Bab 6 - Hantu di Pohon Jati

...Bab 6 - Hantu di Pohon Jati...

“Bapak-bapak mohon tenang semuanya! Jangan bertindak anarkis begini!” Karyo dan beberapa satpam penjaga rumah berusaha menghadang para warga.

“Dia harus dimusnahkan ke akar-akarnya kalau bisa usir keluarganya dari sini!” seru Pak Ahmad pria yang lebih tua dari yang lainnya.

“Kalian berani mengusir keluargaku? Kalian siap masuk penjara?” Mira buka suara.

Semuanya saling bergunjing berbisik. Ada raut tak berani juga kala ditantang oleh Mira.

“Paham kan, Bapak-Bapak semuanya? Silakan kalian pulang menenangkan diri. Apa yang kalian keluhkan itu kan hanya gosip. Tidak ada bukti nyata, ya toh?” tukas Karyo.

“Korbannya sudah banyak, Mas Karyo!” seru Ahmad.

“Anak-anak itu kan terkena wabah—”

“Ya karena mereka ditumbalkan untuk pesugihan, itu bukti nyata!”

“Pihak kepolisian sudah menyelidiki, bukan? Kalian hanya ditertawakan dengan opini kalian saja, jadi silakan pulang. Atau saya minta polisi kembali ke sini dan menangkap kalian semua sesuai arahan Nyonya Mira tadi, bagaimana?” tantang Karyo.

Para warga tak berani juga. Akhirnya, mereka memilih kembali pulang. Hening seketika ketika Mbak Sukmo meminta semuanya bubar setelah pemakaman tersebut usai. Ratu sebenarnya ingin bertanya pada Siti, tetapi sepertinya Mbok Mar sengaja menjauhkan Siti dari Ratu agar tidak bergunjing yang macam-macam.

...***...

Selepas pemakaman bapak, Sari mendekati Ratu. Sementara Bu Mira tetap melenggang masuk ke dalam rumah utama ditemani Karyo dan Mbok Mar. Gadis bertubuh sintal setinggi 160 cm dengan kulit sawo matang itu menyapa. Meski mengulas senyum, tetapi tetap saja tak terlihat ketulusan di sana.

“Hai, namaku Sari! Sorry ya, baru kenalan.”

“Hai juga! Namaku Ratu. Kamu umur berapa?”

“Kenapa tanya umur? Kayak nggak ada yang lain aja yang bisa ditanyakan,” ketus Sari.

“Maksud aku, lebih tua kamu atau aku? Kalau lebih tua kamu, sepantasnya aku panggil kamu, mbak.”

Ratu duduk di bangku taman yang tak jauh dari makam. Sari mengikutinya.

“Kamu lebih tua satu tahun dari aku, tapi aku nggak mau panggil kamu mbak!”

“Oke, nggak apa-apa. Panggil aku Ratu aja, ya.”

“Jangan sok kenal sok dekat ya sama aku. Apalagi mentang-mentang kamu anak kota, jangan bertingkah juga di sini. Aku sama ibuk bertahan buat baik sama kamu supaya kamu tidak jatuh miskin. Asal kamu tahu saja, wasiat bapak yang nyuruh kami begini!” tegas Sari.

Gadis itu membalikkan badan dengan kasar, lalu meninggalkan Ratu sendirian.

“Dih, perasaan dia yang deketin aku buat kenalan. Kenapa jadi ngancam jangan sok kenal sok deket? Untung saudara tiri,” keluh Sari.

Tiba-tiba, pandangan gadis itu tertuju pada salah satu pohon jati yang menjulang lebih tinggi di antara pohon yang lain. Ada sesosok kepala anak kecil yang terlihat muncul. Sepasang mata itu menatap ke arah Ratu.

Gadis itu bangkit lalu memberanikan diri untuk mendekati sosok di balik pohon jati tersebut. Padahal pikirannya berusaha keras untuk melarang dan memintanya kembali saja ke dalam rumah.

“Ha-halo, siapa di sana?!”

Bibir mungil itu melayangkan suara dengan gemetar. Sosok anak kecil berwajah pucat itu hanya diam. Pikiran Ratu makin kalut. Namun, semakin stimulus otaknya menginginkan dia melangkah pergi, semakin sepasang kaki jenjang Ratu malah ingin mendekat.

Anak kecil yang merupakan laki-laki itu menarik kepalanya. Membuat Ratu kehilangan sosoknya yang ada di balik pohon jati. Alangkah terkejutnya Ratu kala ia tak mendapati sosok anak kecil yang ia lihat tadi.

“Ke- ke mana perginya anak tadi? Duh, bodohnya aku, pasti anak tadi hantu penunggu pohon jati ini,” ucap Ratu seraya berbalik badan.

Kini, langkah kakinya sudah setuju dengan pikirannya. Ia harus segera pergi dari tempat tersebut. Tiba-tiba, suara tangisan anak kecil terdengar.

“Huhuhu, tolong aku, Kak.”

Suara itu terdengar sayup-sayup di pendengaran Ratu. Gadis itu ingin menoleh mencari, tetapi berlari menuju rumah sepertinya ide yang lebih bangan

“Maaf aku nggak bisa nolong kamu, huaaaaaa!”

Ratu berlari dengan kencang sambil berteriak menuju rumah utama. Gadis itu sampai menabrak Mbok Mar dengan mendadak.

“Ada apa toh, Non?” tanya Mbok Mar panik seraya mengusap bahu kirinya yang sakit terantuk tubuh Ratu.

“Anu, Mbok, itu … anu itu ….”

Ratu menghentikan ucapannya. Ia tersadar jika mengatakan kebenaran tentang penglihatannya, Mbok Mar malah nanti akan mengatainya gadis aneh atau malah gadis gila.

“Nggak jadi, Mbok, tadi ada tikus tanah di taman dekat pohon jati sana. Aku takut, hehehe.” Ratu menuturkan kebohongan akhirnya.

“Ya sudah kalau gitu, Non istirahat saja di kamar.”

Mbok Mar lalu memanggil Siti dengan suara lebih naik volumenya dari suara lembutnya tadi. Ia menyerahkan secarik kertas dan memberikan putri semata wayangnya itu arahan.

“Siti mau ke mana, Mbok?” tanya Ratu yang sempat mencuri dengar.

Sebenarnya Ratu paham kalau Siti diminta untuk ke pasar, tetapi gadis itu memilih basa-basi dengan polosnya.

“Saya mau ke pasar, Non,” sahut Siti yang menjawab mendahului ibunya.

“Wah, boleh aku ikut? Aku mau tau pasar di desa sini sekalian keliling desa sini, boleh?” pinta Ratu.

Siti menoleh pada ibunya yang menggelengkan kepala.

“Boleh ya, Mbok….” Ratu makin memelas dengan tatapan mata penuh permohonan.

“Siti mau naik delman, Non. Lagian nanti di pasar panas, loh,” ucap Mbok Mar.

“Lah, aku malah di kota sering ke pasar jalan kaki dengan cuaca lebih panas dari di sini. Aku itu anak panti udah biasa hidup susah, Mbok. Jadi, aku nggak akan apa-apa kalau ikut Siti ke pasar naik delman. Wah, kayaknya seru!” cerocos Ratu.

“Tapi, Non majikan kami. Rasanya kurang pantes gitu bergaul sama Siti anak saya,” ucap Mbok Mar.

Siti menepuk bahu Mbok Mar yang tertawa kecil.

“Apaan sih, Mbok. Siti sama aku itu sama-sama manusia. Gak ada perbedaan kasta apa pun di antara kami,” tegas Ratu.

“Ya udah kalau gitu naik mobil Mas Karyo aja, Buk. Adem kan, tuh,” pinta Siti penuh kesempatan.

“Hush, anak ini bisa saja pengen naik mobil. Ya sudah sana kamu ditemani Non Ratu ke pasar. Awas ya jangan macam-macam! Jangan sampai Non Ratu hilang!” ancamnya.

“Aku bukan anak kecil, Mbok! Masa iya aku hilang di pasar,” sungut Ratu.

Siti menertawai wajah Ratu yang bibirnya mengerucut ke depan mencibir ibunya. Gadis itu lalu meminta Ratu untuk mengikutinya. Sebuah delman sudah terparkir di halaman depan rumah utama. Pak kusir bernama Joko itu menundukkan kepala sejenak untuk menghormati Ratu. Ia sudah tahu kalau Ratu anak dari Tuan Hadinata, orang terkaya di desa tersebut.

Delman itu pun melaju menuju ke pasar. Sepanjang jalan, Ratu meminta penjelasan tentang pemandangan di kanan kirinya pada Siti sampai Siti sudah bosan dan malas menanggapi. Padahal ketika tiba di pasar nanti, sesuatu yang Ratu tak sukai akan dia dapati.

...*******...

...To be continued…...

Terpopuler

Comments

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

penasaran...apa yang bakal terjadi

2024-05-23

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

apa itu korban tumbal

2024-05-23

0

ryani yuliawati

ryani yuliawati

hmmm.....masih menjadi misteri nich 🤔🤔🤔🤔🤔 apa yang sebenarnya terjadi soalny ko semua tetangga ayahny ratu pada gitu ya??? penasaran aq akan kelanjutan kisahny 🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰 ttp semangat ya thor💜💜💜💜💜💜😘😘😘😘😘

2024-05-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!