Bab 14 - Pasar Malam

...Bab 14 - Pasar Malam...

...**********...

“Non, jangan bicara seperti itu!” pekik Siti.

“Heh, maksud kamu apa? Tumbal? Tumbal pesugihan bapakku, gitu?” Ratu sudah tak bisa lagi menahan rasa kesalnya.

“Udahlah, jangan pura-pura bodoh. Aku pun jadi yakin kalau bapak itu emang punya pesugihan. Kamu tahu nggak kenapa bapak sering datang ke panti asuhan di kota? Kayak panti asuhan kamu itu? Kamu nggak pernah curiga kalau ada anak yang hilang dari panti kamu itu?” ungkap Sari.

Ratu tak dapat berkata-kata lagi. Pikirannya mulai kalut. Ia bahkan tengah berusaha mengingat anak-anak di Panti Asuhan Gembira yang telah pergi. Adakah di antara adik-adiknya itu yang dibawa pergi oleh bapak? Dan apakah benar bapak menumbalkan anak-anak untuk pesugihannya?

Namun, lamunannya buyar ketika Karyo memasuki mobil.

“Si Yanto ada asma katanya sesak napas terus meninggal,” ucap Karyo menyalakan mesin.

“Tapi, kena wabah penyakit juga kan, Mas?” selidik Sari.

“Ya, tubuhnya emang ada bintil-bintil penyakit kulit juga kayak kena wabah itu. Tapi tadi habis petugas puskesmas pulang, si Yanto tau-tau bangun terus sesak napas. Kata si Mbak Yu anaknya itu kejang-kejang terus nggak napas. Kasian, ya?” Karyo melajukan mobilnya seraya bercerita.

“Mas Karyo, apa aku bisa ketemu sama salah satu anak yang masih hidup dan terkena wabah penyakit?”

Pertanyaan Ratu sukses membuat semuanya tercengang dan mengarah ke arahnya.

“Mau apa, Non? Nanti kalau membahayakan Non, gimana?” Siti sampai berbalik badan menatap Ratu.

“Iya, mau ngapain? Nanti kalau ketularan gimana? Kamu sama aja bisa bawa wabah penyakit ke rumah. Ih, aku nggak mau ya kalau sampai ketularan,” sungut Sari memeluk tubuhnya sendiri ketakutan.

“Sudah sudah ya, Non. Jangan pada ribut! Tuh, pasar malamnya udah keliatan,” ucap Karyo.

Tak lama setelah Karyo memarkirkan mobil, rombongan Adam tiba di pasar malam juga.

“Hai, Ti!” sapa Sule.

“Eh, Mas Sul, udah selesai pemakamannya?”

“Udah, nih kita udah steril ganti baju. Terus si Ndut ngajakin kita ke sini katanya laper,” jawabnya.

Sari mendekat, ia terlihat antusias melihat ketampanan Adam, “Halo, Mas, namaku Sari.”

“Hai, panggil gue Adam. Jangan pake mas!” jawabnya.

Adam melirik ke arah Ratu yang tampak celingukan dengan pasang raut wajah cemas. Adam sepertinya tahu kalau gadis itu dapat melihat makhluk astral yang berkeliaran di sekitar pasar malam.

“Wah, kebetulan. Gimana kabar pemakaman tadi? Pasti ada aja warga yang bawel menyalahkan kalian, iya kan?” Karyo menyapa.

“Iya, Lek. Rese banget tuh. Masa katanya gara-gara obat yang kita kasih bikin si Yanto sesek napas. Padahal dia ada asma. Kayaknya juga nih si Yanto kayak liat hantu, ketakutan gitu mukanya terus ngap-ngapan gak bisa napas,” jawab Sule menjelaskan.

“Lihat hantu? Tau dari mana kalau dia lihat hantu?” selidiknya.

“Tau tuh, cuma perasaan Sule sama Adit aja kali. Yang jelas kita gak mau disalahkan terkait kematian tadi. Saya juga jadi ngeri kalau besok kunjungan terus ada yang meninggal lagi,” sahut Adam.

Padahal ia juga melihat sosok makhluk kerdil yang menindih tubuh Yanto kala itu. Sayangnya, Adam telat menolong anak itu karena sudah kehilangan nyawa setelah dicekik dan seolah dihisap oleh makhluk kerdil aneh tadi.

“Wis, kalau gitu kalau besok kalian kunjungan, saya temenin buat jadi saksi kalau kalian bener-bener mengobati,” tukas Karyo.

“Eh, ada pertunjukan kuda lumping di sana! Gue mau lihat ke sana, yuk!” ajak Sule.

Sari yang selalu menempel pada Adam, mulai membuat pemuda itu risih. Lirikan tajam Siti tetap tak membuat Sari bergeming. Akhirnya, Siti menemani Ratu menuju ke tempat pertunjukan kuda lumping menyusul lainnya.

“Kalian mau, nggak?” Adit menyodorkan popcorn kemasan besar dan kacang rebus yang ukurannya sama juga pada Siti dan Ratu.

“Mau, Non? Saya beliin dulu ya?” tanya Siti.

Ratu mengangguk.

“Eh, ini aja rame-rame. Biar kita bikin romantis gitu,” ucap Adit menggoda Siti.

“Hehe, Ndak ah Mas. Takutnya nanti situ kurang makannya,” ledek Siti seraya beranjak pergi.

“Iya juga, ya. Elu nggak mau, kan? Gue makan sendirian di situ, ya!” Adit lantas menuju ke barisan lebih depan untuk duduk dan menyantap camilannya. Menyusul Karyo dan Sule.

Adam baru saja berlari dari toilet meninggalkan Sari yang pasti kebingungan kehilangan pemuda itu. Adam sengaja melakukannya karena risih.

“Hai, elu nggak duduk nonton di sana?” tanya Adam yang berdiri di samping Ratu.

“Aku nunggu Siti dulu. Lagian aku takut,” jawabnya.

“Hai, nama gue Adam. Kita belum kenalan tadi.” Pemuda itu mengulurkan tangannya.

“Namaku Ratu.” Gadis itu membalas uluran tangan Adam.

“Wah, bocah kematian!”

“Hah? Kamu bilang apa?” Ratu mengernyit.

“Bukan gitu, nama elu sama soalnya sama nama keponakan gue. Nama kakak gue juga Ratu depannya. Dan ponakan gue itu anak dia, wah bocah kematian banget deh. Sampai setan aja takut sama tuh bocah,” jelas Adam penuh antusias.

Ratu kembali lagi mengernyit, rasanya ia masih bingung dengan penjelasan Adam.

“Keponakan kamu sama kakak kamu namanya Ratu, gitu?” tanya Ratu lagi.

“Iya, maksudnya gitu. Biasanya yang namanya Ratu itu bisa lihat hantu. Elu lagi lihat mereka yang tak terlihat, kan?” bisik Adam.

Ratu menggeleng, tetapi ia buru-buru menghindar ketika ada sosok tuyul yang baru saja melintas di sampingnya. Gadis itu bahkan menempel pada Adam.

“Yang itu namanya tuyul. Tuh, lagi ikutin bapaknya. Biasalah cari cuan di pasar malam gini,” bisik Adam.

“Ka-kamu, kamu bisa lihat juga?” Ratu tak bisa mengelak juga akhirnya.

Adam mengangguk seraya meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, “diem-diem aja ya.”

Ratu pun akhirnya mengangguk.

“Kamu nggak takut sama mereka?” tanya Ratu.

“Awalnya takut. Nanti lama-lama juga terbiasa. Yuk, duduk di situ!” ajak Adam.

Siti tiba dengan popcorn dan kacang rebus di tangannya. Ia juga membawa dua botol air mineral.

“Hai, Mas Adam.” Siti yang duduk samping Ratu menyapa Adam.

“Sari ke mana, Dam?” tanya Ratu yang duduk di antara Siti dan Adam.

“Oh, tadi katanya ke toilet juga terus gue nggak tau lagi dia ke mana, hehehe.” Adam menggaruk kepalanya meski tak gatal.

“Waduh, kalau dia hilang nanti gimana?” Ratu mulai cemas dan menoleh pada Siti.

“Tenang aja, Non. Nggak akan hilang. Lagian kalau mau culik Non Sari rugi. Kemauannya banyak,” sahut Siti seraya tertawa.

Tiba-tiba, Adam melihat sosok makhluk kerdil di kejauhan. Sosok itu bahkan melompat dan kini berdiri di atas pepohonan. Kedua matanya merah menyala. Ia menatap tajam ke arah Ratu. Gadis di sampingnya itu kemudian mengubah posisinya yang tadinya duduk membungkuk menjadi tegak. Tatapan matanya kosong. Ratu kemudian berdiri.

“Non, mau ke mana?” tanya Siti.

...*********...

...To be continued ...

Terpopuler

Comments

Bunda silvia

Bunda silvia

Waduh ratu di ganggu jin

2024-05-28

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

kayaknya tuh setan kerdil mau merasuk sama ratu

2024-05-28

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

mau ngapain tuh setan

2024-05-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!