Bab 11 - Hantu di Puskesmas Desa

...Bab 11 - Hantu di Puskesmas Desa...

...***********...

Adam, Adit, dan Sule sampai di sebuah bangunan yang digunakan sebagai puskesmas desa. Namun, tempat itu tampak sepi. Seorang pria kurus dengan rambut keriting dan berusia 40 tahun datang menyapa.

“Pagi, Mas! Ini semuanya yang dokter dari kota itu, ya?” tanyanya.

“Belum jadi dokter, Pak. Baru magang,” sahut Adit mengusap tangannya yang belepotan makanan ringan lalu mengulurkannya ke arah pria tadi.

“Nama saya Adit, Pak. Ini Adam dan Sule. Saya ketua di sini,” ucapnya.

“Sejak kapan kita ada ketua? Jangan ngarang dah lu!” sungut Sule.

“Nama saya Pak Pardi. Saya penjaga puskesmas di sini,” ucapnya.

“Saya Adam, Pak.” Adam gantian menjabat tangan Pak Pardi.

Pardi menoleh ke arah Sule.

“Anaknya Mbak Harti, ya? Kakaknya Mas Karyo?” tanyanya.

“Iya, Pak. Saya Sulaiman, panggil aja Sule,” jawabnya.

“Wah, apa kabar ibu dan bapakmu? Udah sugih sekarang, kan udah pindah ke kota?” tanyanya.

“Hehehe, saya belum kaya, Pak. Sedang menuju kaya. Pak, ini petugas pada ke mana? Emang nggak ada pasien yang sakit di sini?” tanya Sule mengalihkan perhatian Pardi. Dia tak mau pria itu banyak tanya lagi perihal keluarganya.

“Wah, di desa ini udah nggak ada yang mau berobat ke sini. Apalagi anak-anak yang sakit, pada diobatin di rumah aja nggak mau dirawat ke sini,” jawabnya.

“Loh, kok bisa gitu? Kirain saya puskesmas di sini penuh karena wabah penyakit yang kita dengar itu,” sahut Adam.

“Nah, itu lah, Mas. Sampai petugas puskesmas sendiri pada pindah karena takut juga lama-lama di sini, nggak ada pasien juga,” kata Pardi seraya mempersilakan Adam dan lainnya mengikutinya ke sebuah ruangan.

“Loh, kenapa pada takut?” Adit mulai membersihkan meja kerjanya.

Sementara itu, Adam dan Sule mulai merapikan obat-obatan dan memilah mana obat yang masih layak digunakan atau tidak.

“Ya, gitu deh, Mas. Katanya ada yang ganggu mereka di sini. Nggak kelihatan yang ganggu, duh saya jadi merinding.” Pardi bergidik ngeri.

“Diganggu setan maksudnya?” tanya Adam.

Pardi mengangguk takut. Adit bangkit dari kursinya mendekati Adam. Disusul Sule kemudian.

“Elu pada kenapa lagi ikutan takut gitu?” Adam berusaha menjauhkan diri dari kedua kawannya.

“Gue keinget pocong yang semalam, Dam. Gimana kalau dia ngikutin kita,” bisik Adit.

“Nggak mungkin, kalau dia ngikutin kita gue pasti udah lihat–” Adam menghentikan ucapannya karena tak mau kalau rekannya itu tahu mengenai kemampuan yang dia miliki.

“Lihat apa? Lihat pocongnya?” tanya Sule.

“Lihat elu berdua pada ngompol!” Adam tertawa seraya merapikan peralatan medisnya.

“Saya permisi dulu kalau begitu. Nanti jam makan siang saya kembali,” ucap Pardi.

“Pak, kita ke sini mau nyembuhin anak-anak yang kena wabah penyakit itu. Kalau mereka nggak di sini, gimana kita bisa ngobatinnya?” Adam menahan Pardi pergi.

“Kalau gitu, saya antar saja ke rumah mereka, gimana?”

“Ya udah gitu aja, daripada kita lama-lama di sini,” sahut Sule.

“Gue setuju!” Adit antusias.

“Hadeh, elu berdua ini ya. Ya udah kalau gitu, Pak. Kita siapin obat-obatan dulu, terus tolong antar kita ke rumah pasien,” pinta Adam.

Pardi mengangguk setuju.

“Bentar, Dam. Gue pengen pipis, anterin yuk!” pinta Adit.

“Heh, badan elu gede begitu, Dut. Hantunya juga segen nakutin elu. Soalnya elu mirip Om Lee,” tukas Adam menahan tawa.

“Om Lee siapa?” Adit dan Sule bertanya bersamaan.

“Genderu– adalah om gue yang gendutnya kayak elu. Dia mah ditakutin sama para setan,” sahut Adam.

“Pokoknya anterin gue dulu, yuk! Kebelet nih!” rengek Adit.

“Minta anter Sule aja! Gue mau beresin obat dulu biar kita cepat pergi,” sahut Adam.

“Ya udah deh. Kamar mandi di mana, Pak?” tanya Adit.

“Belok kanan ke arah belakang sana, Mas,” sahut Pardi.

Adit langsung menarik tangan Sule yang sempat hampir menjauh pergi. Pemuda gendut itu semakin memaksa menuju ke toilet puskesmas. Sementara itu, Adam meminta bantuan Pardi menyiapkan keperluannya.

Di toilet puskesmas, ada dua pintu kamar mandi di sana. Satu untuk pengunjung perempuan, satunya untuk laki-laki.

“Sule, tungguin gue di depan sini!” pinta Adit.

“Elu beneran cuma pipis, kan? Bukan boker?”

“Ya nggak tau juga kalau nanti kelepasan, hehehe. Pokoknya tungguin gue di sini!” Adit bergegas masuk ke dalam toilet yang tampak kumuh itu.

Air di bak penampungan juga sudah tak jernih. Bahkan ada jentik-jentik nyamuk yang berenang dengan riangnya. Adit bergidik dan membuang jentik itu dengan gayung kecil warna biru di dekat bak.

Sule yang tengah menunggu dengan penuh was-was, merasa pundaknya ditepuk. Ia pun menoleh. Sosok Adit sudah berdiri di belakangnya.

“Lah, cepet amat Luh pipisnya,” ucap Sule.

Sosok hantu yang sebenarnya menyerupai Adit itu hanya tersenyum. Wajahnya pucat dan bibirnya membiru.

“Elu kedinginan ya sampai menggigil gitu bibir Luh?” tanya Sule.

Sosok Adit itu kembali menjawab dengan anggukan.

“Ya udah, yuk kita balik bantuin Adam terus kita ke rumah warga yang sakit. Lama-lama gue merinding juga di sini. Padahal ini kampung halaman gue, tapi udah serem banget sekarang,” kata Sule seraya berjalan beriringan dengan sosok Adit.

Sementara itu, Adit yang sebenernya yang masih berkutat dengan buang hajatnya, telah selesai. Terpaksa ia menuntaskan buang air besarnya yang tercetus begitu saja. Air di penampungan habis. Ia mulai membuka keran, tak ada air yang keluar dari sana.

“Aduh, emas batangan gue masih ngambang lagi. Mana gue belum bersih banget ceboknya,” gumam Adit.

Pemuda itu lantas memanggil Sule. Berharap rekannya itu akan membawakan air cadangan untuknya atau hanya sekedar tisu.

“Sule! Sule tolongin gue! Airnya habis, nih! Bilangin Pak Pardi kerannya mati!” teriak Adit.

Terdengar gumaman yang berat, “Hem…”.

“Lah, suara elu kenapa jadi nge- bass gitu. Pokoknya cepetan ambilin gue air apa tisu gitu. Gue mau cebok, nih!” teriak Adit lagi.

Terdengar kembali suara gumaman yang berat seperti sebelumnya. Perlahan, dari atas pintu muncul selembar kain putih lusuh menuju ke arah Adit.

“Heh, apa maksud elu, Le? Masa gue suruh elap bemper gue pake kain kotor gitu?!” sungut Adit.

BRUG!

Hantaman di pintu toilet mengejutkan Adit. Kain lusuh itu juga sudah mendarat di wajahnya.

“Biasa aja, dong! Nggak usah marah-marah juga.” Adit meraih selembar kain tersebut lalu mengusap bokongnya perlahan.

“Duh, terpaksa banget ini mah. Gatel gatel dah bemper gue,” keluh Adit.

Pemuda itu memutuskan untuk membuka pintu toilet, sempat melirik ke arah fesesnya yang belum memasuki tempat terakhir mereka, Adit hanya bisa pasrah.

“Tunggu di sini, ya. Nanti gue balik bawa air buat siram elu pada,” ucap Adit.

Pemuda itu menarik tuas dan membuka pintunya. Tiba-tiba sosok berwajah hitam dengan rambut panjang berantakan dan kedua mata hitam menyambutnya. Tubuhnya diselimuti banyak rambut yang lebat.

“Ciluk baaaaaaaa!”

Sosok yang rupanya anak genderuwo itu menggoda Adit dengan wajah menakutkannya.

“Huaaaaaa, Sule kenapa elu jadi serem begini?!” teriak Adit.

Secara spontan kain di tangannya yang dia pakai untuk menyeka bokongnya tadi, ia letakkan di wajah makhluk itu. Dengan kekuatan penuh, Adit langsung berlari.

“Huaaaaaaaaa, ada setaaaaaaan!” teriak Adit.

“Sialan tuh manusia! Mana bau banget lagi ini sapu tangan ibuku,” gumamnya.

...********...

...To be continued ...

Terpopuler

Comments

Mama Jasmine

Mama Jasmine

ciri khas selalu ada adegan boker boker an 😂😂😂

2024-06-23

0

evi

evi

bisa bau juga ya tu si hantu 😁😁

2024-05-26

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

🤣🤣🤣🤣

2024-05-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!