Waktu serasa membeku ketika pendengaran tajamnya menangkap entakan langkah ringan yang disertai suara menggeram, lalu disusul obrolan.
"Saeh itang tuh sibah puri, Bayan." [Ada orang yang bosan hidup, Kanda]
"Cekak ...." [Bodoh]
Bumirang yang tidak ada niat mencari masalah pun segera bersuara, "Rantos, pardi nah ridak langkung." [Maaf, saya hanya ingin lewat]
Segera setelahnya, dua harimau putih muncul begitu saja di hadapan Bumirang. Pemuda itu pun segera membungkuk untuk menunjukkan sopan santun.
Mendapati manusia yang tidak hanya lancang berani memasuki wilayah kekuasaan mereka, tetapi juga bisa berbicara bahasa siluman, kedua harimau tersebut saling bertukar pandang. Di Jagat Kawiwitan ini satu-satunya manusia yang mereka ketahui bisa menguasai bahasa siluman hanyalah Prabu Jagad Kawiwitan.
"Tuara rantos, aling-aling pardi kabuk lemang." [Mohon maaf, sepertinya saya salah jalan]
Bumirang sekarang menyadari bahwa dirinya tanpa sengaja telah memasuki dunia lain. Dunia yang terlindung oleh kabut, dunia yang keberadaannya tidak tetap dan bisa muncul di mana saja seperti halimun. Bisa juga dikatakan bahwa ketika siapa pun memasuki wilayah berkabut, sebenarnya mereka telah bersinggungan dengan dunia ini. Hanya saja tidak semua orang peka untuk bisa merasakan eksistensinya.
Eyang Pamekas pernah bercerita tentang dunia yang dihuni oleh para siluman ini. Namanya Buana Ilam-ilam, dipimpin oleh sepasang harimau putih.
"Sahen pengartos ...." Kedua harimau putih itu tiba-tiba menyeletuk bersamaan. Tatapan mereka terpaku pada Bumirang yang segera meluruskan badan, lalu menatap ke angkasa untuk mencari keberadaan rajawali yang mereka barusan katakan.
[Mata Rajawali. Mata rajawali diibaratkan sebagai tatapan semesta atau mata yang maha melihat]
"Siapa namamu, anak muda?" Harimau dengan suara perempuan bertanya menggunakan bahasa manusia.
Bumirang segera menurunkan pandangan, lalu mengangguk kecil sambil berkata, "Eyang memberiku nama Bumirang Tunggak Jagad."
"Apa yang kamu lakukan di sini? Bisa melihat kami, seharusnya kamu tau kalau alam ini bukan alammu. Menerobos masuk berarti sudah melanggar." Nada tidak senang membungkus suara harimau jantan.
Merasa tidak seperti yang dituduhkan, Bumirang membalas dengan tenang, bahkan tidak segan menatap lurus ke mata harimau tersebut, "Dari kecil tinggal di puncak gunung, tempat ini adalah taman bermainku. Tapi baru kali ini Buana Ilam-ilam muncul. Muncul saat aku tengah melintas di sini. Jadi, tidak ada maksudku untuk lancang."
"Jadi, selama ini kamu tinggal di puncak?" tanya harimau jantan.
"Bersama eyang?" Harimau betina menambahkan.
"Benar."
"Siapa nama eyangmu?" Harimau betina bertanya lagi.
"Eyang Pamekas."
Mendengar nama itu, tubuh kedua harimau menegang dan bila diperhatikan lebih saksama mata mereka pun tampak lebih besar. Namun, Bumirang sepertinya tidak menyadari itu.
"Bumirang, pastinya kamu tau apa nama gunung ini, kan?" Harimau betina bertanya dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya.
"Gunung Halimun." Bumirang menjawab tanpa ragu, tetapi segera setelahnya tertegun karena menyadari sesuatu. "Halimun." Dia menggumam, raut wajahnya menyiratkan kebingungan dan tatapan redup seolah meminta penjelasan.
Gunung Halimun. Bukankah halimun adalah sebutan lain dari ilam-ilam? Yang berarti gunung ini adalah kerajaan utama dunia siluman tempat tinggal sang penguasa. Tapi kenapa aku tidak pernah melihat kabut tebal sebelum ini? Eyang---
"Jangan dipikirkan," ujar harimau jantan dengan nada yang sangat bersahabat. "Lanjutkan perjalananmu, Cah Bagus. Sekarang tidak perlu menanyakan apa pun karena kelak kamu akan tau dengan sendiri."
Sebelum Bumirang sempat mengatakan sesuatu, harimau betina sudah menambah, "Aku jadi ingin merepotkanmu, Cah Bagus. Jika suatu hari nanti kamu bertemu dengan seorang gadis bernama Kidung Tilar, sampaikan padanya, Buana Ilam-ilam sangat merindukannya."
Setelah itu, kedua harimau putih menghilang dan tempat tersebut pun kembali terang benderang karena seluruh kabut ikut sirna. Seketika itu juga Bumirang mengkhawatirkan eyangnya.
"Eyang."
Tubuhnya sudah hampir berbalik, tetapi ada suara yang menghentikan, "Jangan sekali-kali berbalik arah untuk hal yang tidak perlu." Suara ini berasal dari dalam dirinya sendiri, seolah menggema di rongga kepala.
"Eyang ...."
"Lanjutkan perjalananmu. Eyang baik-baik saja, jangan khawatir."
Bumirang sudah terbiasa patuh. Jadi, sekarang pun dia patuh tanpa bertanya apa-apa lagi. "Baik, Eyang. Bumirang pamit."
Angin berembus lebih kencang mengiringi langkah Bumirang yang semakin menjauh dari tempat tinggalnya selama ini. Sekumpulan kupu-kupu putih terbang menuju puncak. Mereka seolah ingin memastikan sebuah kebenaran.
Gubuk yang beberapa waktu lalu masih berdiri di sana, sekarang sudah tidak ada lagi. Jejak-jejak kehidupan yang pernah ada telah sirna, nuansa hangat pun telah digantikan oleh dingin dan wingit. Tempat itu benar-benar kosong, angin berembus namun terasa hampa. Jejak-jejak hangat benar-benar tidak tersisa sedikit pun. Sebenarnya, di mana Bumirang selama ini tinggal?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Dragon🐉 gate🐉
apakah Bumirang selama ini tinggal di antara nyata & gaib, untuk melindunginya dr musuh yg sudah mengincarnya bahkan saat masih di kandungan bundanya ?
2024-08-28
1
Amelia
wingit tuh apaan yah...
2024-08-27
1
Amelia
bahasa apaan ya emang beneran tuh...
2024-08-27
1