TULANG BAJA OTOT BESI

TULANG BAJA OTOT BESI

Malang Melintang

Bagi seseorang yang memiliki hobi bermain game. Memendam diri dalam kamar menghadap laptop maupun handphone bukanlah hal yang mengerikan. Ada sebuah kesenangan disana, dan kamu mempertahankannya. Apalagi ketika kamu harus bertanding dengan berbagai pemain hebat diseluruh dunia.

Tapi, bayangkan saja, jika itu terus berputar selama bertahun tahun. Tetap monoton seperti itu setiap harinya. Pasti akan tiba masanya kamu mulai menjadi jenuh. Leon juga mengalami hal yang sama. Bangun, kerja, makan, main game, tidur, bangun lagi.

12 tahun hidup seperti itu, membuat dia sampai pada titik kebosanan ini. Sudah saatnya bagi dia mencari lembaran baru dalam hidup. Pernah terlintas untuk menjadi seorang pahlawan. Ketika bumi mulai hancur dia ada disana untuk menopang kehidupan. Angan angan itu terus terniang dibenak dikala nonton berbagai anime ataupun film heroik, namun dia tahu pasti itu semua hanya mimpi. Memendam harapan yang mungkin tidak akan terwujud.

Tapi, angan angan itu segera menjadi nyata!

26 Agustus 2019

"Kringg kringgg kringg..." sebuah HP berdering.

"Haa... yuhuuu" Leon menjawab sebuah panggilan telepon.

"Wak, aku tunggu dirumah yee!" kata pradit.

"Jam 8 malam kan?" tanya Leon.

"Aok... kita kumpul dulu dirumahku, kemas pancing." jawab Pradit.

"Aoklah, aku pinjam 2 buah pancing punyamu ya. Kail, benang, dan timah ada aku, nanti pasang bentar disana." pungkas Leon sedikit memelas.

"Kau datang lebih awal Jak, jam 8 berangkat kita." kata Pradit.

"Sip wak." jawab Leon dengan tegas.

Bagian dari mendapatkan sebuah lembaran hidup baru. Leon memulai sebuah hobi, mancing udang.

Ini bukan yang pertama kali. Semenjak 3 bulan yang lalu. Sudah belasan kali mereka pergi memancing. Memanfaatkan waktu luang, terutama hari sabtu dan minggu. Mujurnya, tepat pada hari ini. Hujan sudah tidak turun selama 2 minggu. Hari yang tepat untuk bakar bakar lahan, hari yang tepat juga untuk memancing udang.

Sebelum memancing, ada beberapa hal penting yang memang harus disiapkan. Persiapan memancing seperti kail, umpan, timah, mata pancing, dll. Tidak kalah penting persiapan pribadi, karena kami pasti bermalam disungai untuk mengejar subuh. Mengingat subuh merupakan waktu yang tepat bagi udang berkeliaran dipinggiran sungai. Bila sudah lengkap, semua itu dikemas dalam satu ransel penuh.

Leon mulai meraih Handphone dan menghubungi Pradit.

"Otw wak." Leon mengirim chat melalui WA ke Pradit.

Tanpa repot menunggu balasan, Leon memacu motor menuju rumah pradit.

:::::::::: 20 menit kemudian ::::::::::

"Yoklah... Ndak tekejar pelampung nanti." tegas Leon.

"Ketemu Maman dengan Muttaqin d simpang jalan wak." jawab Pradit.

"Aok." Leon membalas.

Jam operasi pelampung berakhir tengah malam. Lebih tepatnya pukul 23.00 WIB. Bisa lebih cepat tapi tidak akan lebih dari itu. Sudah menjadi wajar kalau kami harus tiba paling tidak satu jam lebih awal.

Apa yang menjadi hambatan kami bukan jam operasi. Melainkan medan dijalan dan jarak. Makanya keberangkatan kami harus dipatok pukul 20.00 WIB, tanpa kompromi. Tidak heran kami mengalami kelelahan sebelum mulai memancing.

Setibanya di lokasi, sudah saatnya ketemu dengan abang pemilik sampan. Abang Harun pemilik penyewaan sudah kami hubungi jauh hari. Keterbatasan jumlah sampan dan robin memaksa kami harus booking lebih awal. Jika datang baru melakukan pemesanan. Ada resiko kami tidak akan memiliki sampan. Bagaimanapun juga, di Teluk Pak Kedai tidak pernah sepi akan pemancing.

"Ini sampan 3 dan Robin 1." Bang Harun menunjuk ke arah tepi sungai.

"Ok bang...robin ada minyak bang?" tanya Jamal.

"Sudah penuh." Jawab bang Harun.

"Ok bang... kami lanjut dulu." tegas Jamal.

pradit, Leon, Muttaqin, Maman menatap bang Harun. "Lanjut dulu bang."

"Iya." jawab bang Harun.

tok tok tok tok

swashh swusshh swasshhh

Suara terjangan robin dan sampan yang melintas disungai disertai bunyi mesin robin. Menimbulkan irama unik memecah keheningan malam. Satu jam sudah berlalu dimana kami harus melintas sungai menuju ke hulu. Setelah tiba, tinggal menetapkan aturan main.

Aturan mainnya cukup sederhana, menyisir tepian sungai dihulu kemudian berdayung menuju ke hilir. Rencananya, aku, Maman, dan Mutaqin bersampan sendiri. Sedangkan bang Jamal dan Pradit berada dalam satu Robin.

:::::::::: Hulu Sungai ::::::::::

"Kita mancing di tepi saja, airnya hangat." Jamal membuka sebuah pembicaraan.

Semua menjawab. "Beres boss."

Leon melirik ke arah Mutaqin dan Maman. "Mau kemana kalian tu?".

"Aku di tepi pohon sana!" jawab Mutaqin.

"Aku mau keperangkap Lok!" tegas Maman.

"Aoklah." balas Leon tanda mengerti.

"Usah jauh jauh... ketangkap buaya ko nanti!" kata Maman.

"Aok...buaya betina tu! susah jadi orang ganteng, lol" jawab Leon sambil tertawa.

"Setan! ingat...jangan sampai terantuk lagi!" tegas Maman.

"Nuan tenang... wkkwkwkw" jawab Leon sambil tertawa lagi.

Kami sudah berada pada posisi masing masing. Bagaimanapun juga ini bukan yang pertama kali. Berdasarkan pengalaman, dimana kami sering mendapatkan udang galah. Disitu biasanya kami berlabuh. Masing masing orang pasti berbeda, karena itu kami terpisah cukup jauh dalam jarak tertentu.

Waktu sudah mendekati pukul 03.00 WIB. Tapi udang belum juga terpancing. Setiap menit yang berlalu membuat mata semakin berat. Namun tidak akan ada kata menyerah sebelum mendapatkan udang.

Berbekal senter dikepala Leon mulai melirik disekitar. Berusaha mencari posisi yang lebih baik. Tidak tahu benar atau tidak. Hatinya mengatakan, itu tempat dimana dia akan menemukan apa yang dia cari. Dayung pun dikayuh, tambang dilabuh, tali ditambatkan, pancing segera ditebar.

Duduk bersila disampan, dengan santai Leon menunggu umpan pancing disambar. Tanpa mengurangi rasa hormat, tangan dirapatkan, mantra dikumandangkan.

Mambang Air!

Mambang Sampan!

Mambang Kayu!

Mambang Malam!

Mambang Nyamuk!

Leon terhenti untuk sesaat. Hidungnya mencium sesuatu yang tidak biasa. Namun, tetap saja dia terus melanjutkan.

Mambang Asap!

Mambang Ranting!

Mambang Daun!

Mambang dari segala mambang!

Berkumpulah!

Ulalala lalala HUUU, hihihi lala puhhh!

suee suee sueelah kau! nyangkut dipancing aku! nyangkut lah kau budak tengik! bocil dekil!

ulalala ulaaa huu... wahuhuu yuhuu... cuiihh!

Malam semakin kelam. Hanya ditemani suara serangga dihutan. Namun pancing tetap diam tanpa ada goyangan. Dengan tangan bersilang didada Leon terlihat mulai bosan. Malam ini tidak seperti biasanya. Satu sentakanpun tidak ada. Tanpa disadari, Leon akhirnya mengalah dari kantuk. Masih dalam posisi duduk Leon terlarut dalam dunia mimpi.

Splash!

Gelombang air yang menerpa sampan Leon telah membangunkannya dari mimpi. Dibangunkan secara tiba tiba membuat Leon sedikit linglung. Dia belum sepenuhnya sadar akan situasi, tapi dia bisa merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi.

Kabut tebal telah menyelimuti dirinya. Jarak pandang kian menipis, bahkan memiliki senter tidak banyak membantu. Tidak sampai disitu, dada mulai terasa sesak, berkeringat dingin, badan terasa tidak nyaman dan menjadi berat.

"Apa aku demam? atau aku kena tindih hantu?" gumam Leon yang kini mulai menjadi sedikit takut.

Kehidupan Leon tidak pernah jauh jauh dari mistis. Keadaan yang tiba tiba seperti ini tentu membuatnya berpikir demikian. Selama dia tidak mendapatkan jawaban logis, hanya itu pilihannya. Walaupun begitu Leon tetap mengapai kening. Mencoba mengukur suhu tubuh, apakah dia demam atau tidak.

Tanda tanda demam tidak ditemukan. Namun perasaan tidak nyaman ini terus menghantui. Menimbulkan tanda tanya besar dibenak, ini sebenarnya ada apa? Semua itu buyar seketika, dikala Leon melihat pancingnya bergoyang.

Splash! Splash!

Ujung pancing bergoyang naik turun dengan hebat. Mata Leon tercerahkan. Untuk sekian lama akhirnya dia bisa melihat sedikit harapan, Udang Galah. Benar, ada hentakan hebat ketika rel pancing sedang digulung. Leon merasa ini bukanlah sampah yang nyangkut, karena itu dengan penuh sabar Leon berusaha mengangkat pancing.

Klutuk! Klutuk! Klutut!

15 menit telah berlalu, udang berhasil di angkat kedalam sampan. Tetapi mata Leon terlihat sipit dengan kening mengkerut. Udang sebesar pergelangan tangan bukanlah hal biasa. Permasalahannya adalah udang itu berwarna putih polos. Tidak ada selain anak udang yang memiliki warna seperti itu. Jika diperhatikan lebih teliti, udang ini bagai anak udang seukuran kelingking yang diperbesar seukuran pergelangan tangan.

Segala macam teori muncul dikepala. Apa mungkin ini yang disebut udang albino? atau udang bermutasi? bisa jadi udang laut langka yang nyasar?. Saat itu juga dipertanyakan, saat itu juga Leon membantahnya. Baginya semua itu tidak mungkin terjadi. Fakta keberadaan udang putih ini juga sudah sangat mencurigakan.

Perhatian Leon tidak hanya tertuju pada udang ini. Tapi juga kabut yang menyelimuti dirinya dan sekitar. Kabut ini juga merupakan hal baru dan aneh. Bukan berarti dia tidak pernah menemui kabut disini, hanya saja yang setebal ini adalah sangat langka.

Hari masih juga gelap. Mengingat tidak ada yang bisa dilakukan. Leon mulai merenggangkan badan yang agak sedikit kaku. Meraih roti dan kembali menebar pancing. Terlihat santai, sambil menunggu hari cerah sebelum membuat rencana lain.

Berlalunya waktu, matahari mulai terbit dan hari menjadi cerah. Membuat Leon menyadari kalau kabut ini jauh lebih tebal dari perkiraannya. Leon memutuskan untuk menunggu lebih lama. Menurutnya, kabut akan menghilang jika matahari semakin tinggi.

Apa daya, harapan tidak menjadi kenyataan. Jam sudah menunjukan pukul 09.00 WIB. Namun kabut tidak kunjung hilang. Otak Leon berkecamuk dengan berbagai hal, dia harus segera membuat rencana kedepan. Sedikit merenung, ada beberapa hal yang bisa Leon pikirkan.

Pertama :

Bergerak menuju titik pertemuan. Pada akhirnya jika aku mengikuti arus sungai ke hilir. Pasti menemukan dermaga telok Pak Kedai yang merupakan tujuan akhir yang telah disepakati.

Kedua :

Bergerak mencari teman disekitar. Berteriak dan berusaha memanggil yang lain. Logikanya kami tidak terpaut jarak yang jauh. Walaupun mereka berada diseberang sungai sisi yang lain. Seharusnya suara aku masih kedengaran.

Ketiga :

Berpegang teguh untuk tetap pada posisi. Ada kemungkinan siang hari pukul 12.00 pasti panas dan pasti kabut akan hilang. Bagaimanapun juga, bergerak dengan jarak pandang yang minim sangat beresiko.

"Ehhmm, apa kira kira yang harus aku lakukan?" dengan jari di dagu Leon mulai mempertanyakan dirinya.

Kami datang bersama dan seharusnya pulang juga sama-sama. Tidak lucu kalau aku harus pulang duluan meninggalkan teman teman dibelakang. Kondisi ini membuat aku sedikit khawatir.

Katakanlah aku duluan menuju dermaga, jika sampai terjadi sesuatu pada mereka disungai. Maka sudah terlambat namanya jika aku hendak menolong. Jarak dermaga sampai disini saja sudah memakan waktu lebih kurang sejam, itupun menggunakan robin. Jika harus berdayung? dua jam juga mungkin belum sampai.

"Kalau aku harus berteriak? disungai sepi? ditepi hutan antah berantah?" tanya Leon dalam lamunannya.

Segala macam pikiran yang seram mulai muncul dibenak. Merasa sedikit merinding, niat berteriak segera Leon buang jauh jauh. Singkat kata, Leon memutuskan menunggu lebih lama. Ada keyakinan kalau tengah hari. Ketika cuaca mulai panas kabut pasti menghilang. Bagi Leon untuk menunggu 3 jam lagi tidaklah sulit.

Jika hal terburuk terjadi dan kabut tidak kunjung hilang. Mau tidak mau Leon akan bergerak menuju Dermaga Teluk Pak Kedai. Disana merupakan titik pertemuan akhir yang telah mereka sepakati. Sudah sewajarnya kami semua akan bertemu disana.

BOOMMM

"Eh.. apa tu?" sedikit terkejut, Leon mendengar ada suara ledakan dari kejauhan.

BOOM! BOOM! BOOM!

"******! jangan bilang ada orang ngebom disungai!" bentak Leon marah.

Seiring waktu suara ledakan semakin dekat. Leon mencurigai kalau itu ulah beberapa orang yang sedang melakukan pengeboman ikan. Bukan rahasia lagi tindakan penangkapan ikan seperti ini dijalankan. Leon hanya khawatir jika dia terkena imbas dari tindakan ilegal ini.

BOOMM! BOOMM! BOOMM!

"Kok makin dekat?" pikir Leon. "Oiiii ada orang disini! oooiiiii..." Leon berteriak marah mendengar ledakan semakin dekat.

Splash! Splash! Splash!

Beberapa gelombang air besar yang bergejolak. Mulai menerpa sampan Leon.

Alamak! siapa juga ngebom disini ni!

Oiiii... jauh jauh sikit ngebom tu, orang mancing disini... setan emang!

Leon terus berteriak mengingat ledakan tidak kunjung henti.

Bangggg!

Tiba tiba sebuah gelombang besar dan hentakan keras menghantam sampan Leon.

Aaaaaaaa....

Pannggg...klepakk...crackkk... gedebukk

awawawawww...

Hentakan hebat itu membuat sampan dan Leon terpental cukup jauh kedaratan. Menghantam sebuah pohon besar dan jatuh tekapar ditanah.

anjirrrr!

Adedededdedehh, pinggangku!

Apa apaan sichh, asuuu lahh!

Mencoba bangkit berdiri, tidak hanya pusing yang menerpa dirinya. Rasa nyeri disekujur tubuh juga ambil bagian. Belum lagi serpihan sampan dan barang barang terlihat beserakan disekitar dia. Membuat muka menjadi kecut dengan sedikit kesal disana.

Pada akhirnya Leon hanya pasrah dan merebah ditanah. Pikiran melayang antah berantah dengan semua memori kehidupannya. Menyisakan rasa sakit disekujur tubuh yang terus menjadi alarm dikepala.

Mata kosong memandang ke arah langit, tidak ada niat sedikitpun untuk bangkit dan berdiri, hanya bergumam pada dirinya sendiri.

Makan apa aku semalam?

Haizzz, sue lalu!

15 menit sudah berlalu, namun Leon masih berkutak dalam lamunan. Sesaat kemudian Leon mencoba untuk bangkit dan melangkahkan kaki. Mencoba bersandar di bawah pohon, dimana dia terlempar tadi. Celenguk sana sini mencoba memeriksa tubuh ini. Ada sekujur luka gores, lecet dan benjol di kepala. Bahkan dia sempat lupa sesaat dengan apa yang telah menghantamnya sehingga terbang sejauh ini.

Udahlah sulah!

Eh terantuk lagi di kening!

Hadeh, naseblah!

Untung jak pinggang ndak kenapa kenapa, kalau retak habeslah aku!

.

.

.

Haa...udahlah!

Sambil mencoba berdiri Leon bergumam lagi "nasi udah jadi bubur mau gimana lagi, keringkan saja jadikan kerupuk nasi, udah gitu aja kok repot."

Melirik kekiri, Leon melihat senter kepala tergeletak disana. Ada beberapa bagian yang rusak, namun setelah diperbaiki senter mulai menyala kembali.

Mengais sana kemari, mencoba menemukan barang yang masih layak guna. Kondisi sampan yang rusak membuat pilihan Leon cuma satu. Jalan kaki menyusuri sungai menuju Dermaga Teluk Pak Kedai. Karena itu tidak banyak pilihan yang tersisa. Perjalanan ini masih jauh, jadi harus mencari apapun yang masih berguna.

Mendapati apapun yang masih layak Leon mengemas semuanya kedalam ransel. Penasaran dengan apa yang terjadi. Leon mulai melangkahkan kaki menuju tepi sungai.

Kiaakkkk!

Seketika  suara lengkingan terdengar bergema diudara.

kiaaakkkkk! kiaaaakkkkkk!

Lengkingan itu terdengar lagi, bahkan semakin nyaring. Leon merasa suara itu tidak jauh dari dirinya. Namun dia tidak bisa menentukan asal suara secara pasti. Tidak lama kemudian, sebuah hembusan angin yang kuat menerpa.

Euhhh!

Dengan kedua tangan dikepala, Leon menahan hembusan angin yang menerpa wajahnya.

Yarabana!

Apa apaan tu?

Merinding bulu kudukku dibuatnya.

Kayak suara burung? apa elang? jangan bilang siluman elang?

Semakin lama memikirkannya, semakin jauh pikiran Leon melayang. Tanpa di sadari, tangan sudah pada posisi siaga dengan kaki sedikit gemetaran. Tidak luput mata melirik kekiri dan kanan.

Kabut tebal yang menyelimuti secara bertahap mulai pudar. Sinar matahari yang diharapkan kini hadir. Suasana hutan yang buram kini mulai terlihat wujud aslinya. Sesaat Leon terdiam, tangan lemas terkulai, pandangan kosong kedepan. Pikiran berkecamuk, seperti ada jutaan memori maupun teori yang bercampur aduk dalam otak.

APA APA'AN INI !?

Terpopuler

Comments

Aulia Pratama

Aulia Pratama

hmmm

2021-08-12

1

Sella

Sella

like

2021-05-29

1

Mudar Batak

Mudar Batak

lot

2021-05-08

1

lihat semua
Episodes
1 Malang Melintang
2 Khuldi di Hutan Pelangi
3 Dewi Sri
4 Mengejar Batas Tubuh
5 Satu Langkah Satu Pukulan
6 Satu Tinju
7 Gemini
8 Ada Udang Di Balik Bakwan
9 Mengamati
10 Sial dan Beruntung Dalam Satu Koin
11 Lari Seperti Maling
12 Aturan Baru
13 Hari Yang Melelahkan
14 Persimpangan Jalan
15 Dibalik Bayang
16 Teka-Teki
17 Semua Hal Butuh Usaha
18 ORANG YANG NANAM, KITA YANG PANEN
19 JANGAN TAMAK!
20 Akhir & Awal
21 Si Babi
22 Lelucon
23 Untung Apa Rugi?
24 Ga Ada Akhlak!
25 Legenda Antah Berantah
26 Mawar Hitam
27 Setan Berkulit Babi
28 Jalan Pedang
29 Kota Nes
30 Keindahan, Ambisi dan Uang
31 Cuma Satu Kata
32 Legenda 7 Pedang
33 Bunga Bangkai
34 Monster Hijau
35 Pahlawan Tidak Di Kenal
36 Penjara
37 KONG KALI KONG
38 Pintu Tersembunyi
39 Pertikaian
40 Hujan sebelum badai
41 Sebuah Tipuan
42 Ikutan Silau
43 Keluar Penjara
44 Gerbang Neraka
45 Memasuki Tanah Terlarang
46 Harus Berakhir Seri
47 Zodiak
48 Melihat danau berbicara samudera
49 Dataran Tengah
50 Persiapan
51 Menanam Kecerobohan Menuai Bencana
52 Kupu Kupu Biru
53 Kota Kuno?
54 Kebangkitan Iblis
55 Langit Biru
56 Sebuah Harapan
57 Menyegel Iblis
58 Keputusasaan
59 Akhir dari Bencana
60 Kemunculan Mahluk Laut
61 Jiwa Dari Pohon Kehidupan
62 Sunda Kelapa
63 LEVIATHAN ALPHA
64 Bertaruh Nyawa
65 Putri Duyung Melia
66 Orang Tua Misterius
67 Menerobos Hutan Mencari Jalan
68 Raptor
69 Membuka Segel Kutukan
70 Harta Karun Pandai Besi
71 Tidak Sesuai Rencana
72 Cerita Di Balik Si Iblis
73 Belati Hitam dari dunia hitam
74 Kota Hochi
75 Air Mata Bulan dan Buah Coral Putih
76 Akhir dari Legenda Seribu Pedang
77 Kehadiran satu dari 3 yang terkuat, Burung Hantu
78 Petir Merupakan Petaka
79 Lepas Kendali Sekali Lagi
80 Mencari Pintu masuk
81 Kota Yang Terlupakan
82 Yang Terlupakan Kini Kembali
83 MORAI
84 Salam dari penulis
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Malang Melintang
2
Khuldi di Hutan Pelangi
3
Dewi Sri
4
Mengejar Batas Tubuh
5
Satu Langkah Satu Pukulan
6
Satu Tinju
7
Gemini
8
Ada Udang Di Balik Bakwan
9
Mengamati
10
Sial dan Beruntung Dalam Satu Koin
11
Lari Seperti Maling
12
Aturan Baru
13
Hari Yang Melelahkan
14
Persimpangan Jalan
15
Dibalik Bayang
16
Teka-Teki
17
Semua Hal Butuh Usaha
18
ORANG YANG NANAM, KITA YANG PANEN
19
JANGAN TAMAK!
20
Akhir & Awal
21
Si Babi
22
Lelucon
23
Untung Apa Rugi?
24
Ga Ada Akhlak!
25
Legenda Antah Berantah
26
Mawar Hitam
27
Setan Berkulit Babi
28
Jalan Pedang
29
Kota Nes
30
Keindahan, Ambisi dan Uang
31
Cuma Satu Kata
32
Legenda 7 Pedang
33
Bunga Bangkai
34
Monster Hijau
35
Pahlawan Tidak Di Kenal
36
Penjara
37
KONG KALI KONG
38
Pintu Tersembunyi
39
Pertikaian
40
Hujan sebelum badai
41
Sebuah Tipuan
42
Ikutan Silau
43
Keluar Penjara
44
Gerbang Neraka
45
Memasuki Tanah Terlarang
46
Harus Berakhir Seri
47
Zodiak
48
Melihat danau berbicara samudera
49
Dataran Tengah
50
Persiapan
51
Menanam Kecerobohan Menuai Bencana
52
Kupu Kupu Biru
53
Kota Kuno?
54
Kebangkitan Iblis
55
Langit Biru
56
Sebuah Harapan
57
Menyegel Iblis
58
Keputusasaan
59
Akhir dari Bencana
60
Kemunculan Mahluk Laut
61
Jiwa Dari Pohon Kehidupan
62
Sunda Kelapa
63
LEVIATHAN ALPHA
64
Bertaruh Nyawa
65
Putri Duyung Melia
66
Orang Tua Misterius
67
Menerobos Hutan Mencari Jalan
68
Raptor
69
Membuka Segel Kutukan
70
Harta Karun Pandai Besi
71
Tidak Sesuai Rencana
72
Cerita Di Balik Si Iblis
73
Belati Hitam dari dunia hitam
74
Kota Hochi
75
Air Mata Bulan dan Buah Coral Putih
76
Akhir dari Legenda Seribu Pedang
77
Kehadiran satu dari 3 yang terkuat, Burung Hantu
78
Petir Merupakan Petaka
79
Lepas Kendali Sekali Lagi
80
Mencari Pintu masuk
81
Kota Yang Terlupakan
82
Yang Terlupakan Kini Kembali
83
MORAI
84
Salam dari penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!