Perempuan tua itu adalah Nyai Rumpang, sedang yang muda adalah muridnya, Lembu Manikan. Mereka menatap Kamandaka lekat-lekat, begitu pun sebaliknya, karena sebenarnya mereka pernah bertemu beberapa kali waktu Kamandaka masih kecil.
"Apa kabar, Kidung Tilar? Bagaimana rasanya ada di dalam tubuh orang gila?"
Nyai Rumpang tertawa mencemooh. Dia yang telah mengubah Kidung Tilar, yang tadinya berwujud gadis sangat cantik, menjadi wujud keduanya, yaitu berupa cambuk. Namun, dia tidak tahu bahwa sebenarnya Kidung Tilar sudah pergi. Melihat Kamandaka, pemuda biasa penderita gangguan jiwa, mampu melakukan gerakan menghindar dengan begitu gesit, perempuan tua itu pun berpikir bahwa Kidung Tilarlah yang menggerakkannya.
Lembu Manikan, postur tubuhnya tinggi besar, bahu lebar, dan lengan-lengannya berotot---penampilan fisik lebih menyerupai laki-laki dibandingkan perempuan---tertawa sarkas.
"Masih bermimpi ingin menjadi gundik kesayangan gusti prabu, huh?" Tawanya pecah. Dia tergelak-gelak sesaat, kemudian menambahkan, "Sudah tidak ada harapan. Gusti prabu sekarang tidak mempercayai siapa pun. Bahkan gusti ratu pun terusir dari istana raja."
Kamandaka tidak ambil peduli pada ocehan mereka, fokus pikirannya tetap pada Bumirang. Dia bersyukur di dalam hati karena sibuk mengoceh kedua orang itu tidak langsung menyerang Bumirang. Dia perlahan menegakkan badan, rasa nyeri pada ulu hati menyebabkannya sukar bernapas, dan ketika mencoba menarik napas panjang malah sakit seperti ditusu-tusuk. Namun, itu bukanlah masalah besar. Tanpa Kidung Tilar pun, tubuhnya yang sekarang tidak selemah dulu untuk bisa tumbang hanya dalam satu serangan.
Melihat wajah Kamandaka mengernyit, Lembu Manikan mencemooh, "Sepertinya kamu sudah merusak tubuh Kamandaka. Kasihan sekali dia."
Kamandaka sempat tidak tahu harus mengatakan apa karena dia bukan Kidung Tilar. Setelah sejenak berpikir, akhirnya dia pun berujar sarkas, "Kalian mencariku? Merindukanku, huh?"
"Cuih!" Lembu Manikan meludah jijik.
"Musuh tidak saling merindukan," ujar Nyai Rumpang datar. "Tapi kebetulan bertemu tidak ada salahnya saling menyapa, bukan?"
"Lalu?" Kamandaka mendengkus, kemudian tersenyum miring. Dia berusaha sebisa mungkin berperangai mirip dengan Kidung Tilar yang tergambar di pikirannya.
"Jangan pura-pura bodoh!" Lembu Manikan membentak.
Kamandaka mengernyit dan berpikir perempuan itu mirip anjing gila tengah menyalak. Lagi-lagi dia tersenyum miring. "Jadi kalian memang mencariku? Kenapa tidak langsung bilang saja sebenarnya ada apa?"
Sikapnya saat ini benar-benar berbanding terbalik dengan beberapa waktu lalu yang jelas-jelas kurang waras. Entah yang mana pribadi Kamandaka yang sesungguhnya atau mungkin pemuda itu memiliki dua kepribadian.
"Tidak bisa dibilang sengaja mencari. Hanya kebetulan lewat Desa Janur dan cukup terkejut melihat rumah Patmi sudah hangus terbakar." Nyai Rumpang menatap tajam penuh selidik. "Kamu yang melakukannya?"
"Kalau iya, kamu mau apa?" Nada bicara Kamandaka angkuh seperti sengaja menantang.
Lembu Manikan langsung berteriak marah, "Kurang ajar. Berani-beraninya kamu---"
"Tunggu dulu, Lembu Manikan." Nyai Rumpang merentangkan tangan di depan dada Lembu Manikan untuk menghentikannya, kalau tidak muridnya itu pasti sudah menyerang Kamandaka.
"Tapi, Guru. Dia sudah membunuh Nyai Patmi, saudari muda Guru."
Saudari muda? Kamandaka cukup terkejut mendengar ucapan Lembu Manikan.
Tidak hirau pada kemarahan muridnya, Nyai Rumpang berkata, "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu membunuh mereka?"
Kamandaka tersenyum miring, lalu mengungkapkan sebuah alasan seolah dirinya benar-benar Kidung Tilar, "Apakah persekongkolan mereka denganmu untuk menipuku belum cukup kuat dijadikan alasan, huh?" Nada bicaranya sarkas, lalau meludah jijik. "Gara-gara kalian wujudku berubah menjadi cemeti dan harus hidup bergantung dari asupan energi orang lain," tambahnya emosional. "Menjemput Srikanti sebenarnya bukan tugasku, kan? Kamu sengaja menyampaikan perintah palsu untuk menjebakku!"
Nyai Rumpang tiba-tiba terbahak-bahak seperti tidak waras. "Seharusnya aku membunuhmu---"
"Kalian benar-benar manusia berhati iblis ...." Suara Kamandaka menggeram karena berbicara dengan gigi dikatup rapat. "Kalau Patmi itu saudri mudamu, berarti Kamandaka adalah keponakanmu. Bagaimana bisa kalian tega membuatnya menderita seperti ini?"
"Karena kami sudah bersumpah setia pada Prabu Danur." Lembu Manikan menegaskan, suaranya teguh dan tersirat rasa bangga. "Untuk sang prabu, jangankan nyawa sanak saudara, nyawa kami sendiri pun tidak ada artinya."
"Lucu sekali. Bukankah barusan kamu marah karena Patmi aku bunuh? Lagi pula, aku tidak yakin kalian setia pada raja durjana itu." Kamandaka tertawa sarkas, lalu menambahkan sebelum Lembu Manikan dan Nyai Rumpang sempat melontarkan balasan, "Perlu kalian tau, ayah dan ibuku, juga Sengon, memang Kidung Tilar yang membakar, tapi yang sebenarnya, Kidung Tilar hanyalah perpanjangan tangan karmaphala untuk menghukum mereka, orang-orang yang dulu ikut andil dalam rencana pembunuhan Gusti Putri Nilam dan Raden Panji."
"Kamu---" Mata Nyai Rumpang melebar, mulutnya tiba-tiba terkatup rapat.
"Kamu, sebenarnya kamu siapa?!" Lembu Manikan tidak kalah syok dari gurunya.
"Kidung Tilar sudah tidak di sini lagi." Kamandaka menatap tajam kedua perempuan itu. Senyum sinis pun tersungging angkuh. "Jadi, sudah tentu aku adalah Kamandaka, tapi bukan lagi Kamandaka si pemuda gila. Raga, jiwa, ingatan, semua masih sama. Hanya saja sesuatu yang selama ini tersembunyi dan tidur panjang di dalam diriku telah bangun."
"Omong kosong!" Nyai Rumpang tiba-tiba berteriak dan dalam sekejap tongkatnya berubah menjadi sabit api. Sebenarnya perempuan tua itu bisa merasakan aura yang sangat kuat menguar dari tubuh Kamandaka. Bahkan kekuatannya mampu menekan dan membuat udara terasa hampa tanpa oksigen.
"Guru, dadaku tiba-tiba sesak." Lembu manikam mengadu dengan suara sedikit tersendat, napas pun sedikit memburu.
Nyai Rumpang tidak menghiraukannya, malah berkata sinis pada Kamandaka, "Kamu pikir aku percaya?"
"Aku mengatakannya bukan untuk membuatmu percaya, Perempuan tua berhati busuk!" Cara Kamandaka berbicara seperti pemuda berandalan yang tidak pernah belajar tata krama. Bahkan Nyai Rumpang dan Lembu Manikan pun menatap tidak percaya. "Aku peringatan. Selama aku hidup, kalian tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk menemukan pemuda bermata rajawali."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
rajes salam lubis
gassspooolll
2024-08-10
0
Reinvel
jadi pendekar harus nyolong ayam dulu, mantap😂
2024-08-08
1
Rinchanhime
Mantap aktingnya Kamandaka 👍
2024-05-14
0