NovelToon NovelToon

TULANG BAJA OTOT BESI

Malang Melintang

Bagi seseorang yang memiliki hobi bermain game. Memendam diri dalam kamar menghadap laptop maupun handphone bukanlah hal yang mengerikan. Ada sebuah kesenangan disana, dan kamu mempertahankannya. Apalagi ketika kamu harus bertanding dengan berbagai pemain hebat diseluruh dunia.

Tapi, bayangkan saja, jika itu terus berputar selama bertahun tahun. Tetap monoton seperti itu setiap harinya. Pasti akan tiba masanya kamu mulai menjadi jenuh. Leon juga mengalami hal yang sama. Bangun, kerja, makan, main game, tidur, bangun lagi.

12 tahun hidup seperti itu, membuat dia sampai pada titik kebosanan ini. Sudah saatnya bagi dia mencari lembaran baru dalam hidup. Pernah terlintas untuk menjadi seorang pahlawan. Ketika bumi mulai hancur dia ada disana untuk menopang kehidupan. Angan angan itu terus terniang dibenak dikala nonton berbagai anime ataupun film heroik, namun dia tahu pasti itu semua hanya mimpi. Memendam harapan yang mungkin tidak akan terwujud.

Tapi, angan angan itu segera menjadi nyata!

26 Agustus 2019

"Kringg kringgg kringg..." sebuah HP berdering.

"Haa... yuhuuu" Leon menjawab sebuah panggilan telepon.

"Wak, aku tunggu dirumah yee!" kata pradit.

"Jam 8 malam kan?" tanya Leon.

"Aok... kita kumpul dulu dirumahku, kemas pancing." jawab Pradit.

"Aoklah, aku pinjam 2 buah pancing punyamu ya. Kail, benang, dan timah ada aku, nanti pasang bentar disana." pungkas Leon sedikit memelas.

"Kau datang lebih awal Jak, jam 8 berangkat kita." kata Pradit.

"Sip wak." jawab Leon dengan tegas.

Bagian dari mendapatkan sebuah lembaran hidup baru. Leon memulai sebuah hobi, mancing udang.

Ini bukan yang pertama kali. Semenjak 3 bulan yang lalu. Sudah belasan kali mereka pergi memancing. Memanfaatkan waktu luang, terutama hari sabtu dan minggu. Mujurnya, tepat pada hari ini. Hujan sudah tidak turun selama 2 minggu. Hari yang tepat untuk bakar bakar lahan, hari yang tepat juga untuk memancing udang.

Sebelum memancing, ada beberapa hal penting yang memang harus disiapkan. Persiapan memancing seperti kail, umpan, timah, mata pancing, dll. Tidak kalah penting persiapan pribadi, karena kami pasti bermalam disungai untuk mengejar subuh. Mengingat subuh merupakan waktu yang tepat bagi udang berkeliaran dipinggiran sungai. Bila sudah lengkap, semua itu dikemas dalam satu ransel penuh.

Leon mulai meraih Handphone dan menghubungi Pradit.

"Otw wak." Leon mengirim chat melalui WA ke Pradit.

Tanpa repot menunggu balasan, Leon memacu motor menuju rumah pradit.

:::::::::: 20 menit kemudian ::::::::::

"Yoklah... Ndak tekejar pelampung nanti." tegas Leon.

"Ketemu Maman dengan Muttaqin d simpang jalan wak." jawab Pradit.

"Aok." Leon membalas.

Jam operasi pelampung berakhir tengah malam. Lebih tepatnya pukul 23.00 WIB. Bisa lebih cepat tapi tidak akan lebih dari itu. Sudah menjadi wajar kalau kami harus tiba paling tidak satu jam lebih awal.

Apa yang menjadi hambatan kami bukan jam operasi. Melainkan medan dijalan dan jarak. Makanya keberangkatan kami harus dipatok pukul 20.00 WIB, tanpa kompromi. Tidak heran kami mengalami kelelahan sebelum mulai memancing.

Setibanya di lokasi, sudah saatnya ketemu dengan abang pemilik sampan. Abang Harun pemilik penyewaan sudah kami hubungi jauh hari. Keterbatasan jumlah sampan dan robin memaksa kami harus booking lebih awal. Jika datang baru melakukan pemesanan. Ada resiko kami tidak akan memiliki sampan. Bagaimanapun juga, di Teluk Pak Kedai tidak pernah sepi akan pemancing.

"Ini sampan 3 dan Robin 1." Bang Harun menunjuk ke arah tepi sungai.

"Ok bang...robin ada minyak bang?" tanya Jamal.

"Sudah penuh." Jawab bang Harun.

"Ok bang... kami lanjut dulu." tegas Jamal.

pradit, Leon, Muttaqin, Maman menatap bang Harun. "Lanjut dulu bang."

"Iya." jawab bang Harun.

tok tok tok tok

swashh swusshh swasshhh

Suara terjangan robin dan sampan yang melintas disungai disertai bunyi mesin robin. Menimbulkan irama unik memecah keheningan malam. Satu jam sudah berlalu dimana kami harus melintas sungai menuju ke hulu. Setelah tiba, tinggal menetapkan aturan main.

Aturan mainnya cukup sederhana, menyisir tepian sungai dihulu kemudian berdayung menuju ke hilir. Rencananya, aku, Maman, dan Mutaqin bersampan sendiri. Sedangkan bang Jamal dan Pradit berada dalam satu Robin.

:::::::::: Hulu Sungai ::::::::::

"Kita mancing di tepi saja, airnya hangat." Jamal membuka sebuah pembicaraan.

Semua menjawab. "Beres boss."

Leon melirik ke arah Mutaqin dan Maman. "Mau kemana kalian tu?".

"Aku di tepi pohon sana!" jawab Mutaqin.

"Aku mau keperangkap Lok!" tegas Maman.

"Aoklah." balas Leon tanda mengerti.

"Usah jauh jauh... ketangkap buaya ko nanti!" kata Maman.

"Aok...buaya betina tu! susah jadi orang ganteng, lol" jawab Leon sambil tertawa.

"Setan! ingat...jangan sampai terantuk lagi!" tegas Maman.

"Nuan tenang... wkkwkwkw" jawab Leon sambil tertawa lagi.

Kami sudah berada pada posisi masing masing. Bagaimanapun juga ini bukan yang pertama kali. Berdasarkan pengalaman, dimana kami sering mendapatkan udang galah. Disitu biasanya kami berlabuh. Masing masing orang pasti berbeda, karena itu kami terpisah cukup jauh dalam jarak tertentu.

Waktu sudah mendekati pukul 03.00 WIB. Tapi udang belum juga terpancing. Setiap menit yang berlalu membuat mata semakin berat. Namun tidak akan ada kata menyerah sebelum mendapatkan udang.

Berbekal senter dikepala Leon mulai melirik disekitar. Berusaha mencari posisi yang lebih baik. Tidak tahu benar atau tidak. Hatinya mengatakan, itu tempat dimana dia akan menemukan apa yang dia cari. Dayung pun dikayuh, tambang dilabuh, tali ditambatkan, pancing segera ditebar.

Duduk bersila disampan, dengan santai Leon menunggu umpan pancing disambar. Tanpa mengurangi rasa hormat, tangan dirapatkan, mantra dikumandangkan.

Mambang Air!

Mambang Sampan!

Mambang Kayu!

Mambang Malam!

Mambang Nyamuk!

Leon terhenti untuk sesaat. Hidungnya mencium sesuatu yang tidak biasa. Namun, tetap saja dia terus melanjutkan.

Mambang Asap!

Mambang Ranting!

Mambang Daun!

Mambang dari segala mambang!

Berkumpulah!

Ulalala lalala HUUU, hihihi lala puhhh!

suee suee sueelah kau! nyangkut dipancing aku! nyangkut lah kau budak tengik! bocil dekil!

ulalala ulaaa huu... wahuhuu yuhuu... cuiihh!

Malam semakin kelam. Hanya ditemani suara serangga dihutan. Namun pancing tetap diam tanpa ada goyangan. Dengan tangan bersilang didada Leon terlihat mulai bosan. Malam ini tidak seperti biasanya. Satu sentakanpun tidak ada. Tanpa disadari, Leon akhirnya mengalah dari kantuk. Masih dalam posisi duduk Leon terlarut dalam dunia mimpi.

Splash!

Gelombang air yang menerpa sampan Leon telah membangunkannya dari mimpi. Dibangunkan secara tiba tiba membuat Leon sedikit linglung. Dia belum sepenuhnya sadar akan situasi, tapi dia bisa merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi.

Kabut tebal telah menyelimuti dirinya. Jarak pandang kian menipis, bahkan memiliki senter tidak banyak membantu. Tidak sampai disitu, dada mulai terasa sesak, berkeringat dingin, badan terasa tidak nyaman dan menjadi berat.

"Apa aku demam? atau aku kena tindih hantu?" gumam Leon yang kini mulai menjadi sedikit takut.

Kehidupan Leon tidak pernah jauh jauh dari mistis. Keadaan yang tiba tiba seperti ini tentu membuatnya berpikir demikian. Selama dia tidak mendapatkan jawaban logis, hanya itu pilihannya. Walaupun begitu Leon tetap mengapai kening. Mencoba mengukur suhu tubuh, apakah dia demam atau tidak.

Tanda tanda demam tidak ditemukan. Namun perasaan tidak nyaman ini terus menghantui. Menimbulkan tanda tanya besar dibenak, ini sebenarnya ada apa? Semua itu buyar seketika, dikala Leon melihat pancingnya bergoyang.

Splash! Splash!

Ujung pancing bergoyang naik turun dengan hebat. Mata Leon tercerahkan. Untuk sekian lama akhirnya dia bisa melihat sedikit harapan, Udang Galah. Benar, ada hentakan hebat ketika rel pancing sedang digulung. Leon merasa ini bukanlah sampah yang nyangkut, karena itu dengan penuh sabar Leon berusaha mengangkat pancing.

Klutuk! Klutuk! Klutut!

15 menit telah berlalu, udang berhasil di angkat kedalam sampan. Tetapi mata Leon terlihat sipit dengan kening mengkerut. Udang sebesar pergelangan tangan bukanlah hal biasa. Permasalahannya adalah udang itu berwarna putih polos. Tidak ada selain anak udang yang memiliki warna seperti itu. Jika diperhatikan lebih teliti, udang ini bagai anak udang seukuran kelingking yang diperbesar seukuran pergelangan tangan.

Segala macam teori muncul dikepala. Apa mungkin ini yang disebut udang albino? atau udang bermutasi? bisa jadi udang laut langka yang nyasar?. Saat itu juga dipertanyakan, saat itu juga Leon membantahnya. Baginya semua itu tidak mungkin terjadi. Fakta keberadaan udang putih ini juga sudah sangat mencurigakan.

Perhatian Leon tidak hanya tertuju pada udang ini. Tapi juga kabut yang menyelimuti dirinya dan sekitar. Kabut ini juga merupakan hal baru dan aneh. Bukan berarti dia tidak pernah menemui kabut disini, hanya saja yang setebal ini adalah sangat langka.

Hari masih juga gelap. Mengingat tidak ada yang bisa dilakukan. Leon mulai merenggangkan badan yang agak sedikit kaku. Meraih roti dan kembali menebar pancing. Terlihat santai, sambil menunggu hari cerah sebelum membuat rencana lain.

Berlalunya waktu, matahari mulai terbit dan hari menjadi cerah. Membuat Leon menyadari kalau kabut ini jauh lebih tebal dari perkiraannya. Leon memutuskan untuk menunggu lebih lama. Menurutnya, kabut akan menghilang jika matahari semakin tinggi.

Apa daya, harapan tidak menjadi kenyataan. Jam sudah menunjukan pukul 09.00 WIB. Namun kabut tidak kunjung hilang. Otak Leon berkecamuk dengan berbagai hal, dia harus segera membuat rencana kedepan. Sedikit merenung, ada beberapa hal yang bisa Leon pikirkan.

Pertama :

Bergerak menuju titik pertemuan. Pada akhirnya jika aku mengikuti arus sungai ke hilir. Pasti menemukan dermaga telok Pak Kedai yang merupakan tujuan akhir yang telah disepakati.

Kedua :

Bergerak mencari teman disekitar. Berteriak dan berusaha memanggil yang lain. Logikanya kami tidak terpaut jarak yang jauh. Walaupun mereka berada diseberang sungai sisi yang lain. Seharusnya suara aku masih kedengaran.

Ketiga :

Berpegang teguh untuk tetap pada posisi. Ada kemungkinan siang hari pukul 12.00 pasti panas dan pasti kabut akan hilang. Bagaimanapun juga, bergerak dengan jarak pandang yang minim sangat beresiko.

"Ehhmm, apa kira kira yang harus aku lakukan?" dengan jari di dagu Leon mulai mempertanyakan dirinya.

Kami datang bersama dan seharusnya pulang juga sama-sama. Tidak lucu kalau aku harus pulang duluan meninggalkan teman teman dibelakang. Kondisi ini membuat aku sedikit khawatir.

Katakanlah aku duluan menuju dermaga, jika sampai terjadi sesuatu pada mereka disungai. Maka sudah terlambat namanya jika aku hendak menolong. Jarak dermaga sampai disini saja sudah memakan waktu lebih kurang sejam, itupun menggunakan robin. Jika harus berdayung? dua jam juga mungkin belum sampai.

"Kalau aku harus berteriak? disungai sepi? ditepi hutan antah berantah?" tanya Leon dalam lamunannya.

Segala macam pikiran yang seram mulai muncul dibenak. Merasa sedikit merinding, niat berteriak segera Leon buang jauh jauh. Singkat kata, Leon memutuskan menunggu lebih lama. Ada keyakinan kalau tengah hari. Ketika cuaca mulai panas kabut pasti menghilang. Bagi Leon untuk menunggu 3 jam lagi tidaklah sulit.

Jika hal terburuk terjadi dan kabut tidak kunjung hilang. Mau tidak mau Leon akan bergerak menuju Dermaga Teluk Pak Kedai. Disana merupakan titik pertemuan akhir yang telah mereka sepakati. Sudah sewajarnya kami semua akan bertemu disana.

BOOMMM

"Eh.. apa tu?" sedikit terkejut, Leon mendengar ada suara ledakan dari kejauhan.

BOOM! BOOM! BOOM!

"******! jangan bilang ada orang ngebom disungai!" bentak Leon marah.

Seiring waktu suara ledakan semakin dekat. Leon mencurigai kalau itu ulah beberapa orang yang sedang melakukan pengeboman ikan. Bukan rahasia lagi tindakan penangkapan ikan seperti ini dijalankan. Leon hanya khawatir jika dia terkena imbas dari tindakan ilegal ini.

BOOMM! BOOMM! BOOMM!

"Kok makin dekat?" pikir Leon. "Oiiii ada orang disini! oooiiiii..." Leon berteriak marah mendengar ledakan semakin dekat.

Splash! Splash! Splash!

Beberapa gelombang air besar yang bergejolak. Mulai menerpa sampan Leon.

Alamak! siapa juga ngebom disini ni!

Oiiii... jauh jauh sikit ngebom tu, orang mancing disini... setan emang!

Leon terus berteriak mengingat ledakan tidak kunjung henti.

Bangggg!

Tiba tiba sebuah gelombang besar dan hentakan keras menghantam sampan Leon.

Aaaaaaaa....

Pannggg...klepakk...crackkk... gedebukk

awawawawww...

Hentakan hebat itu membuat sampan dan Leon terpental cukup jauh kedaratan. Menghantam sebuah pohon besar dan jatuh tekapar ditanah.

anjirrrr!

Adedededdedehh, pinggangku!

Apa apaan sichh, asuuu lahh!

Mencoba bangkit berdiri, tidak hanya pusing yang menerpa dirinya. Rasa nyeri disekujur tubuh juga ambil bagian. Belum lagi serpihan sampan dan barang barang terlihat beserakan disekitar dia. Membuat muka menjadi kecut dengan sedikit kesal disana.

Pada akhirnya Leon hanya pasrah dan merebah ditanah. Pikiran melayang antah berantah dengan semua memori kehidupannya. Menyisakan rasa sakit disekujur tubuh yang terus menjadi alarm dikepala.

Mata kosong memandang ke arah langit, tidak ada niat sedikitpun untuk bangkit dan berdiri, hanya bergumam pada dirinya sendiri.

Makan apa aku semalam?

Haizzz, sue lalu!

15 menit sudah berlalu, namun Leon masih berkutak dalam lamunan. Sesaat kemudian Leon mencoba untuk bangkit dan melangkahkan kaki. Mencoba bersandar di bawah pohon, dimana dia terlempar tadi. Celenguk sana sini mencoba memeriksa tubuh ini. Ada sekujur luka gores, lecet dan benjol di kepala. Bahkan dia sempat lupa sesaat dengan apa yang telah menghantamnya sehingga terbang sejauh ini.

Udahlah sulah!

Eh terantuk lagi di kening!

Hadeh, naseblah!

Untung jak pinggang ndak kenapa kenapa, kalau retak habeslah aku!

.

.

.

Haa...udahlah!

Sambil mencoba berdiri Leon bergumam lagi "nasi udah jadi bubur mau gimana lagi, keringkan saja jadikan kerupuk nasi, udah gitu aja kok repot."

Melirik kekiri, Leon melihat senter kepala tergeletak disana. Ada beberapa bagian yang rusak, namun setelah diperbaiki senter mulai menyala kembali.

Mengais sana kemari, mencoba menemukan barang yang masih layak guna. Kondisi sampan yang rusak membuat pilihan Leon cuma satu. Jalan kaki menyusuri sungai menuju Dermaga Teluk Pak Kedai. Karena itu tidak banyak pilihan yang tersisa. Perjalanan ini masih jauh, jadi harus mencari apapun yang masih berguna.

Mendapati apapun yang masih layak Leon mengemas semuanya kedalam ransel. Penasaran dengan apa yang terjadi. Leon mulai melangkahkan kaki menuju tepi sungai.

Kiaakkkk!

Seketika  suara lengkingan terdengar bergema diudara.

kiaaakkkkk! kiaaaakkkkkk!

Lengkingan itu terdengar lagi, bahkan semakin nyaring. Leon merasa suara itu tidak jauh dari dirinya. Namun dia tidak bisa menentukan asal suara secara pasti. Tidak lama kemudian, sebuah hembusan angin yang kuat menerpa.

Euhhh!

Dengan kedua tangan dikepala, Leon menahan hembusan angin yang menerpa wajahnya.

Yarabana!

Apa apaan tu?

Merinding bulu kudukku dibuatnya.

Kayak suara burung? apa elang? jangan bilang siluman elang?

Semakin lama memikirkannya, semakin jauh pikiran Leon melayang. Tanpa di sadari, tangan sudah pada posisi siaga dengan kaki sedikit gemetaran. Tidak luput mata melirik kekiri dan kanan.

Kabut tebal yang menyelimuti secara bertahap mulai pudar. Sinar matahari yang diharapkan kini hadir. Suasana hutan yang buram kini mulai terlihat wujud aslinya. Sesaat Leon terdiam, tangan lemas terkulai, pandangan kosong kedepan. Pikiran berkecamuk, seperti ada jutaan memori maupun teori yang bercampur aduk dalam otak.

APA APA'AN INI !?

Khuldi di Hutan Pelangi

Sejauh mata memandang ada berbagai macam tanaman. Pohon yang tinggi dan rindang, semak belukar beserta rerumputan, bunga maupun buah buahan. Anehnya setiap tanaman memiliki warna tersendiri. Baik itu akar, daun, batang maupun dahan.

Salah satu dahan bahkan memiliki puluhan daun berwarna warni, apalagi dalam satu pohon. Tidak hanya itu, keunikan ini berlaku untuk tanaman lainya. Bahkan daun bunga dan kelopak bunga memiliki warna tersendiri dan tidak ada yang sama.

Walaupun memiliki warna yang hampir sama, tapi ada perbedaan dari kecerahan warna. Contohnya ada daun berwarna merah, yang lain menjadi merah muda, merah darah, merah gelap dan seterusnya. Begitu juga dengan warna lainnya.

Bahkan buah dan batang tanaman juga tidak ketinggalan. Batang tanaman cukup unik dibanding daun dan buah. Disekujur kulitnya ada garis warna mulai dari akar sampai pucuk. Setiap batang tanaman baik itu batang pohon, semak maupun bunga ada ratusan garis warna.

Seperti halnya hutan hujan tropis, kepadatan hutan ini cukup tinggi. Pohon yang menjulang tinggi serta semak semak yang betebaran disana sini. Namun dengan sedikit usaha, hutan ini masih bisa dilewati walaupun tanpa senjata tajam. Ada beberapa celah seukuran badan normal yang bisa dilewati disekitaran semak semak.

Tembusan sinar matahari diantara celah celah pohon rindang yang menjulang tinggi. Aroma segar hutan yang tidak terjamah, buah buah bertebaran, wangi bunga disertai berbagai warna sepanjang mata memandang, menambah kesan mistic yang semakin menjadi jadi. Sesekali bisa didengar suara gemerisik daun yang tertiup angin, namun tidak ada suara lain selain suara Leon, bahkan serangga pun sepertinya mati ditelan bumi. Jejak kekaguman bisa terpancar dari mata dikala memandang ini semua. Sebuah hasil karya yang sangat mempesona.

Woowwww

Kalau bukan karena nyeri dibadan, mungkin aku berfikir ini adalah mimpi!

Terlalu realistis! Terlalu fantasi!

Bentar! Apa aku disurga?

Masih berdiam diri ditepi sungai, otak Leon berkecamuk dengan banyak hal. Sambil berjongkok Leon menatapi permukaan air. Airnya jernih tidak berwarna, bahkan dasar tepian sungai nampak jelas. Akar pohon menjulur ke dasar sungai seperti pohon bakau.

Ini sungai?

Jauh juga sisi seberang ni! dah lah mata minus, haizz

Melirik kekiri dan kanan, Leon terus mengamati sekitar. Sekali lagi dia masuk dalam dilema.

Ini kayak danau lah?

Memutar badan Leon melangkahkan kaki menuju pohon tempat dia terlempar. Dari sekian banyak pohon pada akhirnya hanya pohon ini yang membuat kening Leon mengkerut.

Kenapa kau beda sorang bro? kena campakan ke!

Tengoklah, bahkan disekitarmu tanah lapang dan hanya daun kering yang menemani!

Haizz!

Namun bagiku, kaulah satu satunya pohon normal disini, wkwkwk

Selamat bro, mulai hari ini kau dan aku menjadi sahabat, wkwkwk

Sambil memeluk pohon Leon meneteskan air mata. Bagaimana tidak, hanya pohon ini yang memiliki daun hijau utuh semuanya, dengan batang pohon coklat keabu abu'an. Tanpa garis warna yang aneh aneh, sangat mirip dengan pohon yang dia ketahui dan kenal sepanjang hidupnya.

Leon memutuskan untuk duduk bersandar dipohon itu, dengan kaki kiri ditekukan bersamaan tangan kiri berebah di lutut kiri. tangan kanan berebah di paha kaki kanan yang diluruskan.

Tidak dipungkiri pemandangan ini memiliki keindahan tersendiri. Namun Leon tidak dalam mood bagus. Terpisah dengan teman teman, datang ketempat antah berantah, luka disekujur tubuh, belum lagi kepala masih sedikit pusing akibat terantuk.

Tenggelam dalam lamunannya, jutaan kenangan terlintas dikepala. Keluarga, teman, tempat kerja, makanan favorit, game, dll. Semua tempat dan orang yang memiliki arti penting dihati Leon, silih berganti terbayang dikepala.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Aku berada dimana?

Apakah hanya aku?

Semakin lama semakin jauh Leon tenggelam dalam lamunannya. Bahkan air mata kini mulai menetes.

Dahlah Mengeluh juga ndak ada bagusnya!

Berusaha tegar tanpa ada orang disisi, Leon mulai mengusap air matanya.

Realita ataupun ilusi, pada akhirnya harus aku jalani.

Paling penting sekarang adalah bagaimana bertahan hidup.

Berusaha untuk tegar, bukan berarti Leon bisa menerima semua ini dengan gamblang. Butuh waktu bagi Leon untuk menerima hal yang tiba tiba ini. Terus terpuruk juga bukan karakter Leon. 30 tahun hidup sudah berlalu, puluhan kali Leon mengalami kegagalan. Mulai dari hal kecil maupun besar. Membuat Leon menyadari arti penting terus bangkit berdiri. Terus melangkah walau tahu itu tidak akan mudah.

Akan ada tawa disela sela tangis. Bahkan malam yang kelam masih memiliki rembulan. Itulah apa yang Leon percaya selama ini, dan itu tidak pernah menghianati dirinya. Bangkit berdiri Leon merapakan tangan "plop" sambil memejamkan mata.

Bapa di Surga kedalam tangan-Mu kuserahkan hidup dan jiwa ku. Amin.

Mata Leon terpancar sedikit keyakinan. Pasti bisa melewati semua ini. Yang perlu dilakukan sekarang adalah berusaha dan membuat rencana. Terlintas kenangan akan video bertahan hidup orang orang dihutan rimba dari youtube. Leon juga akhirnya memutuskan membuat perkemahan sementara.

Apa yang menjadi pilihan ku sekarang?

Pertama:

Lokasi dibawah pohon besar cukup lapang. Hanya sedikit berantakan oleh dedaunan. Sangat tepat untuk membuat bivak sementara. Sebelum membuat yang lebih kokoh dan permanen. Belum lagi ini sangat dekat dengan sumber air. Bisa diminum atau tidak, Leon belum tahu pasti. Untuk sementara dia masih memiliki sebotol air mineral yang tersisa.

Kedua:

Rangka dan pondasi bivak bisa didapat dari hutan disekitar. Apa yang direncanakan akan dibuat adalah bivak sederhana, dengan satu pintu dan atap yang mengkerucut kebelakang. Cukup beberapa dahan kokoh, ranting, dan dedaunan untuk atap. Untuk tali Leon masih memiliki sisa sisa taling jangkar dan penambat dari sampan.

Melirik keatas Leon melihat matahari masih tinggi. Tidak tahu pasti bagaimana perputaran waktu disini. Yang pasti dia merasa memiliki cukup waktu untuk membangun bivak.

Melangkahkan kaki kearah semak semak. Leon mulai mencari 2 tiang utama bivaknya. Satu tiang bujur untuk tiang penyanggah atap, yang kedua tiang yang memiliki ujung dahan bentuk V untuk menyanggah tiang atap tadi. Paling tidak ukurannya harus selingkar pergelangan tangan biar kokoh.

Hal berikut yang perlu dicari adalah rangka atap. Minimal 16 tiang kecil selebar 2 jari, 8 sisi kiri dan 8 sisi kanan. Atap dapat menggunakan semak semak maupun dahan pohon dengan daun lebat. Jika ditutup cukup rapat mampu menahan terpaan angin dan air hujan dalam batas tertentu. Beberapa pasak kayu, batu sedang dan tongkat yang dipergunakan sebagai palu. Seiring berlalunya waktu semua bahan sudah terkumpulkan.

3 langkah dari sukun Leon menamcapkan tiang kayu V, tacap dan goyang sedikit berulang hingga lubang yang diinginkan cukup terbentuk.

TOk TOk TOk...

Keempat sisi pangkal tiang dipasang pasak untuk memperkuat pondasi. Meletakan tiang utama atap di ujung cabang V, diterikan dengan tali untuk memperkuat. Selanjutnya meletakan rangka atap, 8 sisi kiri dan 8 sisi kanan. Gunakan semak dan dahan pohon berdaun untuk alas bivak dan atap. Bundel kan beberapa semak untuk pintu depan.

wolaahhh! instana ku idamanku wkwkwk

cukuplah begini untuk beberapa hari, wkwkwk

Melihat hari sudah mulai senja. Leon meletakan ransel dalam bivak. Melangkah ke tepian danau untuk membasuh badan serta luka disekujur tubuh. Menelan roti terakhir dengan beberapa teguk air. Rasa lelah mulai menerpa. Leon memutuskan untuk tidur lebih awal hari ini.

:::::::::: malam hari ::::::::::

Sebuah cahaya seukuran buah kedondong terlihat muncul dari arah semak semak disisi hutan. Mulai terbang mendekati bivak. Berputar beberapa kali mengitari pohon, cahaya itu berhenti di bivak. Terbang kiri dan kanan depan pintuk bivak seakan tertarik dengan apa yang ada didalam. Masuk dan melayang didalam bivak, sebuah cahaya sepertinya memperhatikan Leon yang tertidur.

*'%'@%''

*'%'@%''

Cahaya itu mulai berbicara dengan bahasa tertentu. Tersentuh cahaya membuat mata Leon terkedut sedikit.

euhh...

*'%'@%''

Perlahan membuka mata. eeuhh... Leon melihat cahaya yang menyilaukan. Menggunakan telapak tangan untuk menghalangi cahaya. Melihat seberkas cahaya dengan mata sipit. Ada segudang pertanyaan dikepala. Belum lagi Leon tidak memiliki tidur yang cukup. Harus terbangun tiba tiba, tentu saja membuatnya sedikit linglung.

"Huh?" Leon mulai bingung.

*'%'!@''!%''

Menggunakan jari telunjuk, Leon coba menyentuhnya... Bzzz...

"Alamakk!" Leon tersentak kaget.

Ujung jari Leon tersengat listrik. Ini bukanlah tegangan tinggi, sangat mirip dengan sengatan dari korek listri. Walaupun kecil tetap saja membuat Leon terkejut.

*'%'*'.....

"***!" Leo memaki sambil mengambil ranting.

"Whuss whuss...pergi Sono..." Leon mengayunkan ranting serta berteriak.

Cahaya menghindar ke kiri dan kanan. Baginya, apa yang dilakukan Leon terlihat sangat lambat. Mudah sekali untuk dapat dihindari. Saking kesalnya Leon mencoba memukul membabi buta. Memiliki ruangan yang sempit. Leon berfikir, satu serangan pasti kena, dari belasan pukulan yang dilancarkan.

Prak!

ujung ranting Leon patah saat menghantam cahaya itu. Merasa kurang yakin, Leon mengambil ranting lain dan mencoba memukul lagi. Kali ini cahaya hanya diam, terlihat malas untuk menghindar. Seperti sebelumnya, ranting Leon patah lagi. Namun kali ini Leon melihat dengan jelas bahwa ada semacam pelindung bundar di sekitar cahaya. Terdiam sebentar Leon merasa linglung. Mengambil kesempatan dengan terdiamnya Leon, cahaya itu menyetrum jari Leon yang memegang ranting.

"Awwww... asem!" Leon meringis kesakitan.

Leon lari menerobos bivak dari sisi belakang. Terdapat beberapa luka gores akibat tindakannya itu. Mengambil langkah mundur Leon mulai berbalik arah untuk kabur. Tanpa disangka cahaya sudah berada didepan mukanya. mendadak kanget, Leon melompat mundur 2 langkah.

"Yang benar sikit?" gumam Leon.

Mengambil selangkah mundur dengan pelan sambil memperhatikan cahaya itu. Leon mempercepat akselerasi nya untuk mundur dan berbalik. Sekali lagi cahaya itu sudah didepan muka dan menyentuk jidatnya.

bzzzz.... Leon pingsan.

:::::::::: Beberapa waktu kemudian ::::::::::

Mata mulai terbuka perlahan. Sedikit pusing dikepala, Leon mencoba bangkit berdiri. Lagi lagi mata itu harus melihat hal hal baru.

"Tenanglah, duduk saja dulu." seseorang yang duduk dibatang kayu menghadap api unggun berbicara kepada Leon.

Tampak seorang pria dewasa berongos dengan rambut merah. Memiliki jubah seperti ponco, menutupi semua tubuhnya kecuali kepala. Melirik kearah Leon sedikit kemudian kembali menatap ikan bakarnya. Lirikan itu membuat Leon merinding, tatapan matanya begitu tajam dengan bola mata mirip reptil berwarna kuning emas. Sekilas tampak tanduk ditengah jidat berwarna hitam pekat.

Sambil terus membolak balik ikan bakar. Pria itu mempersilahkan Leon untuk duduk didekat api unggun ini. Memperbolehkannya mengambil satu tusuk ikan bakar dari 8 tusuk yang ada. Dikasi ataupun tidak, Leon tidak terlalu mempersoalkannya. Apa yang menjadi masalah adalah pria ini. Sambil mencoba duduk otak Leon berputar.

"Dia siapa?" tanya Leon dalam hatinya.

Pertama :

Tatapan garang dengan muka sangar berongos bertanduk lagi. Tapi aku tidak merasa apapun yang aneh kecuali tatapannya yang tajam, hanya itu yang mencurigakan. Tidak seperti kisah didalam novel fantasi kalau karater utama pasti bisa merasa ada aura sesuatu gimana gitu.

Kedua :

Apapun mahluk itu, kalau dia makan ikan otomatis dia bukan herbivora. Beradu dengan cahaya saja aku sudah bonyok. Apalagi dia yang bahkan cahaya itu berputar disekitar dengan tenang bagai penjaga. Apa aku bagian dari menu dia? dia beri makan aku sampai gendut lalu disembelih gitu?

Ketiga :

Dia pasti bukan manusia, tapi kenapa bisa mengerti dan fasis bahasa bumi. bahkan bahasa indonesia, bukan bahasa inggris. Jangan katakan punya kekuatan untuk baca pikiran. Seperti telepati, lalu bisa berbicara dengan aku. Aku terlalu tua untuk percaya hal-hal begitu. Walau lingkungan disini sudah sangat aneh menurutku.

Masih berseteru dengan lamunan. Tangan Leon tampak sigap menyambar ikan bakar. Gigitan pertama bahkan membuat keningnya mengkerut. Daging ikan ini begitu kenyal seperti daging sapi setengah matang. walaupun begitu rasa manis dan segar masih mengimbangi kenyalnya daging.

"Jangan terlalu banyak pikiran, bagaimanapun juga yang orang asing disini adalah kamu bukan kami." pria itu angkat bicara.

"Kami?" tanya Leon.

"Aku dan cahaya ini. Jadi kamu siapa?" jawab pria itu sambil menunju ke arah cahaya.

"... Aku Leon dari Indonesia." pungkas Leon.

"Hahahahaha... kamu jujur tanpa basi basi." kata pria itu sambil tertawa.

Leon terdiam sejenak sambil merenung. Ada niat ingin menjelaskan bahwa benar dia adalah manusia dari bumi. Namun Leon mulai sedikit ragu. "Kamu bisa memanggil aku 43."

Digame manapun Leon main dia selalu menggunakan 43 sebagai simbol nama karakternya. Mengingat dia berada di dunia antah berantah. Leon memutuskan untuk memakai identitas baru.

"Wkwkwkwkwk..." pria itu tertawa keras.

"Caesar.. itu namaku." kata Caesar.

"Kamu beruntung bisa terbawa kesisi ini. jika saja kamu berada sisi seberang! hahahaha... ucapkan selamat tinggal dengan hidupmu yang menyedihkan, hahaha... Yang satu ini (menunjuk ke arah cahaya) bernama Yuna." pungkas Caesar.

!(''!'!@''!'!#'' !!'%'!$''!'!@''

Yuna menyapa dalam bahasa tertentu.

"Hello" sapa 43 tanpa tahu apa yang Yuna katakan.

"Kamu tidak akan bisa mengerti apa yang dikatakannya, ataupun mahkluk lain yang ada. Semua hal yang ada disini masih tidak bisa diterima oleh pikiranmu. Mindset yang terbentuk adalah bahwa semua ini tidak nyata begitu juga tubuhmu menganggapnya. Kamu tau kenapa orang sering berlatih dengan pedang lalu bisa menjadi master / ahli pedang?" Caesar menjelaskan dan bertanya.

43 terdiam dengan pikiran melayang. Tidak begitu paham dengan apa yang disampaikan Caesar kepadanya.

"Awal memulai, otak dan tubuhmu tidak mengenal olah gerak bermain pedang ini. Otomatis dianggap asing dan bukan bagian dari dirimu. Karena itu setiap gerakan menjadi kaku. Seiring waktu berjalan, dengan terus berlatih akhirnya olah gerak bermain pedang ini menjadi bagian sehari hari dari dirimu. Hasilnya, setiap gerak dan refleks menjadi lebih natural. Gerak natural inilah yang membentuk skill pedangmu. Begitu juga dunia ini." Caesar menjelaskan.

"Selama otak dan tubuhmu belum menerimanya menjadi bagian dari dirimu. Kamu tidak akan bisa mengerti apapun dan merasakan apapun. Sebenarnya apapun yang ada disekitar mu memiliki energi tertentu yang menjadi bagian dari dunia ini. Bahkan dalam daging ikan ini. Ada sisa serpihan energi, begitu juga dalam air, udara, buah dll. Mindset menganggap hal ini tidak nyatalah yang menjadi benteng pengekang akan tubuhmu untuk bisa mengenal, melihat maupun merasakan energi ini. Secara tidak langsung, Yuna yang merupakan spirit hutan ini tidak dapat kamu kenali. Beruntung kamu bisa melihatnya dalam bentuk cahaya." kembali Caesar menjelaskan.

"Lalu aku harus bagaimana?" tanya 43.

"Ingat pohon dengan buah hijau besar?" tanya Caesar.

"Sukun?" jawab 43 sedikit ragu.

"Pohon kehidupan, Alfa dan Omega, Awal dan Akhir, KHULDI. Keberadaannya sudah ada sejak dunia ini tercipta dan akan berakhir sampai dunia ini musnah. Dengan Memakan buahnya, akan membantumu memahami arti dari dunia ini." kata Caesar.

!)''!'!$''&'!'!$'' !@''!'!!''@!''!!''!'!$'' ('@)''@!'' !!!!

Yuna menyanggah pembicaraan mereka.

"Ohhh? ok ok. Besok aku akan mencobanya." pungkas 43 yang terlihat mulai bersemangat.

"Hahhaha.. nikmati saja hangat api unggun untuk malam ini." Caesar membalas sambil tertawa.

Tidak butuh waktu lama untuk 43 terlelap. Bagaimana tidak, perut kenyang, posisi nyaman, ya udah tidur kayak ular dah tu.

!!'!'!#''@!'' @%'!'!!''('!$'' ???

!(''%'!#''!%''&'!' !(''!'!)''!'

Yuna dan Caesar terlibat dalam sebuah pembicaraan.

:::::::::: Pagi Hari :::::::::

Menatap langit langit atap bivaknya 43 termenung.

"Bentar ilang bentar datang, haiizzz..." dengan sedikit lirih 43 mengomel.

Pagi itu 43 terbangun dan berada dalam bivaknya di bawah pohon sukun. Daripada memusingkan diri bagaimana bisa dia kembali ke bivak. Serta bagaimana bivaknya bisa sebaik semula. 43 malah melangkahkan kaki ke tepi danau mencuci muka.

Merentangkan tangan dan kaki, sedikit olahraga lebih kurang 15 menit. Merasa badan sudah mulai hangat dan berkeringat sedikit. 43 mulai melepas baju dan celana meninggalkan celana futsal dan celana dalam dibadan. Mencari 3 tiang dahan, membentuknya menjadi jemuran. Mengingat semua kejadian sejak kemaren pakaian sudah selayaknya dicuci.

Brrr...

ndak di bumi atau disini, kalau dah pagi dinginnya minta ampun...

brrr...

Ndak mau aku makan udang mentah kalau tidak terpaksa, selama udang itu berada didalam air dan hidup masih amanlah. Orang pikir gampang k bikin api pake batu diketak ketok, pake kayu di puter puter, beuhh...di film aok 3-5 menit jadi, real life amatir itu bisa seharian bro...

Sambil keliling sekitar sukun dan mengamati area lingkungan, 43 terus mengoceh sana sini.

Buah buahan ini? bisa dimakan kan? masih hiduplah aku, banyak ooo...

Tapi? saran Caesar aku harus makan buah Khuldi itu! ada benarnya juga, perlu perantara untuk bisa membiasakan diri dengan dunia ini.

Memandangi dari akar sampai ujung pohon.

Tinggi lalu, cam mana mau manjat. Lebar saja mau 3 orang berpelukan baru ketemu, dahan paling bawah ada 5 meter jaraknya dari tanah...haiss..

Tanpa peralatan yang memadai 43 memutuskan menyerah dari memanjat. Jika lebar pohon seperti pohon pinang atau kelapa masih sangat mungkin untuk di panjat walaupun ada beberapa resiko. Penjolok? dengan tidak adanya parang atau sejenis itu bahkan lebih sulit lagi, 10 meter bukan jarak yang dekat. Pilihan yang tersisa hanya dengan melemparnya menggunakan kayu. Tentu saja resiko buah bisa rusak, namun selama masih bisa bermanfaat walau tidak utuh tidak akan menjadi masalah.

Mondar mandir, keluar masuk semak, coba mematahkan dahan. Apa yang dibutuhkan hanya dahan, tiang, ranting, kayu dll yang memiliki panjang  sekitar 15-20 cm dengan lebar paling tidak pergelangan tangan.

"Haa.. oh my baby my love my simeleketehe \, muach muach" gumam 43 sambil mencium kayu mati ditangan*.*

Pasang posisi, mengambil ancang ancang, sedikit membidik. Tangan kanan lurus kedepan, dengan jari telunjuk ke arah buah didahan yang terdekat. Tangan kiri mutar mutar kayu lalu ditarik kebelakang... whusss... Kena? Ya melesetlah, kalau kena dipercobaan pertama itu dewa namanya. Cemplungg... kayu jatuh ke danau.

.

.

.

"Bodo bale" 43 memaki dirinya sendiri dikala melihat kayu jatuh ke air.

:::::::::: 5 menit kemudian ::::::::::

Mengambil posisi yang berlawanan dengan yang pertama.

"Whusss..." kayu terlempar tapi meleset.

Berlari mengejar kayu yang melayang jatuh, memungutnya dan kembali lagi keposisi semula.

"Whusss..." meleset lagi, kejar lagi kayu jatuh.

Tidak ada beda dengan guk guk saat ini, lol. Berulang terus sampai lemparan ke 23.

Plakk

Kayu terkena ke buah namun hanya bergoyang sedikit.

"Keras lalu!? harus lebih kuat." gumam 43 sambil melotot.

Begitu terus tanpa mengenal lelah 43 berusaha. Jika ada pilihan lain mungkin sudah saatnya menyerah dari melempar. Sempat terkena 4-5 kali dipangkal tangkai buah dari 40 lemparan. Lemparan ke 63 membuahkan hasil, buah jatuh ke tanah.

43 tersenyum, "mancing mania! mantap!"

Melangkah pelan mendekati buah, dengan santai 43 memungutnya. Ada bekas retakan dan penyok dibadan buah juga goresan di sana sini. Mengusap usap dengan telapak tangan untuk membersihkannya dari tanah dan daun. 43 mulai membolak balik memeriksa buah. Ukurannya sebesar buah melon normal. Memiliki kulit yang keras berpola mirip buah melon.

Hanya saja warnanya hijau seperti sukun dan motif kulit buah jika diperhatikan ada line hijau pekat sedikit seperti spiral berjumlah 2 spiral di permukaan kulit buah. Menghentakan buah ke akar pohon Khuldi dari bagian retakan.

Prakk

Buah terbelah 2. Bagian dalam kosong mirip buah melon. Daging buah warna emas pudar dan tidak ada biji. Mengendus sedikit 43 tidak merasakan adanya bau-bau tertentu selain bauh harum buah segar. Menjilat sedikit ada perasaan mengelitik dilidah.

"Ehhmm... tidak ada yang aneh!" gumam 43.

Mencongkel sedikit daging buah dan mulai menelannya.

Dewi Sri

Menaikan suhu tubuh dilingkungan yang dingin merupakan salah satu langkah tubuh untuk beradaptasi. Perasaan nyaman saat berada diluar, dibawah sinar matahari langsung untuk pertama kalinya. Saat terlalu lama diruangan ber AC. Perasaan hangat itu sama seperti ketika menyentuh langsung semen, aspal, batu atau pun benda hangat karena sinar matahari menggunakan telapak kaki.

Ada semacam hawa panas yang meresap dari kaki ke seluruh tubuh disertai perasaan merinding sedikit. Perasaan antara nyaman dan merinding, itulah yang dirasakan 43 ketika menelan sepotong buah Khuldi. Perasaan ini berlanjut dalam beberapa menit dan membuat suhu tubuh menjadi sedikit hangat. 43 tidak terlalu mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Sepotong buah tidak membuat banyak perubahan namun tidak juga merugikan.

Tidak banyak perubahan yang terjadi?

Memantau seluruh tubuhnya, menggerakan tangan kaki, mencoba berdiri, berlari kecil, jongkok, push up, melompat.

Aku terlalu naif, lol

Belum juga 1 menit setelah makan, bahkan obatpun tidak se'dewa itu baru minum langsung bereaksi.

Melirik ke arah bivaknya, mengambil ransel dan meletakannya dibawah pohon khuldi serta buah diatas ransel. Merambah ke semak disekitar 43 mencari bahan bahan yang bisa gunakan untuk memperbaharui bivak.

Kayaknya lebih sejam sudah berlalu.

Masih merasa energik tubuh ini?

Aku rasa buah ini memberikan sedikit kebugaran terhadap tubuh.

Mengambil setengah buah dan memecahkannya menjadi 10 bagian yang lebih kurang sama. Mengigit buah dan menyisakan kulitnya yang keras. 43 mengambil posisi semedi dan memejamkan mata. Berusaha merasakan perasaan yang sama seperti semula. Menarik nafas yang tenang dan teratur, mengosongkan pikiran, mempertajam indra terhadap perasaan itu. Sama seperti perasaan lelah ketika telah mendaki puncak gunung. Duduk di puncak menikmati pemandangan indah dari atas.

Pertama tama intensitas merinding semakin ketara. Tubuh tambah semakin panas namun nyaman. Mengulangi terus mengulangi perasaan itu. Tanpa sadar 43 bisa merasakan peredaran darah mengalir melalui pembuluh darah. Bahkan detak jantung semakin keras terasa. Gemericik air danau, dahan pohon yang tertiup angin, aroma segar udara sekitar, bahkan hembusan angin kecil yang melewati kulit terasa ketara. Seiring waktu berjalan, 43 mencium bau asam dan hawa semakin dingin.

Membuka mata perlahan.

Sudah sore, badan bau asem lagi ni.

Bangkit dan melangkah ke danau, 43 membersihkan diri. Terdiam sebentar memandangi air danau. 43 mengambil tegukan kecil.

gulpp...

ehhmm...segar, kayak air kemasan murni.

Terus mengambil beberapa tegukan lagi untuk memenuhi rasa dahaganya. Mengemasi jemuran, tidak lupa mengambil beberapa buah liar disekitar untuk dibawa ke bivak.

Aku masih ada kira kira 19 potong buah khuldi.

Jangan rakus Leon, lakukan bertahap.

Ini bukan kartun kau bisa lakukan semaumu tanpa pikir tidak bisa mati.

43 bergumam pada dirinya sendiri, menyakinkan dirinya bahwa tidak ada namanya jalan pintas atau kebal, seperti karakter karakter utama komik maupun novel. Sambil mengunyah buah  liar yang ditemukannya 43 bergumam lagi.

Setiap informasi sangat penting.

Harus dijalani bertahap satu demi satu.

Jika aku bertahan dengan satu potong mungkin tahap berikutnya 2 potong.

Saking seriusnya 43 bahkan lupa apakah aman mengkonsumsi buah buah liar disekitarnya.

Benar seperti yang di katakan Caesar.

Mungkin buah ini bisa memurnikan tubuhku.

baru aku bisa beradaptasi didunia ini.

Mengambil sepotong buah khuldi dan memakannya lagi. 43 melakukan hal sama selama 10 hari, pagi ketemu sore memakan sepotong buah khuldi. Mandi, kemas, mencari buah liar, berlanjut lagi sampe pagi hari. Begitu juga pagi, bangun, mandi, olaharaga ringan dan melanjutkan meditasi seperti semula.

Beberapa hari kemudian, jauh dari bivak 43 tampak 2 sosok sedang mengamati.

"Sayang sekali..." Yuna mendesah lirih.

"Hahahahaa... paling tidak dia masih hidup dan sehat." Sambut Caesar sambil tertawa.

"Sudah 10 hari seperti ini." lanjut Yuna.

"Biarkan dia berdiri dengan sendirinya. Jika dia harus mati ya dia mati, jika dia harus hidup ya dia hidup. Campur tangan bisa menghasilkan buah yang baik, tapi tidak unik." Kata Caesar yang mulai serius.

"Pun... sudah terlambat." kata Yuna sambil mengangkat bahu tanda pasrah.

Membuka mata, 43 keluar dari bivak.

"Jadi itu kamu Yuna." kata 43 sambil melangkah mendekati Yuna dan Caesar.

Yuna melirik Caesar lalu bersama sama menuju ke arah 43.

"Helllooo" sapa Yuna.

"Jadi kamu Peri toh!" tegas 43.

Sedangkan Caesar mengamati 43 dari ujung kaki ke kepala.

"Peri?" Yuna mulai bingung.

"Sayap 4 buah, 2 pasang seperti tingker bell, ukuran kecil lagi, lol" 43 terkikih sambil menatapi Yuna.

"heemm..." tetap saja Yuna bingung.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Caesar.

"Jauh lebih segar dan bugar. Aku rasa indraku semakin meningkat." Jawab 43.

"Ehhmm..." Caesar mulai menganalisa.

"Kalau normal aku mungkin tidak bisa mendengar percakapan kalian dari jarak itu. Apalagi pandanganku semakin jernih dan jelas. Makanya aku bisa memastikan itu kalian." Pungkas 43.

"Tidak merasakan hal lain?" tanya Caesar.

"3 hari ini memang aku merasa ada hawa tertentu. Seperti hawa panas sinar matahari, namun ini panas, dingin, normal, bercampur aduk. Bisa aku serap kedalam tubuh namun tidak bisa dipertahankan. Selalu menyebar keseluruh tubuh. Karena sebarannya membuat tubuh terasa nyaman ya... sudah ku lanjutkan seperti itu 2 hari ini. Karena itu tidak sabar bagaimana nembakan api, petir, terbang, haa.... keren niii..." 43 menjelaskan sambil berangan angan.

"Kamu tidak bisa." kata Yuna tegas.

"Huh?" 43 terlihat bingung.

"Untung saja kamu masih hidup." pungkas Yuna.

"Maksudnya?" tanya 43 yang mulai sedikit takut.

"Hahahaha... jangan terlalu dipikirkan, ikutlah dengan ku." Caesar memotong pembicaraan.

Dengan jentikan jarin, caesar memecah dimensi ruang disampingnya. Dibalik celah dimensi tampak sebuah ruangan dari dinding batu dengan segala macam perabotan. Mengikuti Yuna dan Caesar, 43 tiba disebuah ruangan itu atau lebih tepatnya gua batu berukuran 10 x 10 meter.

Ada tempat tidur muat untuk satu orang. Ada meja belajar dengan rak buku disampingnya. Ruang tamu dengan meja bulat besar, serta beberapa kursi permanen seperti tabung. Uniknya semua perabot murni terbuat dari batu dengan pengerjaan yang halus dan bersih. Dapur juga ada, yang terpisah oleh dinding batu namun bersebelahan.

"Jadi tinggal disini?" kata 43 yang terlihat sedikit kagum.

"Duduklah." pungkas Caesar.

43 mengambil langkah dan duduk di meja bundar ditengah ruangan bersama Caesar.

"Yuna." panggil Caesar.

"Iya...sebentar aku buat minuman dulu." Jawab Yuna.

"..... apa aku melakukan sesuatu yang salah?" 43 membuka sebuah pembicaraan.

"Menurutmu?" tanya Caesar.

"Selama ini baik baik saja. Tidak ada yang aneh-aneh?" jawab 43 sedikit ragu.

"Kamu percaya bahwa dunia itu memiliki aturan mainnya sendiri? baik dunia ini ataupun bumi?" tanya Caesar lagi.

"Ehmm... tentu, seperti halnya gravitasi. Benda tetap akan kembali ke bumi tidak akan melayang kecuali karna gaya gaya tertentu, di bumi lebih kurang begitu." Jawab 43.

"Pohon kehidupan KHULDI, awal mula terciptanya kehidupan didunia ini dikarena kan pohon itu. Dapat dikatakan semua energi ini asalnya dari khuldi. Khuldi jugalah yang menjaga keseimbangan ekosistem ini. Apapun itu, selama berada diluar aturan akan dianggap asing dan harus dimurnikan. Seperti halnya penyakit, tubuh memiliki sistem pertahanan sendiri terhadap benda asing yang tidak dikenali tubuh ini dan harus di musnahkan. Begitu juga energi, ada 3 jenis energi utama, tersebar diseluruh didunia ini." Caesar menjelaskan.

Pertama, berbentuk kabut emas pudar dinamakan energi tubuh. Tenaga dalam atau biasanya di sebut CAKRA. Melambangkan kekuatan tubuh, Infestasi dari energi matahari, bulan maupun bintang.

Kedua, garis warna warni disebut MANA. Melambangkan elemen elemen kehidupan, seperti api, air, angin, bumi, cahaya, kegelapan. Element lain seperti petir, tanaman merupakan bagian dari kombinasi element utama. Pondasi elemen tersebutlah yang melahirkan sihir.

Ketiga, spirit / ROH. Perwujudan dari jiwa jiwa mahluk hidup yang telah meninggal. Wujudnya selalu berbeda beda, kadang bulat, lonjong, kubus dll. Hanya mahluk kelas tinggi yang masih mempertahankan wujud semasa hidupnya.

43 menyimak dengan serius penjelasan Caesar.

"Ketiga energi itu disatukan dalam satu kesatuan yang membentuk dunia ini oleh KARMA, memberi dan menerima. Dunia memberi Khuldi energi dan khuldi menerima. Begitu juga khuldi memberi dunia energi dan dunia menerima. Akibatnya lahirlah mahkluk hidup, tanaman dll." Caesar kembali menjelaskan.

"Yin dan Yang." Sambung 43 sedikit mengangguk.

"Karena itu setiap mahluk hidup maupun benda mati memiliki energi karma didalam dirinya." Caesar menambahkan.

"Jadi begitu, aku tidak memilik karma.." kata 43 sedikit tertunduk.

Yuna datang dengan membawah seteko minuman dan 2 gelas.

"Minumlah." perintah Caesar.

"Slurpp.. teh yang wangi." 43 meneguk teh yang disediakan.

"hehe.." Yuna terkikih senang mendengar pujian 43.

"Lalu kenapa aku tidak bisa magic?" tanya 43.

"Tidak hanya magic, bahkan cakra dan spirit kamu tidak bisa." Jawab Caesar.

"Lah?" 43 mulai termenung.

"Seperti halnya gelas kosong ini. Tergantung apa isi gelas, bisa merubah nama minumannya. Dengan mengkonsumsi buah Khuldi. Pondasi tubuhmu terbentuk oleh karma bukan 3 energi utama (cakra, mana, roh). Karma yang ada  sudah merekonstruksi ulang tubuhmu. Hingga bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan ini. Tubuh bagaikan kunci, yang membuka dan mengunci energi untuk dapat disimpan dan digunakan oleh diri sendiri. Semua mahluk hidup didunia ini dapat mengunci atau menyimpan energi. Tindakan inilah yang melahirkan segala macam skill, kemampuan, tehnik dll. Intinya peta rekonstruksi tubuhmu tidak memungkinkan untuk menyimpan energi ini baik magic, cakra, roh. Namun bisa merasakan melalui inderamu, bisa menggunakan tapi hanya untuk pemurnian atau rekonstruksi tubuhmu. Khusus lagi untuk karma seperti yang kamu alami saat meditasi. Mungkin bisa memanfaatkan energi murni ini (Karma), tapi siapa yang tahu? tidak ada orang sepertimu didunia ini sepanjang pengetahuan aku. Suatu saat jika kamu ingin mendapatkan energi itu (cakra, mana dan roh), berarti harus merubah total tubuh menjadi yang baru, dengan kata lain itu bukanlah dirimu melainkan orang baru." Caesar menjelaskan.

"Jangan bilang kalau aku memakan duluan buah warna warni disekitar sebelum buah khuldi?" kata 43 yang mulai sedikit paham.

"Nasi sudah menjadi bubur." jawab Caesar.

"Arrrr...tidaaakkkkk..." 43 berteriak kesal.

"(Apa aku harus berlari sepanjang hidupku? bye superman... hiks hiks)...haiiiss... buah yang langka." Lirih 43 yang terlihat kecewa.

"Hahahaha.... tidak semua mahluk brani mencoba mencicipi kematian." tegas Caesar sambil tertawa.

"huh?" sekali lagi 43 mulai bingung.

"Mahluk hidup tidak memilik hak untuk memiliki, mengendalikan, menyimpan energi utama ini. Karma dari Khuldi menolak sesuatu yang tidak murni dan sudah bercampur aduk. Memurnikan dalam artian menghilangkan energi baik cakra, mana maupun roh. Tetapi tubuh tetap menolak dan tetap mempertahankan 3 energi itu. Konflik ini yang dapat mengakibatkan ledakan energi, alias mati." tegas Caesar.

"Tapi kan...masih ada karma juga didalam tubuhnya?" tanya 43.

"Air murni di campur sari jeruk apakah masih air murni? atau air + sari jeruk?  tidak kan! tentu saja namanya air jeruk. Walaupun sebenarnya ada air murni didalam campuran air itu." jawab Caesar.

"Benar juga...Selamanya akan seperti ini lah aku, hiks hiks" 43 terlihat kecewa lagi.

"Menguasi tongkat, pedang, tombak membuatmu menjadi ahli senjata. Menguasai hanya pedang membuatmu menjadi master pedang." kata Caesar membimbing 43.

"(Merenung)... kalau karma bisa memurnikan semua energi yang tidak seharusnya ada. Kenapa kalian masih hidup? kenapa aku juga masih hidup? Kenapa aku mendengar kalian berbicara bahasa bumi bahkan Indonesia bukan inggris atau jepang? Caesar juga bisa bahasa aku bahkan sebelum aku makan buah khuldi? yang paling penting kenapa aku bisa berada disini! sepengetahuan aku masih hiduplah, bukan juga renkarnasi atau gimana gitu?" tanya 43 penuh kebingungan.

"(melirik ke arah dimana pohon khuldi berada, lalu memandang ke arah 43 lagi) dia akan menjelaskan kepadamu semuanya saat waktunya tiba. Untuk saat ini, berlatih sampai tubuhmu benar benar terbiasa dan murni." jawab Caesar.

43 kembali terdiam. Tentu saja banyak hal yang masih menggantung dan penuh tanda tanya. Namun Caesar sepertinya tidak akan berbicara lebih lanjut. Sedangkan Yuna hanya sibuk berputar putar diruangan tanpa peduli dengan apa yang kami bicarakan.

"Terima kasih atas informasinya\, paling tidak sekarang aku tahu kemana harus melangkah." pungkas 43*.*

Tidak ada ekspresi sedih, senang, maupun marah di muka. Hanya kening mengkerut dengan berjuta pemikiran. Tidak bisa menguasai 3 energi ini, tidak bisa mempelajari semua kemampuan. Sempat membuat 43 kecewa. Namun apa daya takdir berkata lain. Pada akhirnya 43 tetaplah manusia dengan peta DNA manusianya. Setinggi apa dia mencapai tergantung dengan apa yang dimiliki sekarang, sebagai manusia bumi.

Dengan bantuan Caesar 43 kembali ke bivak. Berkeliaran sebentar mencari buah liar untuk snack. Mengambil posisi bersila di tepi danau sambil mencerna semua informasi yang baru diterimanya.

ehmm...monchh monchh muanchh (mengunyah buah)

Kalau firasat aku benar mungkin aku bisa seperti Rock Lee.

Dalam 10 hari saja sudah ada peningkatan, masih ada ruang untuk peningkatan ini.

.

.

.

Kalau kuat mungkin bisa seperti Maito Gai, hehehe...

HAHAHAHAHAH....

Buahahahah...

tapiiiii....

SAITAMA IM COMING BABYYY !

wuahahahahaha....

Peduli amat dengan sihir, pak Amat jak tidak duli, kalau bisa onepunch one kill emangnya kenapa?!

Waktunya bekerja!

Tidak ada rotan akar pun jadi, begitulah kira kira apa yang dialami 43 saat ini. Meratapi apa yang tidak bisa dimiliki hanya membuang waktu. Otaknya mulai berfikir apa yang mungkin bisa didapat dari jalan berbeda ini.

Sebulan sudah berlalu, tekun dengan rutinitas bertapanya terkadang Yuna datang berkunjung. Apakah hanya untuk main atau ngobrol. Paling tidak 43 tidak kesepian.

"Sepertinya latihan mu sudah selesai?" tanya Yuna.

"Tidak...tubuhku memang sudah sedikit tebiasa. Meningkatkan kemurnian lebih dari ini tidak ada artinya. Aku harus meningkatkan fisik tubuhku untuk meningkat ke level berikutnya. Setelah itu baru aku bisa memurnikan lagi tubuh ini." Jawab 43.

"Helo" sebuah suara menyapa 43.

"Ada apa yuna?" tanya 43 dikala mendengar suara itu.

"Huh? apa?" Yuna mulai bingung.

"Keluarlah." suara itu terdengar lagi.

Sedikit bingung, 43 melirik Yuna dan melangkah kan kaki ke luar bivak. Melirik kiri dan kanan mata akhir tertuju keatas pada pohon Khuldi, kening 43 mulai mengkerut. Tampak sosok bayangan putih, berambut panjang, berparas cantik dengan mata sipit, mengenakan gaun panjang, ada tato garis hitam spiral dikening.

"Apa aku mengenalmu?" kata 43 yang terlihat bingung menatap sosok itu.

"Siapa?" tanya Yuna yang juga bingung melihat tingkah 43.

"Itu!" 43 menunjuk keatas pohon.

"Mana?" Yuna berusaha mencari.

"Aku alfa dan omega, awal dan akhir, KARMA. Tidak ada yang bisa melihat mendengar tanpa seizin aku." kata sosok itu.

"(hantu darimana ini, sejak kapan dia disini kok aku tidak merasakan apa apa), aku 43...salam kenal. Apakah ada yang bisa aku bantu?" pungkas 43.

"Kupercayakan sebuah misi untukmu." jawab sosok itu.

"Ehmm.... apa itu?" balas 43 yang mulai penasaran.

"Memulihkan 12 benih kehidupan." kata sosok itu.

"... 12 benih kehidupan?" tanya 43.

"Iya." tegas sosok itu.

"....." 43 mulai terdiam.

"... ehmmm, ok gini. Pertama jelaskan detail apa itu 12 benih kehidupan? dimana? kenapa aku?" kata 43 yang terlihat melas dan memohon.

"Langkahkan kaki keluar.. dengar, bicara, pelajari, dan temukan." jawab sosok itu dengan singkat.

"Tapi..." 43 mulai sedikit keberatan.

"Kalau bukan karena anugrah ku, kamu sudah ke surga saat ini." potong sosok itu.

"Ehhh?...ehmn.....,( membusungkan dada, tangan dipinggang satu dan satu telapak tangan dengan jari mekar ke arah karma ) nuan tenang, terima bersih... Brebesss boss!" jawab 43 dengan tegas walau di hati mulai dongkol.

"3 permintaan untuk persiapan, mintalah apa saja." kata sosok itu.

43 tersenyum sinis. "Bener sikit? aku mau menjadi kuat seperti saitama."

"Berlatihlah." tegas sosok itu.

"...." 43 terdiam sesaat mendengar jawaban singkat itu.

"Kalau gitu aku ingin uang yang banyak, hahaha..." kata 43 sambil tertawa.

"Bekerjalah." jawaban singkat muncul lagi dari sosok itu.

"...." sekali lagi 43 terdiam.

"Waslliii!? gini saja...berikan aku pendamping perjalanan ini wanita cantik, dewasa, semok, seksi, chubby chubby, imud imud, unyuk unyuk (sambil ngiler), hehehe... (mata mesum keluar)." melas 43 sambil berkaca kaca.

"Bercerminlah." tegas sosok itu menyindir 43.

.

.

.

"Niat ngasi ndak sich? grrrr..." kata 43 yang mulai emosi.

Melihat 43 yang mulai emosi. Sosok itu hanya diam sambil tersenyum kepada 43.

"Haizzz (geleng-geleng), susah uga jalan pintas ni. Berikan aku sesuatu alat atau apalah yang bisa mengendalikan gravitasi untuk beban tubuh demi pelatihan." sambung 43 yang telah kecewa.

"Sentuk pohon khuldi." perintah sosok itu.

43 melangkah kaki ke arah batang pohon dan menyentuhnya. Seketika itu pada kedua pergelangan tangan, 2 betis, dan dada ada semacam kehangatan. Diikuti kemunculan tato berbentuk ketupat seukuran kelingking berwarna putih.

"Rasakan dan banyangkan saja berapa beban yang diinginkan." pungkas sosok itu.

abu abu : 1-99 kg

kuning   : 100 - 999 kg

orange  : 1 - 99 ton

hijau     : 100 - 999 ton

ungu     : 1 - 99 kilo ton

coklat    : 100 - 999 kilo ton

Hitam     : 1 - 1000 mega ton

"Setelah diaktifkan warna nya berubah sesuai beban." sambungnya.

43 mulai melirik kiri dan kanan pergelangan tangannya. Tampak senyum kecil diujung bibir.

"Aku harus mulai dari rock lee ini\, kedua aku ingin pakaian lengkap dan senjata." pinta 43*.*

Dengan gerakan tangannya. Tampak sosok ini sedang menarik akar dari tanah. Akar kemudian terurai menjadi benang benang tipis dan mulai merajut menjadi 7 buah kaos berwarna coklat keabu abuan, celana pendek selutut 7 buah, celana dalam 7 buah, serta menjadi sendal gunung 7 pasang serta 7 pasang sepatu kets.

Benang benang akar tadi mulai merajut menjadi satu kesatuan padat memanjang menjadi tongkat seukuran gengaman 43 sepanjang 1,5 meter. Dapat memanjang maupun menyusut sesuai kebutuhan. Ada tato ketupat juga ditengah tongkat yang mana dapat dibebani juga tergantung pengguna.

"Telan benih ini, itu akan membantumu dengan banyak hal. Pelatihan beban gravitasi milikmu memerlukan bantuan benih ini untuk bekerja. Juga bisa sebagai alat komunikasi dengan semua pohon khuldi yang tersebar diseluruh dunia, host spirit, dll. Manfaatkan benih ini untuk merekonstruksi pakaianmu, jika rusak asalkan dekat tanah atau tanaman itu bisa diperbaiki. Tentu saja itu tergantu kamu dan tidak akan otomatis perbaikan sendiri. Apa hal terakhir yang kamu inginkan?" tanya sosok itu pada 43 setelah menjelaskan sesuatu.

".......Jelaskan padaku, kenapa aku berada didunia ini. Kenapa aku bisa sampai disini?" tanya 43 penuh harapan.

"Apakah kamu percaya pada takdir?" sosok itu balik bertanya.

"Tidak juga..." jawab 43 sedikit ragu.

"Bumi tidak membuangmu, namun dunia ini juga tidak mengundangmu. Ada benang takdir yang membawamu kesini. Bagiku kehadiranmu merupakan sesuatu yang tidak diharapkan. Namun dengan melihat kondisi dunia ini sudah berada pada jalur yang tidak seimbang, aku mengharapkan sesuatu yang lebih darimu. Melihat lebih jelas kedalam dirimu aku merasa ada potensi khusus sebagai pihak ketiga penjaga keseimbangan dunia ini. Tidak berada pada fraksi manapun, tidak terlibat apapun dengan siapapun. Dengan membawa pola pikiran dari bumi, diharapkan dapat membuat keputusan yang adil bagi dunia bukan terhadap mahluk hidup yang ada didunia." kata sosok ini pelan.

"Semoga saja bisa menjadi apa yang kamu harapkan," kata 43.

"Jadilah dirimu sendiri, kamu adala gelas kosong, tergantung pada dirimu untuk mengisinya dengan apapun yang kamu kehendaki. Aku hadir bukan untuk menunjukkan jalan namun menemanimu melalui jalan itu," ujar sosok itu.

Sosok itu melanjutkan, "mengenai bahasa, menggunakan sedikit kemampuan ku untuk membuat link dengan pikiranmu, maka caesar bisa mengerti namun dengan benih yang ada pada dirimu malah menjadi lebih mudah. Namun ada bejuta bahasa didunia ini, sama halnya dengan menulis dan membaca. Jika tidak memiliki informasi mengenai kosakata apakah kamu bisa melakukannya? Mendengar dengan batas batas tertentu masih bisa tapi tidak semuanya."

"KEBETULAN! ehmm... benar benar, itu dia yang sebenarnya terjadi padaku." Pungkas 43 yang mulai mengerti situasi.

"(Tersenyum), untuk tes pertama apakah kamu siap atau tidak melangkah keluar. Akan ada pertandingan persahabatan 10 bulan lagi disisi belakang pulau ini. Pesertanya mahluk hidup di wilayah ini. Minimal jadi lah peringkat ke 3 dalam kompetisi, baru kamu bisa dianggap layak mengarungi dunia ini. Untuk sparing kamu bisa meminta bantuan caesar (senyum)," kata sosok itu.

"Mau bagaimana lagi. Paling tidak aku berpetualang sekalian membantumu," ujar 43.

Sosok itu tersenyum, "Terima Kasih (membukuk sedikit). Sebelumnya kita belum benar benar berkenalan, nama ku adalah Dewi Sri, Dewi dunia bawah yang menjaga kemakmuran. Ada banyak dewa dewi disini, mungkin akan datang masanya mereka membutuhkan bantuan dan tentu saja ada reward yang bisa diberikan. Yang terakhir, Bumi tempat asalmu, namun KLEMANTAN tempatmu bernaung sekarang. Salam dan selamat datang di Klemantan 43."

"Salam kenal juga," balas 43.

43 mengulurkan tangan menawarkan jabat tangan sebagai simbol perkenalan, Dewi Sri menyambutnya dengan tangan kanannya juga. Seketika itu juga Dewi Sri yang awalnya sosok terlihat buram kini mulai terlihat nyata, perawakan yang cantik seperti bidadari.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!