akan pergi ke makam mendiang kedua orangtuanya untuk sekedar melepaskan rindu pada mereka.
Tidak ada yang menemaninya. Bahkan selama ini Arthur selalu pergi sendiri. Miris sekali.
Arthur sadar diri kalau ia hanyalah keponakan Vanessa dan Grey. Bukan darah daging mereka yang harus selalu di utamakan.
“Maafkan kami,” ucap Vanessa dan Grey bersamaan. Mereka merasa tidak enak hati.
Bukannya tidak mau menemani. Kebetulan mereka memang sedang sibuk dengan urusan masing-masing hari ini.
•••••
“Mom, Dad. Aku datang.” Arthur berlutut dan meletakkan karangan bunga di kedua gundukan tanah yang sudah di tumbuhi rerumputan hijau itu.
“Maaf, karena aku baru datang dan mengunjungi kalian lagi hari ini.” bibir Arthur bergetar menahan sesak di dadanya. Air mata yang sejak tadi pria itu tahan akhirnya pecah.
Setiap datang kemari, Arthur selalu mengeluarkan isi hatinya. Entah kenapa, ia selalu merasa lega sekan tidak ada lagi beban yang mengganjal di hatinya.
Kedua orang tua Arthur meninggal saat Arthur berusia lima tahun. Sejak saat itu, Vanessa dan Grey memutuskan untuk mengurus Arthur hingga pria itu tumbuh dewasa seperti sekarang.
Tak jauh dari tempat Arthur berada. Terlihat seorang wanita dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, terus memperhatikan apa yang Arthur lakukan.
“Astaga, siapa pria yang sedang menangis seperti bocah lima tahun di depan makam itu? Benar-benar menggelikan,” cibir Alice.
“Atau jangan-jangan dia ketempelan penghuni yang berada di sini?” gumamnya dengan bergidik ngeri dan mengusap tengkuk lehernya sendiri.
Alice memutuskan untuk menghampiri pria itu. Takut jika terjadi sesuatu padanya. Apalagi, tidak ada siapapun selain mereka berdua.
“Hei, apa kamu baik-baik saja?” Alice menusuk-nusuk pundak Arthur dengan jari telunjuknya. “Sebaiknya kamu pulang sekarang. Terlalu lama berada di sini tanpa memakai jaket bisa membuatmu sakit. Sebentar lagi akan turun hujan.”
Arthur tak bergeming. Sementara Alice, mulai kesal karena di acuhkan oleh pria itu.
“Apa kamu tuli? Aku sedang mengajakmu bicara, Tuan!” pekik Alice.
Mendengar suara berisik wanita itu, membuat Arthur geram. Arthur bangkit dan buru-buru menghapus air matanya.
“Singkirkan tanganmu itu dan jangan pernah berani menyentuhku,” sentak Arthur dengan sedikit kasar.
Arthur menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan. Kemudian, ia berbalik, hendak menegur wanita itu.
Deg.
Kedua mata mereka saling bertatapan. Merasa pernah bertemu sebelum ini. Suasana canggung pun terasa menyelimuti.
“Kamu?!” pekik mereka berdua bersamaan dengan menunjuk satu sama lain.
Bonus Visual : Jika kurang Sreg bisa bayangkan sesuai imaginasi kalian masing-masing ya...
Visual Arthur
Visual Alice
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Fi Fin
pas thor visualnya
2025-01-08
2
Ririn Nursisminingsih
cocok thor
2024-12-09
1
Wiyanti Yanti
aku suka kak ganteng dan cantik, pas pokoknya
2024-09-08
1