Bab 8 - Cerita Tentang Pesugihan Bapak

...Bab 8 - Cerita Tentang Pesugihan Bapak...

“Maaf, Non… saya ndak boleh cerita sama mbok soal ini,” ungkap Siti yang bergegas menaiki delman tadi.

“Tapi, Ti… aku bisa makin gila mikirin ini semua! Semuanya tentang bapakku.”

“Non, ayo naik! Nanti saya ceritakan,” pinta Siti.

Ratu akhirnya menurut. Siti meminta pak kusir melajukan delmannya. Ia lantas berbisik pada Ratu seiring perjalanan.

“Dulu katanya saat bapaknya Non tiba di desa ini, dia sangat miskin bahkan mau makan saja kerja serabutan dan diberi upah hasil panen warga. Ada yang bilang ndak lama kemudian tau-tau bapaknya Non punya harta berlimpah pas pergi ke kota selama satu minggu,” ucapnya.

“Pergi ke kota kan bisa saja bapak dapat rezeki tak terduga,” sela Ratu.

“Hmmm, tau sendiri kan Non kalau orang desa bergosip ada aja bumbu tambahannya. Ditambah lagi ada yang liat bapaknya Non selalu membawa anak kecil ke belakang gunung sana tetapi pulangnya hanya sendiri. Lalu, sejak itu juga ada teror makhluk kerdil di desa ini. Dia bawa wabah penyakit yang menyerang anak-anak. Makanya coba Non pikir, jarang lihat anak-anak kan di sekitar sini?”

Ratu mengangguk, “mereka ditumbalkan? Begitu menurutmu?”

“Katanya begitu, Non. Makanya bagi yang punya anak, mereka menyembunyikannya supaya ndak keluar rumah,” ucapnya.

“Tapi, bisa aja emang wabah penyakit yang menyerang anak-anak karena kondisi imunitas mereka lebih rentan dari orang dewasa, bukan? Emangnya pernah ada yang lihat anak-anak itu diserang makhluk kerdil? Apa anak-anak itu yang bilang?” tanya Ratu.

“Anak-anak yang terkena wabah penyakit jadi ndak bisa bicara, Non. Terus, pernah ada yang lihat makhluk kerdil itu menghisap darah seorang anak sampai mati, dia ibunya Mas Karyo. Tapi, seminggu setelah itu ibunya Mas Karyo meninggal karena sakit,” tutur Siti.

“Ya, karena ketempelan makhluk itu, Ti.” Pak Kusir itu menoleh sekilas dan turut bertutur.

“Opo toh, Pak. Kan, itu semua katanya,” sahut Siti.

“Lalu, apa ada yang pernah lihat makhluk kerdil itu sama bapakku? Nggak ada kan yang pernah lihat? Kok, bisa-bisanya warga berpendapat makhluk itu piaraan bapakku?” tanya Ratu meradang.

“Nggak ada, Non. Makanya itu semua cuma gosip. Hanya karena Tuan Hadinata jadi kaya mendadak. Saat semua hasil kebun warga tidak ada yang panen karena faktor cuaca, cuma kebun milik Tuan Hadinata yang panen. Terus tiba-tiba bisa tanam pohon jati dan itu pun cuma di wilayah tanahnya Tuan Hadi,” sahut Siti.

“Ini menarik, sepertinya aku harus menyelidiki ini. Siapa tahu bapak tak pernah bersalah, sehingga aku harus mengembalikan nama baiknya,” ungkap Ratu.

“Non, jangan cerita ini sama mbok ya. Kamu juga jangan cerita, Pak. Awas loh kalau mulut kamu ember, Pak,” ancam Siti pada Pak Kusir yang hanya tersenyum dan mengangguk.

...***...

Malam hari pukul delapan, Adam tiba di depan gapura Desa Gandasturi. Tiba-tiba, mobil yang dikendarai Sule terhenti.

“Ada apa sih, Le?” tanya Adit yang bertubuh tambun seraya menyantap snack jagung entah sudah bungkus keberapa.

“Gue juga nggak tahu! Perasaan ini mobil habis gue service, masa tau-tau mati!” keluh Sule.

Pemuda berusia dua puluh tahun itu turun dari dalam mobil dan membuka bagian depan mobil untuk mengecek kondisi mesinnya. Sementara itu, tatapan Adam tertuju pada sebuah sosok di balik pohon besar tak jauh dari sana.

“Kayaknya ada yang iseng, nih,” gumam Adam.

“Kenapa, Dam? Siapa yang iseng?” tanya Adit.

“Oh, bukan apa-apa. Gue turun dulu ya cari bantuan, kali aja ada orang lewat,” ucap Adam.

“Dit, elu coba telpon Mas Karyo. Kalau bisa suruh jemput ke sini!” seru Sule yang wajahnya mulai belepotan oli.

“Oke.” Adit segera meletakkan bungkusan makanan ringan itu lalu merogoh ponselnya di saku celana depan.

Adam meraih kerikil kecil lalu melemparnya ke arah sosok di balik pohon tadi. Lemparan yang tepat mengenai salah satu mata sosok itu. Tiba-tiba, sesuatu menggelinding menuju ujung sepatu skets hitam yang Adam kenakan.

“Wah, matanya siapa ini, ya?” Adam menginjaknya kemudian sambil tertawa.

“Heh, kembalikan bola mataku!” Sosok dibalut bungkusan kain kafan pocong itu melompat dari balik pohon besar tadi.

“Lah, siapa suruh sengaja banget digelindingin ke gue,” sahut Adam.

Sosok pocong yang ternyata wanita itu melompat mendekati Adam.

“Nah, kalau aku udah begini pasti takut jerit-jerit sampai ngompol ketakutan. Roar… akulah pocong,” ucapnya menunjukkan wajah menakutkan.

“Dih, item banget tuh muka kayak pantat panci. Gak pernah pake skincare kayaknya ya?” ledek Adam.

“Hah? Kamu nggak takut sama aku?” tanya pocong wajah hitam itu.

“Gue takut sama elu? Idih ya nggak lah. Gue mah takut sama Allah, sama bunda gue juga,” sahut Adam.

Sosok pocong itu lalu mengeluarkan satu tangannya yang tampak kesulitan karena terikat, “sini ambilkan mata aku itu!”

Adam membungkuk dan meraih bola mata milik pocong tadi lalu menyerahkannya pada sosok itu. Adam lantas membersihkan tangannya dengan kafan milik si pocong.

“Beda banget luh sama Tania,” ucap Adam.

“Siapa Tania?”

“Dia pocong juga tapi cantik glowing nggak kayak elu!” sahut Adam.

“Manusia yang aneh, masa temenan sama pocong,” ucapnya.

“Elu juga aneh! Jadi pocong nggak nyeremin gitu,” sungut Adam.

“Lah, kan kamu yang gak takut. Coba kalau temen-temen kamu di sana itu, pasti mereka takut sama aku.” Pocong itu lantas melompat menuju Sule dan Adit.

“Dam, tolong ambilin perkakas di jok belakang. Kayaknya gue bisa dandanin ini mobil,” pinta Sule yang mengira kalau Adam sedang berdiri di belakangnya.

“Gimana ngambilnya, Bang? Tangan saya kan diikat begini,” ucap pocong hitam.

Sule lantas menoleh. Tubuhnya gemetar ketakutan. Mau berucap saja sampai terbata-bata.

“Gu-gue, gue pikir si Adam.” Sule makin gemetar saat pocong itu melompat mendekat.

“Mau dibantuin nggak, Bang?”

“Ka-kaga, kaga usah! Pergi Luh Sono huaaaaaaa!” Tubuh pemuda itu mulai lemas dan semakin turun sampai bokongnya menyentuh tanah.

“Le, kata Mas Karyo lagi on the way ke sini jadi–”

Gantian Adit yang mulai gemetar. Makanan ringan di tangannya mulai berhamburan sampai jatuh ke wajah Sule yang bersandar di depan mobil jeep tersebut.

“Hai!” sapa pocong itu.

“Ha-hai juga! Ma-mau, mau ini?” Adit dengan gemetar mengulurkan bungkusan chiki di tangannya ke arah pocong itu.

“Suapin, dong!” pinta si pocong dengan genitnya.

“Ma-makan, makan sendiri aja nih!” Adit melempar bungkusan snacknya ke arah wajah pocong itu.

Dia pun berlari menjauh sampai menabrak Adam.

“Dam, a-ada, ada, ada lontong! Eh, pocong!” seru Adit.

“Masa, sih? Salah lihat kali elu,” tukas Adam pura-pura berdalih.

“I-itu, itu di sana!” Adit segera menyembunyikan dirinya di balik punggung Adam.

“Lah, si Sule pingsan di sini!” Adam malah menemukan Sule yang sudah tergeletak di samping sosok pocong tadi.

“Tuh kan, mereka pada ketakutan lihat aku,” ucap sombong si pocong.

“Bacain ayat kursi, Dit. Kalau perlu pocongnya kita kencing–”

BRUG!

Gantian tubuh Adit yang mendadak tergeletak tak sadarkan diri.

“Hadeh, dia pingsan juga. Mana ngompol lagi sampai basahin sepatu gue,” keluh Adam.

Dari kejauhan, sorot lampu menyebar ke arah Adam dan yang lainnya. Sebuah mobil Avanza hitam mulai terlihat mendekat.

...******...

...To be continued...

Terpopuler

Comments

rodiah

rodiah

cuma adam yang bisa ngebuli setan dari semenjak orok hahahaha....

2024-05-24

0

rodiah

rodiah

matanya adam awas kalo sama makhluk alus 😂

2024-05-24

0

Haryati

Haryati

pocong,.pocong gak mau berteman sama Adam Tah....😁😁😁

2024-05-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!