...Bab 3 - Anak Kandung yang Hilang...
“Non Ratu adalah putri kandung dari Bapak Hadi,” ucapnya.
Tangan Ratu gemetar, cangkir di tangannya hampir saja jatuh jika Bu Ros tidak buru-buru meraihnya.
“A-aku, aku anaknya Pak Hadi?”
Mata bulat cokelat nan cantik itu mulai menggenangkan bulir bening yang tak terasa menetes.
“Iya, Non.” Karyo mengangguk.
“Kenapa Pak Hadi nggak pernah bilang?! Kenapa dia menelantarkan saya di sini?! Kenapa pas dia meninggal semua ini baru diungkap, hah?!”
Amarah yang bercampur emosi kesedihan itu mulai tak bisa terbendung. Bukannya bahagia mendengar berita tersebut, gadis itu malah terluka batinnya.
“Maaf, Non. Bapak merahasiakan ini karena ingin melindungi, Non,” kata Karyo.
Bu Ros mengusap bahu Ratu agar bisa tenang barang sebentar.
“Dia bukan melindungi aku, dia menelantarkan aku!” pekik Ratu.
“Nggak, Non. Bapak selama ini mencari keberadaan Non Ratu. Saat berusia lima tahun, Non Ratu diculik. Nah, lima tahun lalu saat kamu menemukan tempat ini, Bapak belum tahu kalau Non Ratu anaknya. Tapi, Bapak selalu cerita kalau Non Ratu mirip mendiang istrinya, ibunya Non. Setahun lalu, baru Bapak akhirnya berani untuk mengambil tes DNA milik Non atas bantuan Bu Ros,” tutur Karyo menjelaskan.
Ratu menoleh pada Bu Ros.
“Maafkan Ibu, Tu. Pak Hadi meminta Ibu untuk merahasiakannya,” ucapnya langsung menjawab sebelum Ratu mempertanyakan.
Ratu bangkit dari kursinya, “Mas Karyo pulang aja! Aku gak mau ikut pulang sama Mas.”
“Tapi, Non, Bapak belum bisa dimakamkan sebelum ketemu sama Non. Tolong saya, Non. Kasihan sama jasad Bapak yang hanya bisa dimakamkan dengan anak kandungnya sendiri,” ucap Karyo memelas.
“Tu, Ibu tau kamu kecewa sama Pak Hadi. Tapi, di mana rasa kemanusiaan kamu? Apa kamu tega membiarkan jasad Pak Hadi gak bisa dimakamkan?” Bu Ros mencoba menasehati Ratu.
“Kenapa harus Ratu, Bu? Kan tinggal dikubur aja beres,” sahut gadis itu ketus.
“Non, setiap tempat punya aturan dan ritual yang berbeda. Walaupun di luar nalar, kita harus tetap menghormati dengan percaya pada hal tersebut. Nyatanya, Bapak sudah kami usahakan untuk dimakamkan, tetapi tetap tak bisa. Jasadnya tidak bisa kami angkat,” jelas Karyo.
Ratu mengernyit tak percaya, “Nggak masuk akal. Mas Karyo bohong, kan?”
“Sumpah, Non. Menurut sesepuh di desa, Bapak Hadi butuh permintaan maaf dari Non, baru bisa diangkat dan dikubur dengan tenang,” sahutnya.
“Ya sudah, aku maafkan!” Ratu yang tampak kesal hendak memasuki rumah panti, tetapi Mas Karyo mencegahnya.
“Tidak semudah itu, Non. Non Ratu harus hadir di sana memberi maaf, berbisik pada Bapak, dan memandikan beliau sebelum dikebumikan,” ucapnya lagi.
“Ya tapi kenapa harus saya?! Ratu membentak tanpa sadar.
Dilhatnya Bu Ros lalu ditolehkannya wajahnya ke arah dalam panti di mana Indah dan beberapa anak panti lainnya tengah mencuri dengar.
“Karena Non anak kandung Bapak Hadi. Non Ratu bisa lihat hasil tes DNA di bagian belakang surat wasiat tadi kalau masih ragu,” tegas Karyo.
Dari kejauhan Raya tampak bergegas menuju panti asuhan. Wanita sedang mencari Ratu agar bisa membantunya di warung. Akan tetapi, Ibu Ros sudah menahannya dan menjelaskan duduk perkara yang terjadi perihal Ratu. Wanita itu pun akhirnya mengerti dan meminta Ratna serta Teddy, anak panti yang lain untuk membantunya.
...***...
Satu jam berlalu, Mas Karyo masih menunggu Ratu yang mengurung diri di kamarnya. Namun, Bu Ros berkali-kali memberi wejangan pada Ratu agar bisa memaafkan dengan tulus ayah kandungnya. Gadis itu akhirnya mengerti dan akhirnya mau juga ikut Mas Karyo ke Desa Gandasturi.
“Kak Ratu enak ya sekarang udah jadi orang kaya,” ucap Yanti.
“Iya, nggak susah lagi deh mau makan enak. Nggak kayak kita,” sahut Indah yang berdiri di samping daun pintu kamarnya.
Ratu yang sedang berkemas, lalu menoleh.
“Kalian bisa kok makan enak setiap hari tanpa harus berebut lagi. Kak Ratu yang akan kirim makanan enak buat kalian,” ucapnya.
“Kak Ratu beneran nggak akan lupa sama kami di sini, kan?” Indah mulai terisak.
Ratu bangkit dan memeluknya, “Kakak nggak akan pernah lupa sama kalian. Nggak akan pernah lupa tempat di mana Kakak dibesarkan.”
Malam itu pukul sepuluh setelah larut dalam haru biru berpamitan, Ratu memasuki mobil jaguar yang dikendarai oleh Mas Karyo. Gadis itu melihat lagi dengan saksama panti asuhan di mana ia dibesarkan. Melihat lagi wajah sendu pengasuhnya dan adik-adik panti. Mengusap bulir bening di pipi, lalu melambaikan tangan kepada semuanya. Mobil hitam itu pun melaju pergi.
Butuh delapan jam waktu tempuh dari panti asuhan ke Desa Gandasturi. Entah kenapa orang kaya seperti Pak Hadi memilih tetap bertahan tinggal di desa dibandingkan pindah ke kota besar. Sepanjang perjalanan, Mas Karyo sesekali menceritakan tentang sosok Hadinata Praditha. Ia juga menceritakan kalau Bapak Hadi juga memiliki seorang istri dan seorang putri.
“Kalau bapak punya anak yang lain, kenapa harus aku yang memandikan jasadnya?” tanya Ratu.
“Nggak bisa, Non. Non Sari udah mencobanya tetapi nggak bisa,” sahutnya.
“Kenapa?”
“Dia bukan anak kandung Bapak Hadi. Kami juga baru tahu saat pemakaman,” ucapnya getir.
Ratu kembali merenung. Di desa nanti dia akan punya saudara tiri, tetapi bukan anak kandung ayahnya. Dia juga akan punya ibu tiri, wanita bernama Mira yang ternyata adik dari ibunya. Jadi, Bapak Hadi turun ranjang menikahi adik iparnya. Rasa lelah mendera, Ratu tak kuat menurunkan kelopak matanya. Kepalanya ia sandarkan ke sisi kiri dekat pintu mobil.
BRUG!
Setelah sempat lelap dalam perjalanan, Ratu terbangun ketika mendengar suara keras yang menyentaknya. Mobil yang dikendarai Mas Karyo juga sempat terguncang.
“Ada apa, Mas?” tanya Ratu.
Mas Karyo memajukan tubuhnya untuk melihat lebih jelas ke arah depan.
“Ada pohon tumbang, Non, terus kelindes sama saya. Maaf ya, Non, gara-gara ini jadi kebangun,” ucap Mas Karyo.
Pria berkumis tipis itu melepas sabuk pengaman lalu turun dari mobil untuk memindahkan batang pohon yang tumbang tadi. Tatapan Ratu tertuju ke depan tak jauh dari mobil itu berada. Di depan sana ada gapura yang bertuliskan “Desa Gandasturi” disertai aksara huruf Jawa di bagian bawahnya.
Brak! Brak! Brak!
Sesuatu kembali mengejutkan Ratu. Ada yang memukul bagian belakang mobil berkali-kali. Gadis itu menoleh, tersentak kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sosok wanita berwajah rusak bersimbah darah melotot ke arahnya. Kulit tangannya tampak melepuh. Baju terusan warna biru tua itu lusuh, terkoyak, dan banyak terdapat noda darah. Rambut panjang sepunggung itu berantakan.
“PERGI! PERGI DARI SINI!”
Sosok wanita itu berteriak seraya menepuk-nepuk keras bagian belakang mobil itu lagi.
Ratu merasakan ada yang berusaha menarik tangannya yang sudah rapat menutupi wajahnya.
“Pergi, kamu yang pergi!” seru Ratu masih dengan tangan menutup wajah.
“Non, Non Ratu! Ini saya Mas Karyo!” Pria itu berusaha menenangkan Ratu.
Gadis itu membuka kedua telapak tangannya. Ia menoleh ke arah sosok wanita tadi, tetapi sosok tadi menghilang.
“Ta-tadi, tadi ada perempuan wajahnya darah semua di sana,” ucap Ratu ketakutan, menunjuk dengan tangan gemetar.
...******...
...To be continued ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
kayaknya nih hantu mau ngasih tau kalau ratu gak boleh kesitu
2024-05-23
2
Zuhril Witanto
astaghfirullah...apakah karna ratu gak hadir atau ada sesuatu lain
2024-05-23
1
rodiah
pasti terguncang lah... sock
2024-05-19
1