Bab 5 - Pemakaman Bapak

...Bab 5 - Pemakaman Bapak...

“Iya, Non. Istri pertamanya Tuan Hadi, ibu kandungnya, Non.” Siti

“Kamu punya foto ibu aku, gak? Kayaknya aku gak liat foto keluarga lain selain foto bapak sama Bu Mira tadi, ada nggak?” tanya Ratu.

“Ummmm, coba nanti saya tanya mbok saya dulu, ya. Kalau ada foto Nyonya Mariana, nanti saya kasih tau, Non Ratu.”

“Panggil saya Ratu aja, Ti. Kayaknya kita seumuran,” pinta Siti.

“Ya nggak elok, Non. Saya tuh pembantu di sini, Non itu majikan saya.” Siti selesai merapikan ranjang untuk Ratu.

“Ya udah deh kalau gitu.”

Ratu bersiap untuk membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Dia ingat betul perintah Bu Mira kalau jam delapan nanti ritual memandikan bapak akan dimulai. Gadis itu menoleh pada jam dinding yang berdetak.

Masih ada waktu satu setengah jam lagi untuk berkemas. Siti lantas pamit meninggalkan Ratu di ruangan berukuran 5 x 5 meter persegi dengan cat dinding warna hijau muda yang sejuk di mata.

Langkah Ratu terhenti di bingkai jendela kamarnya. Gadis itu berdecak kagum dengan lahan kebun jati dan taman yang luas milik keluarga ayahnya. Gadis itu masih tak menyangka kalau ia akan mewarisi seluruh harta kekayaan Hadinata Praditha. Padahal kemarin lalu, ia masih saja bekerja keras mencari uang demi menghidupi dirinya dan para adik panti. Menurut ibu panti, tak selama juga mereka harus bergantung dari belas kasihan para donatur, mereka juga harus bekerja memenuhi kebutuhan.

Sepuluh menit berlalu setelah Ratu membersihkan diri, ia segera berganti pakaian yang bersih. Merapikan rambut dengan sisir di atas meja rias. Ia juga memoles pelembab wajah dan tepukan tipis pemulas warna beige di tangannya itu. Tak lupa juga ia torehkan liptint merah muda yang memberikan kesan natural di wajah ayunya.

Suara ketukan pintu jati kamarnya terdengar.

“Masuk aja nggak dikunci!” seru Ratu.

Suara berderit muncul diiringi kepala Siti yang mendongak ke dalam.

“Non, sudah ditunggu Nyonya Mira,” ucap Siti.

Ratu mengangguk, ia bangkit lalu melangkah mengikuti Siti. Gadis itu pikir upacara pemakaman bapaknya akan diadakan di ruang tamu dan dihadiri banyak warga, ternyata dia salah. Siti terus membawanya ke luar rumah besar tersebut menuju rumah lainnya di belakang.

Memasuki ruangan depan yang terlihat seperti aula yang luas, aroma kapur barus menusuk menyengat ke rongga hidung Ratu. Di hadapannya, terbungkus rapi dengan kafan jasad Tuan Hadinata Praditha. Pocong itu belum diikat sempurna di bagian wajah. Jasad itu masih menunggu bisikan maaf dari Ratu sebelum disatukan dengan bumi.

Di sekitar jasad sang bapak, ada Mira dan Sari. Semua asisten rumah tangga juga berkumpul termasuk Mas Karyo. Tidak ada tetangga sekitar seperti yang Ratu perkirakan. Namun, ada satu pria paruh baya yang baru Ratu lihat kala itu. Kakek itu tersenyum dan memanggil Ratu dengan tangan kanannya.

“Ke mari, Nduk. Katakan kamu sudah memaafkan bapakmu! Dan tolong rapalkan ayat ini!”

Pria paruh baya berjubah hitam dengan sorban warna hitam senada itu meminta Ratu mendekat. Kumis dan jenggot milik pak tua itu lebat memutih. Di tangannya ada secarik kertas.

“Duduk, Nduk. Katakan kamu sudah memaafkan bapakmu. Katakan padanya kalau kamu sudah ikhlas dan minta padanya agar segera pergi dengan tenang. Lalu, ucapkan ayat ini,” ucapnya.

“Kakek siapa? Kakek saya?” tanya Ratu yang mulai menurunkan tubuhnya untuk duduk di samping jasad ayahnya.

“Saya bukan kakek kamu, Nduk. Kakek hanya diminta membantu di sini,” jawabnya.

Mas Karyo mendekat dan berbicara pelan di samping wajah Ratu, “dia Mbak Sukmo, dia sesepuh desa yang memimpin ritual pemakaman Bapak Hadi, Non.”

Ratu mengangguk-angguk mengerti dengan mulut membulat.

“Ayo, Nduk. Lekas lakukan! Kasian bapakmu sudah menunggu lama dari kemarin,” kata Mbah Sukmo.

Ratu lalu membungkuk, mendekatkan bibirnya ke samping daun telinga jasad ayahnya yang membiru. Sempat terhenyak karena tepi telinga itu menghitam dan mulai mengeluarkan aroma yang tak sedap, yang berusaha Ratu tahan baunya.

“Bismillah, Bapak Hadi, ini Ratu. Sebenarnya aku kesel banget sama Bapak, aku tuh—”

“Ehm, ehm!”

Deheman Mbah Sukmo yang meminta Ratu agar tak bertele-tele, membuat gadis itu menoleh. Tatapan lelaki renta itu tajam menusuk kemudian.

“Ma-maaf, Mbah.” Ratu kemudian melanjutkan kembali.

“Saya sudah memaafkan Bapak, pergilah dengan tenang, Pak,” ucap Ratu akhirnya.

Posisinya kembali duduk tegak di samping jasad ayahnya. Ada buliran bening yang menetes dari jasad yang kelopak matanya sudah tertutup kaku itu.

‘Apa iya bapakku menangis? Apa bapak terharu ya baru aja aku maafin. Eh, ngomong apa aku ini? Udah, Tu, kamu ikhlas doakan bapakmu supaya ketemu ibu kamu di surga, aamiin.’

Ratu membatin, ia lantunkan Al Fatihah di dalam hati lalu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan mungil itu.

“Sekarang baca ini, Nduk,” pinta Mbah Sukmo.

“Apa ini, Mbah? Ini mantra?” tanya Ratu seraya mengamati aksara yang tak pernah ia tahu sebelumnya.

“Itu ayat pelindung buat kamu dan jasad bapakmu. Ya sudah ikuti Mbah saja!” pintanya.

Ratu ingin membantah karena mengira tulisan itu mantra yang takutnya menyesatkan. Namun, gadis itu tentu saja tak dapat menolak. Setelah merapal mengikuti penutupan Mbah Sukmo, empat orang pria asisten rumah tangga termasuk Mas Karyo, mengangkat jasad tuan mereka.

Keempat pria itu sempat saling bertemu pandang. Pasalnya, jasad sang majikan tak lagi seberat kemarin yang tak bisa diangkat. Mereka lalu meletakkan jasad Tuan Hadi di dalam keranda. Mengangkat kembali dan membawanya ke kebun yang sudah disiapkan untuk pemakaman. Di samping liang lahat yang membuka lebar itu, Ratu melihat sebuah makam. Di batu nisannya tertulis nama Mariana.

“Jadi, bapak akan dimakamkan di samping makam ibu rupanya,” gumam Ratu.

Mbah Sukmo tampak mengitari liang lahat itu berkali-kali. Ratu sempat bingung kenapa bukannya memanggil ulama untuk doakan bapaknya ketimbang memanggil sesepuh desa.

“Hormati adat di sini, Non,” ucap pelan Mas Karyo di samping Ratu.

Pria itu seolah mengerti dengan apa yang Ratu pikirkan.

“Mas, kok nggak ada warga yang lain di makam bapak? Kenapa cuma kita doang di sini?” bisik Ratu.

“Mereka takut, Non. Nggak ada yang mau ke sini. Rekan bisnis bapak juga cuma kirim bunga, tapi udah dibakar semua sama nyonya,” ungkap Karyo.

Ratu mengernyit, di benaknya berkecamuk memikirkan sejumlah pertanyaan lainnya. Apa yang tengah ditakuti warga dari bapaknya, sampai menghadiri pemakaman bapaknya saja mereka tak mau. Dan kenapa Bu Mira membakar semua kiriman bunga belasungkawa buat bapaknya, itu semua menghantui pikiran Ratu kala itu. Akan tetapi, akal sehatnya terus meminta Ratu untuk tetap melantunkan doa, mengirimkan Al Fatihah terus menerus untuk ayahnya.

Selepas Mbah Sukmo selesai melakukan ritualnya, dia meminta Karyo dan yang lainnya untuk menurunkan jasad bapak. Dasar bumi yang merah dan basah itu, sudah siap menjemput jasad dalam balutan kain kafan tersebut.

Isak tangis terdengar dari Mira, apalagi putri di sampingnya itu lebih histeris dan sesenggukan. Berbeda dengan Ratu yang masih tampak tegar. Gadis itu tak merasa kehilangan dibalut dramatis. Bisa jadi, karena Ratu belum mengenal lebih dekat siapa sosok Hadinata Praditha sebagai ayahnya.

Mendadak kemudian, ada lemparan obor ke arah makam. Beberapa warga yang membawa obor mulai mendekat. Wajah merah padam terpancar dilatari kobaran api dari obor yang dibawa mereka.

“Bakar si durjana itu!” seru salah satu warga.

“Bakar! Bakar!”

“Musnahkan tukang pesugihan itu jadi abu!”

“Ayo bakar dia!”

...******...

...To be continued…...

Terpopuler

Comments

marie_shitie💤💤

marie_shitie💤💤

kyk familiar dengan nm Mbah sukmo

2024-11-12

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

kasian banget tuh mayat...

2024-05-23

1

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

kok curiga ya kalau ratu yang bakalan jadi penerus pesugihan ini...

2024-05-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!