Bab 20 - Beri Mereka Makan!

...Bab 20 - Beri Mereka Makan!...

“Hah? Oh ini anu tadi kaki aku kepentok pintu kamar mandi,” kilah Ratu berbohong.

“Pintu kamar mandi? Wah, kalau pintunya mencelakai Non, nanti aku bilang sama Pak Panjul buat ganti pintunya, ya?”

“Nggak apa, Ti, nggak usah repot-repot. Maaf, aku mau istirahat dulu. Bisa tinggalkan aku sekarang, Ti?” pinta Ratu.

“Bisa, Non. Tapi, saya bersihkan dulu lukanya, ya?” 

“Gak usah, Ti! Biar aku aja yang obati. Kamu pergi aja, ya. Aku capek banget, nih.”

“Baik, Non. Silakan kalau begitu. Nanti saya panggil buat makan malam aja, ya. Sekarang Non Ratu silakan istirahat.”

Siti lantas beranjak dari kamar sang majikan. Ia tutup pintunya perlahan sembari melayangkan senyum ke arah Ratu. Sesekali ia melihat luka di kaki sang majikan dengan tatapan yang masih bingung. Namun, Ratu buru-buru menutupi.

...***...

Peluh bercucuran di wajah Ratu, tidur siangnya mulai tak nyenyak. Alam bawah sadarnya membawanya menuju ke sebuah sumur tua di dalam hutan jati. Tubuhnya tak dapat berdiri tegak. Ia mulai goyah dengan sakit kepala yang hebat. 

“Di mana aku?” lirihnya seraya berpegangan pada sebuah pohon jati.

Sesosok tangan yang mungil menyentuh tubuh bagian belakang gadis itu. Ratu menoleh ke arah anak laki-laki yang berwajah pucat. Senyumnya dingin dengan tatapan tajam. 

“Si-siapa kamu?” tanya Ratu ketakutan.

Terpampang sayatan melintang di wajah anak lelaki tersebut yang muncul perlahan seraya mengeluarkan tetesan darah segar. Anak itu tak menjawab pernyataan Ratu. Ia lalu menarik tangan gadis itu untuk mengikutinya. Sekuat tenaga Ratu ingin melawan, tetapi langkahnya tak kuasa mengikuti tarikan anak tersebut.

Anak itu membuat langkah Ratu terhenti tepat di depan sumur tua tadi. Kemudian, ia menaiki bibir sumur dan duduk menghadap Ratu. Mengulas senyum yang membuat bulu kuduk gadis itu meremang.

“Apa yang kamu lakukan di sana?” 

Lagi-lagi pertanyaan Ratu hanya dijawab dengan senyuman dingin. Tiba-tiba, anak itu membuat dirinya jatuh begitu saja ke dalam sumur. Ratu segera bergegas menghampiri. Namun, kali ini gadis itu mengeluarkan teriakan yang mencekam.

Aroma anyir darah dan bau busuk menguap menusuk indera penciuman gadis itu. Apalagi penglihatannya baru saja mendapati kenyataan mengerikan. Anak lelaki tadi terbaring tak bernyawa dengan kondisi tubuh yang tak utuh. Tubuh mungilnya yang setengah bagian menindih tubuh lainnya. Ratu semakin ngeri ketika ia mendapati di dalam sumur yang mulai mengering tersebut, banyak terdapat tubuh anak-anak lainnya yang tak utuh. Kaki gadis itu terasa lemas sampai jatuh bersimpuh ke dinding sumur. Gadis itu menangis ketakutan.

“Ratu.”

Seorang pria menepuk bahu Ratu, mengejutkannya.

“Ba-bapak,” ucap Ratu seraya mendongak.

Pria berwujud Tuan Hadinata itu menurunkan diri lalu bertumpu pada kedua lututnya.

“Dia butuh makan, Nak. Beri dia makan. Jika tidak kamu beri makan, maka dia akan memintamu menjadi tumbalnya,” ucapnya.

“Dia? Dia siapa yang harus aku beri makan?” Ratu mengernyit seraya mengusap buliran bening di pipinya.

Tuan Hadi menoleh ke arah para makhluk kerdil yang mulai bermunculan tak jauh dari tempat keduanya berada.

“Mereka butuh makan. Jangan sampai mereka menjadikanmu makanan sama seperti yang mereka lakukan padaku. Bapak mohon, kamu harus bertahan ya, Nak.”

“Makanan apa, Pak?” Ratu masih tak mengerti.

“Yang kamu lihat dalam sumur itu adalah makanan mereka.”

“APA?! Aku nggak mau! Aku nggak mau mencari tumbal atau dijadikan tumbal pesugihan Bapak! Aku nggak mau! Lebih baik aku miskin daripada harus mengorbankan nyawa anak-anak tak bersalah, Pak!” bentak Ratu.

“Kamu keturunan ku, Nak. Kita tidak bisa lepas dari mereka. Begitu juga dengan keturunanmu selanjutnya.”

“Aku nggak mau! Pokoknya aku nggak mau!” pekik Ratu.

Sosok Tuan Hadinata lantas berdiri. Ia hanya tersenyum seraya menjauh. 

“Maafkan Bapak, Nak. Maafkan Bapak.” 

Dua makhluk kerdil menarik tangan Tuan Hadinata membawa pria itu yang perlahan lantas menghilang. Sosok satu makhluk mengejutkan Ratu. Mencengkram kedua bahu gadis itu.

“Perlahan kau pasti akan menyukai aroma darah dan rasanya, Tuan Putri.” 

Suara menyeramkan itu menggema di gendang telinga Ratu. Gadis itu tak dapat bergerak. Ia hanya bisa menunduk dan menutup mata. 

“Lepas! Lepaskan aku! Lepaskan aku!

Ratu terus berteriak sambil menangis. Guncangan hebat terasa di tubuhnya, menyadarkannya dari mimpi buruk sore itu, tepat pukul lima.

“Non, bangun Non!” pekik Siti.

Siti terus mengguncang tubuh Ratu sampai gadis itu terjaga.

“Si-siti?” 

Setelah memastikan sosok di hadapannya adalah Siti, Ratu lalu memeluk gadis itu seraya menangis.

“Ia, Non. Ini Siti, Siti Baduri yang cantik jelita di desa ini,” sahutnya.

Ratu semakin menangis histeris menuangkan rasa takutnya agar lebih lega.

“Hmmm, Siti tau nih. Non Ratu pasti mimpi buruk, ya? Si mbok tuh pernah bilang kalau tidur habis ashar dan menjelang magrib, bisa mimpi buruk bahkan bisa cepet gila,” tuturnya.

Ratu melepas pelukannya begitu saja menghempas Siti menjauh.

“Kamu mau bilang aku gila, begitu?” tuding Ratu.

“Bu-bukan gitu, Non. Ya, pokoknya gak baik kalau tidur di jam segitu. Non Ratu mimpi apa, sih? Kok, sampai teriak-teriak begitu, malah sampai nangis?” tanyanya ingin tahu.

“Aku mimpi ketemu makhluk kerdil yang mengerikan, Ti. Terus ada sumur penuh mayat anak kecil, ih pokoknya serem. Terus ya aku ketemu sama–”

Ratu menghentikan ucapannya kala ia ingin mengatakan kalau ia bertemu dengan ayahnya di dalam mimpi. Bahkan ayahnya ingin ia melanjutkan ritual pesugihannya dengan memberi makan para makhluk kerdil itu.

“Ketemu siapa, Non?” tanya Siti.

“Aku mau ketemu sama Tante Mira. Sekarang dia di mana?” Ratu bangkit dan bergegas keluar dari kamarnya untuk mencari sang ibu tiri yang juga adik ibunya itu.

“Di ruang buku, Non!” teriak Siti karena Ratu buru-buru menuruni anak tangga.

Ratu semakin mempercepat langkahnya menuju ke ruang perpustakaan keluarga yang ada di dekat kamar utama.

“Apa maksud Non Ratu di mimpinya ketemu sama Nyonya Mira, ya? Ya jelas aja mengerikan, wong dia kayak nenek sihir gitu, jelas aja Non Ratu takut,” gumam Siti seraya tertawa.

“Siapa yang kamu bilang nenek sihir?” Sari datang tiba-tiba mengejutkan Siti dan sudah berdiri di belakangnya.

“Astaga, ya Non lah yang kayak nenek sihir!” spontan Siti menjawab.

“Heh, apa kamu bilang?” Sari berkacak pinggang.

“Eh, bukan gitu. Maksudnya tadi Non Ratu habis mimpi buruk ketemu nenek sihir,” sahut Siti sembari melangkah mundur untuk menuruni anak tangga.

“Lah terus habis mimpi ketemu nenek sihir, dia mau ke mana itu?” tanya Sari makin kesal.

“Mana saya tahu, Non? Lagian kok tanya saya, hehehe.” 

Siti segera bergegas berlari menuruni anak tangga untuk menghampiri Ratu.

“Heh, tunggu aku!” Sari mengejarnya.

...*****...

...To be continued ...

Terpopuler

Comments

rodiah

rodiah

oh tumbal itu makanan si kerdil... kejam banget itu pak hadinata...

2024-06-22

1

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

lanju

2024-06-21

1

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

lebih serem dari Tante mira

2024-06-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!